Artikel tentang peranan pemerintah produsen produk dan organisasi masyarakat

PELIBATAN organisasi masyarakat (Ormas) Islam berbadan hukum dalam sertifikasi halal sebagaimana diatur dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja dinilai akan menguntungkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan pelibatan Ormas Islam dalam sertifikasi produk halal adalah sebuah terobosan baru dari pemerintah dalam pendistribusian wewenang. Hal ini dilakukan dalam rangka memudahkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memperoleh sertifikat halal.

Bila selama ini sertifikasi halal hanya diberikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan pendelegasian kewenangan kepada ormas-ormas Islam berbadan hukum diharapkan proses sertifikasi halal bisa lebih efisien baik dari segi waktu maupun biaya.

Baca juga: Warga Bandel, Akademisi Diminta Edukasi Protokol Kesehatan

"Produk-produk kecil skala rumahan kan banyak sekali jumlahnya. Yang penting mereka bisa terayomi, kepentingannya untuk memperoleh sertifikat halal itu bisa terakomodasi dengan mudah dan sederhana. Semangatnya itu," kata Arsul dalam keterangan resmi, Senin (5/7).

Arsul mengakui, terobosan baru yang dilakukan pemerintah di bidang sertifikasi halal ini sempat menuai polemik. Baginya, perbedaan pendapat yang tengah terjadi di antara ormas dapat diselesaikan dengan musyawarah.

"Perbedaan pendapat itu rahmat. Mari kita duduk bersama untuk selesaikan perbedaan ini," ucap Asrul.

Pelibatan ormas Islam berbadan hukum dalam sertifikasi produk halal tertuang dalam draf RUU Cipta Kerja Pasal 33 Ayat 1. Ayat 2 mengatur tata cara sertifikasi halal yang dilakukan dalam sidang fatwa halal. Ayat 3 menyebutkan, sidang fatwa halal paling lambat diputus tiga hari kerja sejak MUI atau ormas Islam yang berbadan hukum menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sementara Ayat 4 mengatur penetapan kehalalan produk disampaikan kepada BPJPH sebagai dasar penerbitan sertifikat halal.

Ketentuan dalam RUU Cipta Kerja ini selanjutnya merevisi Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). (OL-1)

Dalam rangka menyongsong diberlakukannya UU No. 22 Tahun 2009 yang akan berlaku efektif mulai tanggal 1 April 2010, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mulai intensif mengkampanyekan Helm bertanda SNI ke seluruh stakeholder, termasuk kepada laboratorium penguji khususnya untuk produk helm.

Artikel tentang peranan pemerintah produsen produk dan organisasi masyarakat
Kepala BSN, Dr. Bambang Setiadi dalam acara rapat Fasilitasi Peningkatan Kompeten LPK untuk Produk Helm di kantor BSN, Kamis (05/02/2010) kemarin, mengatakan BSN sangat serius dalam menyikapi kesiapan seluruh infrastruktur pelaksanaan penggunaan Helm SNI agar pada April nanti, pelaksanaannya berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah.

Keseriusan BSN terhadap hal ini, lanjut Kepala BSN, didasari oleh 2 hal. Pertama, isu keselamatan pengendara sepeda motor, yang berdasarkan data kecelakaan, yang angkanya cukup mencengangkan. Kedua, trend kepemilikan sepeda motor yang cenderung semakin meningkat, berakibat pada kesiapan industri untuk memproduksi helm sesuai kebutuhan.

Dalam hal ini, BSN merasa perlu untuk bekerja sama dengan pihak manapun yang terkait dengan masalah itu, termasuk laboratorium yang siap untuk melakukan pengujian Helm SNI.

Sementara itu, Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar, Drs. Suprapto, MPS pada kesempatan yang sama mengatakan diperkirakan jumlah kendaraan bermotor roda dua di Indonesia mencapai kurang lebih 40 juta kendaraan. Maka, apabila dihitung bersama pembonceng kendaraan bermotor itu, bisa mencapai 80 juta helm yang harus diproduksi oleh industri.

Dengan melihat gambaran itu, BSN terus berupaya mendorong kesiapan laboratorium di Indonesia untuk melakukan pengujian helm, mengingat laboratorium yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), baru laboratorium B4T yang berlokasi di Bandung.

Dari rapat yang dihadiri oleh beberapa laboratorium pemerintah, universitas, serta 1 dari perusahaaan (PT. Tara Kusuma Indah), terungkap banyaknya permasalahan yang terjadi terutama terkait dengan penyediaan alat pengujian yang harganya relatif mahal dan terkadang belum tentu ada di pasaran.

Pertemuan BSN dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beberapa waktu lalu, telah mengisyaratkan bahwa Kementerian tersebut, akan memberikan bantuan insentif penyediaan alat uji bagi laboratorium yang bersedia dan layak untuk melakukan pengujian helm.

Artikel tentang peranan pemerintah produsen produk dan organisasi masyarakat

Dari rapat BSN, kemarin dengan para laboratorium diantaranya dari B4T, B2TKS, Fakultas Teknik UGM, UNS, USU, UNSRI, UNUD, UNDIP, UBAYA, UI serta BPMBEI disimpulkan bahwa 5 laboratorium yang terdiri dari laboratorium B4T, B2TKS, BPMBEI, PT. Tara Kusuma Indah (independen), dan UGM, menyatakan berminat dan siap untuk mendapatkan bantuan alat uji dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,

Untuk keperluan itu, ke-5 labaoratorium tersebut akan diberikan waktu untuk menyerahkan proposal kepada BSN, yang disertai dengan ukuran kinerja/target yang akan dicapai, untuk menjadi bahan masukkan bagi BSN dalam membuat proposal yang akan diajukan ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Apabila hal ini berhasil dengan lancar, diharapkan pelaksanaan pengujian helm pada April nanti, tidak akan mengalami banyak kendala. BSN juga tidak akan menutup kemungkinan untuk terus mengembangkan program insentif bagi laboratorium bagi ruang lingkup pengujian yang lain. (dnw)

Artikel tentang peranan pemerintah produsen produk dan organisasi masyarakat

Bandung, UPI

Sebanyak 50 peserta mengikuti workshop Peran Laboratorium dalam Pengujian Produk Halal di Laboratorium Kimia Instrumen (LKI) Departemen Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Kamis (20/9/2018).

Artikel tentang peranan pemerintah produsen produk dan organisasi masyarakat
Menurut Ketua Pusat Halal UPI Dr. Yulia Rahmawati, workshop ini diselenggarakan dalam rangka pengenalan peran laboratorium dalam proses pengujian produk halal. Terselenggara atas inisiasi Divisi Litbang Pusat Halal UPI yang bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Kimia dan PT. Ecosains Hayati. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk workshop uji otentifikasi halal suatu produk dengan menggunakan alat real time PCR, GC-MS, dan FTIR-ATR.

Lebih lanjut dijelaskan,”Pembentukan pusat halal (halal center) UPI pada Mei 2018 merupakan bentuk respon aktif dan tanggung jawab UPI untuk turut berkontribusi dalam perwujudan renstra sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar sekaligus melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai produk – produk halal kepada masyarakat.”

Hal ini juga terkait dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap produk halal, tegasnya, serta adanya tuntutan untuk dimilikinya sertifikat halal bagi semua produk – produk komersial pada tahun 2019. Maka berdasarkan undang – undang nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal, direspon pemerintah dengan menetapkan kebijakan pembentukan lembaga pengujian halal pada setiap universitas. Dalam proses otentifikasi tersebut, tentunya hasil laboratorium akan menjadi rujukan dalam proses sertifikasi.

Artikel tentang peranan pemerintah produsen produk dan organisasi masyarakat

“Dalam workshop tersebut, peserta yang terdiri dari perwakilan dosen FPMIPA, FPTK, dan FPSD, Pranata Laboran (PLP) Departemen Pendidikan Kimia UPI, serta mahasiswa Program Studi Kimia dan Program Studi Biologi FPMIPA UPI. Peserta diberikan kesempatan untuk melakukan pengujian syarat halal dan toyyib dari suatu produk menggunakan alat real time PCR, FTIR-ATR, dan GC-MS serta proses interpretasi dari luaran data yang dihasilkan dalam pengambilan kesimpulan halal atau tidaknya produk-produk yang diuji. (heli/dodiangga)