Di dunia konstruksi bangunan, teknologi konstruksi sosrobahu tentu sudah tidak asing lagi digunakan. Teknik konstruksi ini terutama dipakai untuk membangun bahu lengan beton jalan raya. Penggunaan teknik konstruksi ini membuat proses pembangunan jalan tidak mengganggu arus lalu lintas. Pada teknik sosrobahu ini, lengan jalan layang ditempatkan sejajar dengan jalan yang ada di bawahnya lantas diputar 90 derajat. Dengan cara kerja yang efisien, teknik sosrobahu menjadi pilihan terbaik dalam pembangunan jalan layang terutama di kota-kota besar dengan area yang terbatas. Penggunaan teknologi konstruksi ini membantu arus lalu lintas tetap berjalan dengan baik tanpa harus dilakukan penutupan arus lalu lintas selama masa pembangunan jalan berlangsung. Teknologi Konstruksi Karya Anak Negeri Sistem Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH) atau yang lebih dikenal dengan nama konstruksi sosrobahu terbilang sudah cukup lama dikenal. Berawal dari proyek pembangunan jalan layang di tahun 1987-an antara Cawang sampai Tanjung Priok, seorang putra daerah memunculkan sebuah gagasan untuk mengurai masalah yang muncul. Ir. Tjokorda Raka Sukawati penemu teknologi konstruksi ini terinpirasi dari benda yang terbilang sederhana dan biasa digunakan yakni dongkrak hidrolik mobil. Kala itu Tjokorda mengamati bahwa dongkrak yang dipakai untuk mengangkat mobil membuat badan mobil mudah diputar karena dongrak berfungsi sebagai sumbu batangnya. Dalam ilmu fisika, benda seberat apapun akan mudah digeser jika tidak ada gaya geseknya. Terinspirasi dari dongkrak hidrolik mobil itulah, Tjokorda kemudian membuat percobaan awal dengan menggunakan silinder bergaris tengah 20cm. Silinder inilah yang berfungsi sebagai dongkrak hidrolik yang kemudian ditindih dengan beban beton 80 ton. Tentu saja percobaan awal ini masih belum benar-benar sempurna dan memuaskan. Tjokorda melakukan penyempurnaan dengan menggabungkan dasar utama hukum Pascal dengan beberapa parameter yang kemudian disebut sebagai rumus Sukawati. Rumusan ini benar-benar merupakan rumusan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Setelah melakukan beberapa kali percobaan, Tjokorda akhirnya membuat rancangan akhir yang diberi nama Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH). Rancangan ini terdiri dari 2 buah piringan atau cakram besi dengan garis tengah 80cm yang saling menangkup. Di antara kedua piringan tersebut dipasang penutup karet (seal) yang berfungsi sebagai penyekat rongga dan sekaligus penahan minyak yang dipompakan ke dalam ruang di antara kedua piringan. Melalui sebuah pipa yang berukuran kecil, minyak dalam tangkupan piringan kemudian dihubungkan dengan pompa hidrolik. Sistem hidrolik ini saat diberi tekanan 78 Kg/cm2 agar mampu mengangkat beban yang berat. Silinder yang dibuat dari bahan besi cor FCD-50 dengan ketebalan 5cm ini bisa menahan beban hingga 625 ton. Rancangan final Tjokorda ini lantas diuji coba langsung di lapangan dan membuahkan hasil yang memuaskan. Pada bulan November 1989, Presiden Suharto turut menyaksikan pemasangan konstruksi LPBH temuan Tjokorda ini. Presiden Suharto yang terkesan, lantas memberi nama teknologi konstruksi tersebut dengan nama Sosrobahu. Nama ini tak lain diambil dari nama seorang tokoh cerita Mahabharata. Sejak saat itulah konstruksi LPBH lebih populer dengan nama Sosrobahu. Tjokorda sendiri adalah seorang insinyur putra daerah yang dilahirkan di Ubud, Bali. Gelar insinyur bidang teknik sipil didapatnya dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1962. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan meraih gelar Doktor di tahun 1996. Ia berkarya di sebuah perusahaan jasa konstruksi dan infrastruktur, PT. Hutama Karya yang bernaung di bawah Departeman Pekerjaan Umum. Saat bekerja di perusahaan inilah, Tjokorda menemukan teknologi konstruksi Sosrobahu. Teknologi Konstruksi yang Mendunia Cukup banyak proyek jalan yang menggunakan teknik Sosrobahu ini di Indonesia. Salah satu contohnya adalah pembangunanan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek 2 (elevated) yang berjalan lebih cepat dan minim gangguan berkat teknologi konstruksi temuan Tjokorda ini. Pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek ini memiliki tantangan yang terbilang cukup rumit. Sebab jalan tol layang tersebut dibangun di tengah Jalan Tol Jakarta-Cikampek existing dan dilakukan bersamaan dengan pembangunan Kereta Ringan dan Kereta Cepat Jakarta Bandung di kiri dan kanan jalan. Teknologi konstruksi yang tepat tentunya sangat dibutuhkan dengan kondisi lapangan seperti ini. Tak hanya digunakan di Indonesia saja, teknik yang sama diadopsi oleh para insiyur Amerika Serikat saat pembangunan sebuah jembatan di Seattle. Tak hanya dipakai di Amerika Serikat, teknik hasil karya anak negeri ini juga dipakai di Singapura, di Filipina pada 289 tiang jalan termasuk dalam proyek jalan tol layang Metro Manila atau Metro Manila Skyway, di Kuala Lumpur pada 135 tiang jalan, di Thailand dan beberapa negara lainnya. Untuk teknologi ini Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek telah mengeluarkan patennya di tahun 1995. Sedangkan Jepang telah lebih dahulu memberikan hak paten pada tahun 1992. Berdasarkan hitungan eksak, teknologi konstruksi sosrobahu ini mampu bertahan sampai 1 abad atau hingga 100 tahun lamanya. Berikut ini adalah gambar penerapan teknologi Sosrobahu dalam pembangunan jalan layang di Wuhan, Tiongkok.
Ini merupakan teknologi di bidang konstruksi ciptaan anak bangsa yang diakui dan diterapkan di berbagai negara, bahkan banyak negara yang berjuang mendapatkan hak patennya. SOSROBAHU skema sosrobahu 1. Bangun tiang jalan. 2. Lengan beton jalan dibangun di antara dua jalur jalan, sejajar dengan jalanan yang padat di bawahnya. 3. Lengan beton jalan diputar 90 derajat. Jalan layang pun kemudian dibangun di atas lengan ini. Ir. Tjokorda Raka Sukawati (lahir di Ubud, Bali, 3 Mei 1931; umur 79 tahun) adalah seorang insinyur Indonesia yang menemukan konstruksi Sosrobahu, yang memudahkan pembangunan jalan layang tanpa mengganggu arus lalu lintas pada saat pembangunannya.Tjokorda meraih gelar Insinyur bidang Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung 1962, dan memperoleh gelar Doktor dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 1996. by pass A.yani Merupakan salah satu rekayasa keteknikan di bidang pondasi, hasil temuan Prof. Dr. Ir. Sedijatmo. Kostruksi ini terdiri dari plat beton bertulang dengan tebal 10 - 12 cm di dan bagian bawahnya diberi pipa-pipa beton bertulang yang menempel kuat pada plat tersebut. Mirip seperti akar serabut pada tanaman kelapa yang dapat tumbuh tinggi menjulang di pantai berpasir yang daya ikatnya rendah, pile atau pipa-pipa beton mencengkeram ke dalam tanah dan plat betonnya mengikat pile-pile tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang monolit. Dasar pemikiran Iahirnya pondasi cakar ayam ialah memanfaatkan tekanan tanah pasif, yang pada sistem pondasi lain tak pernah dihiraukan. Plat beton yang tipis itu akan mengambang di permukaan tanah, sedangkan kekakuan plat ini dipertahankan oleh pipa-pipa yang tetap berdiri akibat tekanan tanah pasif. Dengan demikian maka plat dan konstruksi di atasnya tidak mudah bengkok. Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan lagi, sistem ini tidak memerlukan sistem drainasi dan sambungan kembang susut. Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark. penemu pondasi cakar ayam, kedua dari kanan Prof. Dr. Ir. Sedijatmo dan Ibu Supeni Sedijatmo SH, didampingi oleh, dari kiri kekanan: Rektor ITB Prof Dr. Doddy Achdiat Tisna Amidjaja, Promotor Prof. Ir. Soetedjo dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr. Syarief Thayeb. Page 2
|