Apa yang menyebabkan ikan paus bisa berkomunikasi dalam jarak jauh itu

(1)

Dunia ini memang tidak lengkap tanpa kebisingan atau hingar bingar. Bayangkan saja setiap hari kita tidak terlepas dari yang namanya kebisingan bahkan boleh dibilang kita seolah berdamai dengan kebisingan seperti orang tua yang berdamai dengan penyakit tua yang bertubi – tubi menderanya. Berbicara soal kebisingan, tentunya tidak terlepas dari betapa banyaknya sumber - sumber kebisingan baik di darat, laut maupun udara. Wajarlah jika kebisingan atau biasa juga disebut sebagai polusi suara ini menduduki tingkat polusi di dunia kedua setelah polusi udara. Bagaimanapun juga kebisingan sangat – sangat mengganggu. Tidak perlu jauh – jauhlah, terkadang suara berisik saja bisa membuat orang stress. Jika berbicara kebisingan maka imajinasi seseorang pastilah sudah menerka – nerka. Misalnya saja kebisingan karena gemuruh ombak, berisik kendaran, dentuman suara yang memekakkan telinga dan bla bla bla yang masih banyak lagi. Segenap kebisingan tersebut sangatlah mengancam kenyamanan manusia dan mungkin saja hewan yang hidup di darat juga terganggu. Eittss tunggu dulu, ternyata dahsyatnya kebisingna bukan saja membuat puyeng manusia, hewan – hewan di laut juga terkena dampak buruknya. Mungkin jika mereka bisa bicara, hewan – hewan laut akan berteriak pada manusia “Hi man,,,,,,,Stop The Noise….U make me crazy everyday”.

Nah sekarang mari kita tengok seberapa keren kebisingan itu berdampak pada hewan – hewan laut. Suara di bawah air sangat dibutuhkan oleh hewan – hewan laut. Suara membantu hewan laut untuk bernavigasi, melacak jikalau ada predator dan mangsa, dan merupakan alat untuk berkomunikasi dengan hewan lain dari komunitas yang sama. Demikian pula manusia menggunakan suara dalam laut untuk menjelajahi dunia bawah laut, survey geologi dan bahkan untuk menemukan lading minyak dan gas. Nah ini baru sekelumit kegunaan suara di laut, masih banyak lagi fungsi yang lainnya.

Bagaimana hewan laut berkomunikasi di dalam laut????

Cahaya matahari yang tidak mampu menembus air laut untuk kedalaman tertentu membuat jarak pandang hewan semakin kecil. Hal ini menyulitkan hewan laut

(2)

dalam beraktivitas. Karena gangguan pandangan inil;ah hewan laut untuk mendeteksi keadaan di sekitarnya memanfaatkan pendengarannya dengan menangkap suara yang ada di sekitarnya. Hewan laut telah berevolusi berbagai cara untuk mendeteksi dan membuat suara dalam air. Kebanyakan ikan, selain dari hiu dan ikan pari, memiliki sel rambut sensori melapisi rongga kecil di telinga yang dipenuhi dengan cairan kental. Melekat pada rambut (secara teknis dikenal sebagai stereocilia) dan tersuspensi dalam cairan telinga masing-masing disebut sebagai otolith.

Otoliths, atau "earstones", ditemukan di kepala semua ikan selain hiu, pari dan lamprey.berbentuk batu-batu putih mutiara yang berukuran sebesar kacang polong, dan dapat ditemukan di tengkorak ikan tepat di bawah bagian belakang otak. Otolith tidak melekat pada tengkorak, melainkan "mengambang" di bawah otak bagian dalam, lembut , transparan dan berada di saluran telinga bagian dalam. Otolith memiliki bentuk yang sangat berbeda yang merupakan karakteristik dari jenis ikan. Artinya, spesies ikan yang berbeda memiliki bentuk otolit yang berbeda pula. Memang, bentuknya sangat khas sehingga para biolog dapat menggunakan otoliths pulih dari perut segel dan burung dan kotoran untuk menentukan jenis ikan yang mereka makan. Bahkan ukuran otolith dapat digunakan untuk menunjukkan ukuran ikan yang dimakan.

Metode lain menggunakan kantong udara tertutup: baik paru-paru mamalia seperti lumba-lumba dan ikan paus atau berenang kandung kemih pada ikan. Udara di dalam berenang kandung kemih mudah dikompresi dengan gelombang tekanan suara, yang dikonversi ke getaran, memungkinkan ikan untuk mendeteksi suara serta getaran. Sensitivitas ikan terhadap kebisingan dan getaran berbeda, tergantung pada kedekatan berenang kandung kemih ke telinga bagian dalam spesies yang berbeda.

Beberapa ikan memiliki garis lateral pori-pori yang terbuka untuk saluran sepanjang tubuh. Saluran ini berisi struktur yang disebut neuromasts yang mendeteksi gelombang suara. Gerakan air karena suara menyebabkan bulu – bulu lembut ikan bergerak dan dan sel pendukung mengirimkan pesan untuk menghubungkan ke sel-sel saraf.

(3)

Bagaimana hewan membuat suara di bawah air

Crustacea seperti kepiting dan udang yang memiliki exoskeleton yang membuat suara dengan saling menekan atau mengikis salah satu bagian dari tubuh mereka untuk membuatnya bergetar, mirip dengan cara membuat suara serangga. Getaran yang ditimbulkan menimbulkan serangkaian pulsa suara yang tajam yang dapat didengar dari jarak jauh. Begitu banyak makhluk-makhluk kecil seperti ini yang melatar belakangi kebisingan di laut. Lain lagi dengan ikan paus dan lumba – lumba yang termasuk mamalia laut. Hewan ini menghasilkan suara dengan memindahkan udara dari satu rongga tubuh lain melalui semacam katup dengan getaran bibir.

Beberapa hewan seperti paus dan lumba-lumba telah berevolusi untuk menggunakan sonar (Sound Navigation and Ranging) atau echolocation untuk menghasilkan dan mendeteksi suara. Cara ini untuk menopang minimnya informasi melalui visual yang tersedia di laut. Binatang itu menghasilkan 'klik' frekuensi tinggi yang sangat singkat dengan melewatkan udara melalui getaran bibir di kepala mereka. Gelombang suara diarahkan maju seperti lampu sonic, yang difokuskan oleh organ di kepala yang mengandung lemak. Suara sebagian dipantulkan oleh benda-benda seperti batu atau ikan, dan kemudian dipindahkan ke gendang telinga melalui rahang mereka yang lebih rendah, yang mencakup wilayah yang penuh dengan lemak. Penundaan waktu untuk perjalanan pulsa hanya sekitar 1,5 milidetik per meter perjalanan, tapi ini dirasa cukup lama bagi hewan untuk menentukan posisi objek. Pengulangan pulsa membantu hewan untuk mengurangi pengaruh kebisingan atau klik dari hewan lain, dan frekuensi yang tepat dari pengembalian klik memberikan informasi mengenai pergerakan objek.

Sonar sangat berguna dalam jarak hingga puluhan meter bahkan lebih tergantung pada ukuran target. Beberapa hewan telah mengembangkan kekuatan sensitive untuk membedakan suara. Lumba-lumba mampu mendeteksi perbedaan antara padatan dan logam yang berongga pada bola bisbol pada jarak 20 meter.

(4)

Kebisingan di laut dapat dihasilkan oleh gelombang pecah, angin, hujan dan dengan jumlah besar Crustacea kecil dan hewan lainnya. Tipe tingkat kebisingan latar adalah sekitar 100 desibel (dB), yang hampir sama dengan energi sebesar 40 dB di udara. Angin dan gelombang dalam badai, dan gemuruh ikan dan invertebrata dapat meningkatkan level kebisingan menjadi sekitar 120 dB.

Diagram di bawah menunjukkan distribusi frekuensi tingkat tekanan untuk sumber suara alami dan buatan di perairan Australia. Angka-angka desibel yang rendah karena menunjukkan tingkat tekanan suara individu hanya satu hertz pada masing-masing frekuensi. Kontribusi dari semua pita frekuensi ini harus ditambahkan bersama-sama untuk mendapatkan tekanan suara total.

Dalam satu meter dari sonar transducer tingkat kekuatan suara dapat setinggi 180 dB, yang sebanding dengan level puncak untuk panggilan hewan. Namun pemancar sonar manusia dapat diatur dalam baris panjang sehingga sinyal dapat dipertahankan pada level tinggi pada jarak yang memungkinkan.

(5)

Panggilan hewan paling keras di laut, seperti anjing laut dan paus, memiliki tingkat setinggi 190 dB pada jarak satu meter, yang sebanding dengan teriakan keras manusia di udara pada jarak yang sama. Beberapa echo - locating bisa mencapai tingkat puncak setinggi 230 dB, meskipun dalam waktu yang sangat singkat.

Suara lain di laut, termasuk gempa bumi bawah laut dan letusan gunung berapi dasar laut bahkan bisa mencapai 240 dB dengan cakupan area yang sangat besar. Apa Dampak penggunaan sonar oleh manusia bagi Hewan Laut??????????? Ternyata Sonar memberi dampak buruk bagi ikan dan hewan laut lainnya, diantaranya: 1. Perubahan tingkah laku

2. Kerusakan sementara bahkan permanen pada system pendengaran 3. Stress sebagai respon hewan laut terhadap kebisingan

Tingkat gangguan akibat kebisingan pada hewan laut tergantung dari frekuensi dan tingkat tekanan udara. Peralatan yang paling beresiko tinggi adalah airgun dan transducer berdaya tinggi dengan sudut berkas yang besar.

Lalu Bagaimana Kita Bisa Mengindikasi Suatu Hewan Laut Kena Dampak Kebisingan?

Tidak selalu mudah untuk mengetahui bahwa hewan laut tertentu terganggu dengan kebisingan . Para ahli Biologi dan para insinyur dari Universitas Rhode Island, USA telah mengembangkan peralatan digital yang mampu menyediakan informasi tentang tingkah laku paus, termasuk seberapa dalam paus mampu berenang, apa yang paus dengar, dan bunyi seperti apa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi. Alat ini memungkinkan melakukan percobaan terkontrol untuk mengobservasi tingkah laku binatang. Ct scan dan penggambaran 3-D juga digunakan untuk mempelajari struktur pendengaran mamalia laut dan bagaimana mamalia ini bisa terluka akibat paparan kebisingan dari suatu sumber.

(6)

Beberapa study kasus memang sudah mengungkap dampak buruk penggunaan SONAR untuk tujuan penelitian, khususnya untuk perairan tenang seperti Samudra Antartika. Pedoman Internasional telah mengembangkan penggunaan sonar yang benar terutama untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya perusakan dan kebingungan pada hewan laut.

Strateginya dengan memberikan batas minimal level energi yang diperbolehkan, menyediakan rute pelarian diri untuk hewan yang berada di area tersebut, dan penggunaan minimal pada waktu tertentu saat hewan lebih sensitif terhadap gangguan, seperti misalnya saat hewan laut beranak atau dalam masa perkawinan. Rincian catatan peneliti dari kegiatan akustik harus dilampirkan sampai kita mengetahui lebih dan lebih mengenai dampak penggunaan bunyi pada kehidupan di laut.

Sumber:

http://www.unep.org

http://www.ecosmagazine.com http://see-the-sea.org