Apakah hubungan antara pengeboman Nagasaki dan Hiroshima dengan kemerdekaan Indonesia?

URBANBANDUNG – Proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945. Selain diraih dengan perjuangan bangsa Indonesia, proklamasi kemerdekaan Indonesia juga dapat terlaksana akibat adanya faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal yang dimaksud adalah terjadinya peristiwa pengeboman dua kota Jepang yaitu Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat pada 6 dan 9 Agustus 1945.

Sebelum memasuki lebih dalam, kalian tau tidak apa itu peristiwa Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki? Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki adalah peristiwa pengeboman yang dilakukan oleh Amerika Serikat (Sekutu) atas serangan balasan yang pernah dilakukan Jepang pada peristiwa Pearl Harbour (Angkatan Laut AS di Hawaii) di Perang Dunia II. Ketika AS sedang membenahi angkatan lautnya, Jepang menjadi leluasa menguasai wilayah Asia Pasifik, dimana Asia Pasifik adalah  salah satu medan (front) dalam Perang Dunia II.

Setelah aksi Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki balasan AS terhadap Jepang itu terjadi, 2 kota penting bagi Jepang tersebut luluh lantak dan Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu, hal itu mengakibatkan Jepang harus melepaskan wilayah jajahannya salah satunya bangsa Indonesia.

Baca Juga: 6 Agustus Hari Peringatan Bom Nagasaki dan Hirosima

Kabar pengeboman Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki menyebar luas lewat radio-radio berita. Para pemimpin pergerakan Indonesia pun langsung mengelola informasi ini dan membagikannya ke para aktivis lain.

Kala itu, tepatnya pada 12 Agustus 1945 lalu, kaisar Jepang Hirohito mengumumkan secara terbuka untuk menyerah. Dan ia mengatakan, musuh memiliki senjata yang mematikan untuk membunuh banyak korban-korban yang tak bersalah.

Bila perang dilanjutkan, Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki akan menyebabkan kehancuran di seluruh Jepang dan kemusnahan umat-umat manusia.

Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki yang dijatuhkan sekutu memiliki dampak terhadap bangsa Indonesia, yaitu Jepang secara tidak langsung juga memberi jalan kemerdekaan untuk bangsa Indonesia. Proklamasi yang sudah disiapkan sebelumnya menjadi bisa digelar lebih cepat.

Akhirnya pun, kemerdekaan Indonesia pun diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Meski ada perdebatan dan perbedaan pandangan pada persiapannya, semua bisa diselesaikan. Kekhawatiran bahwa Jepang akan menyerang Indonesia setelah proklamasi sempat muncul. Namun ternyata itu tidak terjadi.***

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta BPUPKI Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Awan yang terbentuk jamur akibat ledakan bom atom di Hiroshima pada 1945 (Foto: osti.gov)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 9 Agustus 1945, bom atom menewaskan 70 ribu orang dan mencederai puluhan ribu warga Nagasaki, Jepang. Sebuah pukulan telak bagi Jepang, setelah pada 6 Agustus 1945, bom atom juga menewaskan puluhan ribu orang di Hiroshima.

Dua kota bersebut jadi target sekutu karena merupakan pusat industri di Negeri Matahari Terbit.

'Little Boy' adalah nama bom atom yang dijatuhkan di Hirosima, sedangkan yang di Nagasaki dinamakan 'Fat Man'.

Peristiwa itu sekaligus mengakhiri Perang Dunia II. Jepang menyerah kepada sekutu pada 16 Agustus 1945.

Indonesia menjadi negara pertama yang langsung memanfaatkan kekalahan Jepang dengan memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Pada saat Hiroshima dibom atom, dua tokoh pergerakan Indonesia, Sukarno dan Muhammad Hatta, sedang sibuk dalam sidang Badan Persiapan Usaha Penyidik Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang kemudian diubah menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Sementara, pada saat Nagasaki dibom atom, pada 9 Agustus 1945 dua tokoh pergerakan Indonesia itu bersama mantan Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat sedang melakukan perjalanan rahasia ke Dalat, Saigon, Vietnam. Mereka akan menemui Panglima Angkatan Darat Jepang wilayah Asia Tenggara, Jenderal Terauchi. 

Sukarno, Bung Hatta dan Radjiman harus menempuh perjalanan berbahaya untuk menemui Jenderal Terauchi.

Mereka diantar Letnan Kolonel Nomura dan Miyosi sebagai penerjemah dengan 20-an perwira Jepang yang lain.

Penerbangan ini harus dirahasiakan bahkan kepada keluarga terdekat sekalipun.

Pesawat terbang yang mereka tumpangi sewaktu-waktu bisa disergap dan ditembak oleh pesawat pemburu Sekutu yang pada saat itu sudah menguasai wilayah Burma dan sebagian dari Semenanjung Malaya.

Jenderal Terauchi mengundang Sukarno, Hatta dan Radjiman ke Vietnam karena Jepang ingin meyakinkan mendukung penuh keinginan bangsa Indonesia untuk merdeka. Pertemuan itu, untuk membahas rencana penyerahan kemerdekaan. Di situ pemerintah Jepang menjanjikan memberi kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus 1945.

"Kapan pun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan boleh dinyatakan." Itulah yang diucapkan Jenderal Terauchi pada pertemuan tersebut. Meskipun demikian, Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Jenderal Terauchi juga mengatakan pelaksanaan kemerdekaan dapat dilakukan secara berangsur-angsur dari Pulau Jawa, baru disusul pulau lainnya.

Selain itu, Jenderal Terauchi menyerahkan wilayah Indonesia yang akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.

Bung Karno sempat menanyakan, "Apakah sudah boleh bekerja sekitar 25 Agustus 1945?" Dengan santai, Jenderal Terauchi menjawab, "Silakan saja, terserah tuan-tuan."

Pada akhir pertemuan itu, Terauchi mengucapkan selamat kepada tiga tokoh pergerakan Indonesia itu. Pertemuan itu diakhiri jamuan minum teh.

Bagaimana situasi Indonesia menjelang Proklamasi Kemerdekaan? Apa pelajaran yang bisa kita petik dari para Bapak Bangsa? Simak paparan menarik Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Sejarawan JJ Rizal dalam "Acara Break Out Show: Prokla...

Dalam buku Samudera Merah Putih 19 September 1945, Jilid 1 (1984) karya Lasmidjah Hardi, alasan Presiden Sukarno memilih tanggal 17 Agustus sebagai waktu proklamasi kemerdekaan adalah karena Bung Karno mempercayai mistik. (Dok.Arsip Nasional RI)

Setelah pertemuan itu, ketiganya kembali ke Tanah Air. Sukarno dan Hatta segera mengabarkan hasil pertemuan dengan Terauchi kepada tokoh lain di Indonesia pada 14 Agustus 1945. Dituliskan oleh Aboe Bakar Lubis dalam Kilas-Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi (1992), mereka belum yakin Jepang sudah menyerah kepada Sekutu.

Namun, beberapa tokoh bangsa lainnya, terutama Soetan Sjahrir dan golongan muda, meyakinkan bahwa Jepang sudah terdesak dan hampir dipastikan bakal kalah perang. Sjahrir mendesak agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamirkan. Ia curiga pertemuan di Dalat itu hanyalah tipu muslihat Jepang.

Namun, Sukarno maupun Hatta tetap percaya Jepang belum benar-benar kalah. Kepada Sjahrir, mereka mengatakan bila Jepang ternyata kalah, kemerdekaan Indonesia cepat atau lambat bisa segera diumumkan. Namun, itu membutuhkan persiapan yang matang.

Sukarno dan Hatta berusaha mencari kepastian terkait situasi terkini ke kantor penguasa militer Jepang (Gunseikan) di Koningsplein (Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat). Namun, tidak ada siapapun di kantor itu.

Sukarno dan Hatta, bersama Achmad Soebardjo, bergegas menemui Laksamana Muda Maeda Tadashi, perwira tinggi Angkatan Laut Jepang. Maeda memberikan selamat atas pertemuan di Dalat, tapi ia belum bisa memberikan keterangan yang pasti terkait status dan kondisi Jepang karena masih menunggu konfirmasi dari Tokyo.

Di hari yang sama, kabar kekalahan Jepang terhadap sekutu akhirnya terdengar dari siaran radio. Sukarno dan Hatta masih bersikukuh tidak perlu terburu-buru menyatakan merdeka karena diperlukan proses. Bagi keduanya ihwal kemerdekaan Indonesia apakah hadiah dari Jepang atau tidak, bukan persoalan.

"Soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang toh sudah kalah," ujar Hatta saat itu, dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia: Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia (1975).

"Kini, kita menghadapi Sekutu yang berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi," katanya.

Sukarno dan Hatta menginginkan agar proses persiapan kemerdekaan Indonesia dirancang oleh PPKI, seperti keinginan Terauchi dan Jepang. Mereka juga tidak ingin terjadi bentrokan dengan tentara Jepang jika Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaan.

Namun, Sjahir dan kawan-kawan menolak karena menganggap PPKI hanya merupakan hasil akal-akalan Jepang. Golongan muda juga menegaskan mereka siap menghadapi risiko apapun, termasuk jika harus mengangkat senjata melawan serdadu Dai Nippon.

Pada 15 Agustus 1945, desakan kepada Sukarno dan Hatta untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia semakin menguat. Namun, dwitunggal itu tetap bertahan pada pendirian mereka. Perbedaan kemauan antara dua golongan tersebut kian memanas. Situasi ini menimbulkan apa yang dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Tokoh muda terpaksa menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk meyakinkan keduanya agar tidak terpengaruh oleh siasat licik Jepang. Sukarno-Hatta akhirnya menyerah, dan disusunlah rencana kemerdekaan Indonesia yang kemudian diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA