Apakah stovia itu dan apa hubungannya dengan munculnya nasionalisme indonesia

Perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah tidak hanya dilakukan secara fisik, namun juga melalui oraganisasi-organisasi kepemudaan. Salah satu organisasi pergerakan nasional Indonesia yaitu Budi Utomo. Bagaimana sejarah perkumpulan Budi Utomo? Simak penjelasannya berikut ini.

Latar Belakang Budi Utomo

Menurut penjelasan di buku “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia” perkumpulan Budi Utomo didirikan oleh pelajar School tot Oplending van Inlandsche Artsen (STOVIA) di bawah pimpinan R. Soetomo. Namun sebelum Budi Utomo berdiri, R. Soetomo bertemu dengan dr. Wahidin Sudirohusodo dan M. Soeradji di akhir 1907.

Dalam pertemuan tersebut, dr. Wahidin mengemukakan ide untuk mencerdaskan bangsa. Beliau beranggapan bahwa dengan bangsa yang cerdas, maka wawasan akan terbentuk, sehingga tidak mudah di adu domba dan diatur oleh penjajah.

Tidak lama setelahnya, R. Soetomo dengan M. Soeradji berhasil mengadakan pertemuan dengan pelajar STOVIA lainnya untuk membicarakan tentang berdirinya organisasi nasional. Pertemuan tersebut diselenggarakan secara non formal di salah satu ruang di STOVIA. Dari hasil pertemuan tersebut kemudian berdirilah perkumpulan Budi Utomo.

Baca Juga

Dalam buku “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia” juga disebutkan bahwa organisasi Budi Utomo termasuk organisasi modern karena sudah mempunyai susunan pengurus lengkap dan tujuan yang jelas. Kedua hal tersebut tertulis di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi tersebut.

Adapun susunan pengurus organisasi ini pada awal berdiri seperti berikut:

Advertising

Advertising

  • Ketua: R. Soetomo.
  • Wakil ketua: M. Soelaiman.
  • Sekretaris I: Soewarno I (Gondo Soewarno).
  • Sekretaris II: M. Goenawan.
  • Bendahara: R. Angka.
  • Komisaris: M. Soeradji, M. Moh. Saleh, Soewarno II (M. Soewarno), dan R.M. Goembrek.

Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan Kongres I di Yogyakarta. Dalam kongres tersebut Budi Utomo menghasilkan susunan Pengurus Besar Budi Utomo, AD/ART Budi Utomo dan menentukan Kantor Pusat Budi Utomo.

Kemudian para pendiri Budi Utomo yang terdiri dari pelajar STOVIA menjadi pengurus Budi Utomo cabang Betawi. Sedangkan kantor pengurus besar organisasi ini ada di Yogyakarta dan diketuai oleh RTA. Tirto Kusumo dan dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai wakilnya.

Melihat hasil kongres yang dinilai positif, maka tidak lama setelahnya di Jawa atau luas Jawa juga didirikan cabang Budi Utomo. Kehadiran cabang tersebut tidak mempengaruhi langkah perjuangan Budi Utomo untuk tetap berjuang di bidang sosial.

Baca Juga

Hubungan antara Budi Utomo dengan pemerintah juga cukup dekat. Hal ini dikarenakan banyak pengurus organisasi ini yang menjadi pegawai pemerintah. Oleh sebab itu, gerakan dari Budi Utomo terkesan lambat dan hati-hati.

Hal tersebut yang membuat dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat akhirnya keluar dari Budi Utomo. Mereka ingin gerakan yang militan dan bisa bergerak langsung di bidang politik. Sebenarnya Budi Utomo bukan tidak mau bergerak di bidang politik, namun pergerakan di politik tidak boleh terlalu cepat. Pasalnya sejak awal, tujuan dari organisasi Budi Utomo yaitu untuk mencerdasakn kehidupan bangsa. Maka dari itu, segala sesuatu yang diperlukan  harus bekerjsama dengan pemerintah.

Budi utomo merupakan organisasi pergerakan nasional yang mampu bertahan lama yaitu dari tahun 1908 – 1926. Dalam kurun waktu tersebut, organisasi ini konsisten bergerak di bidang sosial – budaya dan tidak berubah haluan ke bidang lain termasuk politik.

Budi Utomo mengubah langkah perjuangan ke bidang politik setelah Dr. Soetomo kembali dari Belanda dan mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Hal tersebut dikarenakan kedua organisasi ini awal mulanya didirkan oleh Dr. Soetomo.

Semasa di Belanda, Dr. Soetomo mendapatkan pengalaman memimpin Perhimbunan Indonesia yang bergerak di bidang politik. Maka dari itu, perpindahan Budi Utomo ke bidang politik bukanlah hal yang sulit. Perubahan haluan pergerakan ini juga didukung dengan seringnya musyarawah antar partai besar tentang memelihara keutuhan tenaga yang bergerak secara kooperasi.

Maka dari itu, pada Kongres Budi Utomo tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo, terjadi penggabungan antara PBI dengan Budi Utomo dalam satu nama “Partai Indonesia Raya (PARINDRA).

Baca Juga

Pegerakan nasional yang muncul di Indonesia sejatinya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan luar. Pengaruh dari dalam merupakan pengaruh langsung yang diwakili oleh kaum intelektual dan terpelajar.

Kelahiran Budi Utomo membawa dampak yang sangat luas. Organsasi ini bergerak di bidang pendidikan yang kemudian menjadi pelopor kesadaran masyarakat dalam merintis perkembangan yang harmonis bagi negeri dan bangsa Hindia Belanda.

Budi Utomo juga memberikan penekanan pada pendidikan karena bidang ini merupakan alat penting untuk memajukan suatu bangsa. Budi Utomo juga meminta kepada pemerintah Hindia Belanda agar bisa memberikan bea siswa agar bisa belajar ke negeri Belanda.

Hubungannya adalah dengan dilaksanakannya Politik Etis di Indonesia, menyebabkan munculnya golongan terpelajar yang menerima pendidikan modern, yang kemudian memimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Para tokoh seperti HOS Cokroaminoto, Cipto Mangunkusumo, dan Ir Sukarno ini mendapatkan pendidikan modern hasil Politik Etis dan menggunakannya untuk memimpin perjuangan yang berupaya memerdekakan Indonesia.

Pembahasan:

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang berpendapat bahwa Belanda harus bertanggung jawab bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik dan reaksi terhadap politik tanam paksa.

Dalam Politik Etis ini Belanda memperkenalkan pendidikan modern untuk orang Indonesia sebagai kompensasi atas keuntungan yang didapat Belanda selama Tanam Paksa.

Politik Etis tak lain adalah dampak dari Politik Tanam Paksa dan Politik Liberal di Hindia Belanda pada abad ke 19. Dalam masa ini penjajah Belanda membangun perkebunan-perkebunan untuk menghasilkan tanaman ekspor dan memaksa penduduk Indonesia sebagai pekerja.

Meski keuntungan yang didapat pengusaha Belanda besar, penduduk adli Indonesia harus menderita karena harus bekerja dengan gaji kecil dan kondisi berat. Kondisi memprihatinkan ini akhirnya mencuat setelah ditulis oleh penulis Multatuli (nama asli Eduard Douwes Dekker) dalam novelnya “Max Havelaar”, yang bercerita tentang penderitaan pekerja pribumi di perkebunan kopi milik pengusaha Belanda.

Akibat tulisan ini, disertai dengan aktivisme di Belanda dari Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus), maka pemerintah Belanda menjalankan politik Etis atau Politik Balas Budi yang berusaha meningkatkan pendidikan dan kondisi kehidupan penduduk asli Hindia Belanda.  

Politik Etis ini melahirkan golongan terpelajar yang kemudian menjadi pendorong Kebangkitan Nasional Indonesia. Mereka inilah yang kemudian menjadi penggerak kebangkitan nasional yang kemudian menghasilkan kemerdekaan Indonesia.  

Para tokoh ini misalnya adalah HOS Cokroaminoto (lulusan OSVIA, sekolah pegawai neger) Dr Soetomo, Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan Dr Cipto Mangunkusumo yang merupakan lulusan STOVIA (Sekolah Kedokteran di Batavia) dan Ir Sukarno yang merupakan lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng (Sekolah Teknik Bandung, sekarang ITB).

Para lulusan sekolah dengan pendidikan modern ini memimpin pergerakan kemerdekaan, mulai dari pendirian organiasi pertama seperti Sarekat Islam, Budi Utomo dan Indische Partij. Kemudian tahap berikutnya adalah persatuan organisasi pergerakan dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928, hingga berpuncak pada kemerdekaan Indonesia.

Kebangkitan nasional dan pergerakan kemerdekaan ini tidak akan mungkin tanpa adanya para tokoh dari golongan terpelajar yang visioner dan memiliki kemampuan yang handal, sebagai hasil pendidikan modern. Dan pendidikan ini adalah hasil yang didapatkan dari Politik Etis ini.

Pelajari lebih lanjut peran Politik Etis sebagai pintu pembuka dalam membangun kesadaran persatuan bangsa di: brainly.co.id/tugas/13259112

Pelajari lebih lanjut program Trilogi Van Deventer di: brainly.co.id/tugas/1541251

Pelajari lebih lanjut kebijakan Politik Etis di: brainly.co.id/tugas/2213472

-------------------------------------------------------------------------------------

Detail Jawaban:

Kode:  11.3.3  

Kelas: XI  

Mata Pelajaran: Sejarah      

Materi: Bab 3 - Perjuangan Nasional di Indonesia

Kata Kunci: Politik Etis dan Golongan Terpelajar

Artikel ini menjelaskan tentang latar belakang munculnya politik etis dan juga faktor-faktor tumbuhnya kesadaran kebangsaan Indonesia

--

Sebelum kita masuk ke pembahasan faktor-faktor yang membuat tumbuhnya kesadaran kebangsaan masyarakat Indonesia, kita coba bahas sedikit nih tentang golongan elit baru di Indonesia. Golongan elit baru di Indonesia nggak tiba-tiba aja muncul tanpa angin tanpa ujan. Tapi, golongan itu muncul setelah lahirnya kebijakan politik etis di Belanda.

Nah, kebijakan politik etis lahir setelah sistem tanam paksa di Hindia Belanda dikritik oleh C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum Belanda dan kemudian menjadi tokoh politik etis. Politik etis atau politik balas budi merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera.

C. Th. van Deventer. Sumber: resources.huygens.knaw.nl

Sebenarnya, banyak pihak yang menghubungkan kebijakan politik etis ini dengan tulisan-tulisan dan pemikiran van Deventer, salah satunya pada tulisan yang berjudul Een Eereschuld (Hutang Kehormatan) dimuat dalam harian De Gids tahun 1899.

Kritikan tersebut berisi perlunya pemerintah Belanda membayar utang budi dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius dari pemerintah kolonial Belanda dan membuat Ratu Wilhelmina memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan, yang dikenal dengan politik etis. Kemudian terangkum dalam program Trias van Deventer.

Ratu Wilhelmina. Sumber: Republika

Kebijakan politik etis serta program Trias van Deventer diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W.F. Idenburg (1909-1916).

Irigasi diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang pangan. Emigrasi dilakukan demi mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan di wilayah Sumatera. Sedangkan pendidikan atau edukasi dilaksanakan untuk menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan negara.

Edukasi menjadi program paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Penerapan program edukasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan pendidikan gaya Barat.

Pendidikan gaya barat tersebut diterapkan di beberapa sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda antara lain:

Melalui sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan gaya barat tersebut, lahirlah golongan baru dalam masyarakat Hindia Belanda yang disebut golongan elite baru. Golongan elite baru disebut juga sebagai golongan priyayi. Golongan priyayi tersebut banyak yang berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan aparatur pemerintahan.

Mereka memiliki pikiran yang maju serta semakin sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, golongan elite baru berhasil mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan penindasan pemerintah kolonial, dari yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Inilah titik di mana masa pergerakan nasional dimulai.

Kesadaran awal kebangsaan di antara kalangan bumiputera ini terjadi di awal abad 20 Squad. Tentunya hal itu nggak terjadi begitu saja dong. Ada beberapa faktor yang membuat kesadaran itu muncul.


Faktor-faktor yang ada di info grafis itu, berpengaruh besar dalam merubah karakteristik bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Saat itu, pada abad 20. Lalu, seperti apa sih corak perjuangan bangsa Indonesia ketika menghadapi penjajahan di masa itu?

Baca Juga: 7 Strategi Perlawanan Indonesia terhadap Belanda Sampai Awal Abad 20

Nah, beberapanya bisa kamu lihat pada poin-poin di bawah ini Squad.

  • Dipimpin dan digerakkan oleh kaum terpelajar. Kaum terpelajar mendorong perjuangan melawan penjajahan barat melalui pendirian organisasi-organisasi pergerakan.
  • Bersifat nasional dan sudah ada persatuan antara daerah. Perjuangan yang dilakukan melalui organisasi berhasil menyatukan masyarakat Hindia Belanda yang terdiri dari beragam suku. Selain itu persamaan nasib membuat munculnya persatuan nasional di masa ini.
  • Melakukan perlawanan secara pemikiran. Perjuangan melalui pemikiran muncul karena masyarakat bumiputera sadar bahwa kekuatan persenjataan tidak mampu mengalahkan pemerintah Hindia Belanda. Alhasil perjuangan beralih melalui pemikiran yang muncul dalam berbagai cara, mulai dari kampanye lewat pers, rapat akbar, tulisan, hingga menolak bekerja sama dengan pemerintah kolonial.
  • Terorganisir dan ada kaderisasi yang jelas. Perjuangan melalui organisasi berhasil menciptakan kaderisasi anggota. Melalui kaderisasi anggota, faktor kepemimpinan dalam perjuangan tidak lagi terfokus pada pemimpin yang kharismatik, karena akan selalu muncul pemimpin dari kaderisasi yang dilakukan oleh organisasi.
  • Memiliki visi yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan masyarakat bumiputera di masa ini memiliki tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka.

Wah keren ya, kaum-kaum terpelajar waktu itu bisa menjadi pemimpin dan penggerak perlawanan masyarakat terhadap penjajahan. Nah kalau kamu gimana nih sebagai kaum terpelajar? Udah ngelakuin apa buat bangsa kita ini? Pastinya pengen dong jadi pemimpin dan penggerak.

Menjadi penggerak dan pemimpin itu enggak harus berperang kok. Misalnya aja kamu berhasil menggerakkan teman-teman kamu untuk buang sampah pada tempatnya. Dengan begitu, berarti kamu sudah memperjuangkan negara kita ini menjadi calon negara terbersih dikemudian hari. 

Selain itu, pastinya kamu juga harus terus belajar, belajar apapun yang kamu senangi. Kalau kamu kesulitan memahami materi di sekolah, kamu bisa nih belajar menggunakan ruangbelajar. Kamu bisa menonton video belajar dengan animasi, bisa latihan soal, bisa juga lihat-lihat rangkuman. Pokoknya lengkap deh!

Referensi:

Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Sumber Foto:

Foto 'C. Th. van Deventer.' [Daring] Tautan: //resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn1/deventer

Foto 'Ratu Wilhemnia' [Daring] Tautan: //republika.co.id/berita/p07kvn282/politik-etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi

Foto 'Alexander WF Idenburg' [Daring] Tautan: //geheugen.delpher.nl/nl/geheugen/view?coll=ngvn&identifier=SFA03%3ASFA002007959

(Artikel terakhir diperbarui pada 18 November 2020)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA