Apa yang mempengaruhi perkembangan mental seorang anak laki-laki

SURABAYA, FaktualNews.co – Hidup di lingkungan yang ramah dapat memperkuat pola asuh serta mendukung perkembangan anak dengan baik.

Demikian garis besar temuan yang dilaporkan dalam The Origins of You, berdasarkan penelitian longitudinal metodis yang melibatkan lebih dari empat ribu keluarga.

Terkait dengan temuan itu Dona Matthews di laman Psychology Today menulis, lingkungan dapat membantu meningkatkan ketahanan anak atau remaja, dan mengurangi kemungkinan anak muda terlibat dalam tindakan yang melukai diri sendiri, agresif, atau antisosial.

Salah satu mekanismenya adalah sejauh mana suatu lingkungan bertindak untuk mendukung atau merusak pola asuh yang efektif.

Dia menyatakan, Jay Belsky, Avshalom Caspi, Terrie E. Moffitt, dan Richie Poulton menemukan bahwa faktor terbesar dalam memprediksi agresi dan perilaku antisosial di masa kanak-kanak dan remaja adalah tingkat kemiskinan dan kekurangan, di satu sisi, dan kehangatan dan struktur orang tua, di sisi lain.

Anak laki-laki yang tumbuh di komunitas yang kurang mampu secara ekonomi lebih cenderung menjadi agresif dan anti-sosial, tetapi itu lebih kecil kemungkinannya terjadi ketika orang tua mereka memberikan kehangatan dan pengawasan, yang lebih mungkin terjadi dalam komunitas yang ramah dan terhubung.

Bagaimanapun, memperkuat hubungan sosial di lingkungan yang baik adalah cara terbaik untuk meningkatkan peluang anak tumbuh menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia.

Belsky dan rekannya menjelaskan pentingnya kepedulian kolektif dalam The Origins of You. Mereka mendefinisikannya sebagai “kombinasi dari kontrol sosial informal dan kohesi sosial, dan dengan demikian kemauan anggota komunitas untuk saling memperhatikan dan campur tangan ketika muncul masalah, terutama atas nama pemuda komunitas.”

Mereka mendeskripsikan penelitian di Chicago yang menunjukkan kepedulian kolektif yang kurang di beberapa gedung mewah mewah, tetapi menjadi kuat di beberapa lingkungan Afrika-Amerika termiskin, terutama yang dipimpin oleh gereja yang kuat.

Dalam menilai kepedulian kolektif, mereka mencari jawaban apakah tetangga dapat diandalkan untuk campur tangan ketika anak-anak berperilaku tidak baik (misalnya, bolos sekolah, menyemprot grafiti, tidak menghormati orang dewasa). Mereka bertanya apakah orang melihat tetangga mereka sebagai orang yang dapat dipercaya dan berbagi nilai-nilai mereka.

Belsky dan rekannya menemukan bahwa di mana ada rasa kepedulian kolektif yang lebih besar di lingkungan itu, anak kecil cenderung berperilaku antisosial. Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan perilaku antisosial yang lebih tajam dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang akrab satu sama lain.

Mereka menyimpulkan bahwa pola asuh yang suportif menjadi faktor pelindung bagi anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang beruntung, dan bahwa kepedulian kolektif berfungsi sebagai faktor pelindung untuk pola asuh yang suportif.

KOMPAS.com - Testosteron merupakan hormon seks pria yang paling penting. Kekurangan atau ketidakseimbangan hormon ini bisa memengaruhi perkembangan seksual serta kesuburan. Salah satu penyakit yang diacu sebagai kekurangan testosteron pada anak laki-laki adalah hipogonadisme.

Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan hormon. Hipogonadisme dijumpai jika didapatkan konsentrasi hormon testosteron rendah dan bisa terjadi di segala usia, bahkan sebelum kelahiran.

Hipogonadisme pada usia pubertas bisa mengganggu perkembangan berbagai karakter seksual sekunder.  Menurut Dr.Em Yunir, Sp.PD-KEMD, konsultan endokrin metabolik, FKUI/RSCM, ada beberapa ciri hipogonadisme yang patut dicurigai pada anak yang sedang dalam usia pubertas.

Ciri tersebut antara lain belum terlihat tumbuhnya kumis atau rambut halus, penis tidak berkembang, suara tidak pecah, dan penampakan wajah masih seperti anak-anak atau babby face.

"Untuk memastikannya, kita harus yakinkan apakah hormon testosteron di dalam darahnya rendah atau tidak," ujarnya, saat acara seminar media, Jumat, (15/6/2012).

Berdasarkan waktu kejadiannya, kata Yunir, hipogonadisme dapat dijumpai sejak masa pertumbuhan di dalam kandungan, masa kanak-kanak (pra pubertas),  dan usia dewasa, sehingga menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda-beda.

Jika terjadi pada masa pertumbuhan dalam kandungan, maka hipogonadisme akan mengganggu perkembangan pembentukan organ seks. Sedangkan jika terjadi pada masa prapubertas, akan mengganggu tanda-tanda seksual sekunder seperti bentuk tubuh, perkembangan penis, otot, kematangan suara, dan rambut.

"Orangtua harus waspada akan kelainan yang mungkin terjadi selama masa tumbuh kembang dan mengkonsultasikan jika terdapat kecurigaan," jelasnya.

Sementara pada pria dewasa dengan hipogonadisme, keluhan yang sering dirasakan biasanya berupa penurunan libido, disfungsi ereksi, penurunan masa otot dan gangguan mood yang disertai penurunan kadar hormon testosteron. Kadar testosteron total dibawah 230 mg/dl merupakan batas untuk memberikan substitusi testosteron.

"Pada anak laki-laki, terapi pengganti testosteron (TRT) mampu merangsang pubertas dan perkembangan karakteristik seks sekunder," ungkapnya.

Hipogonadisme tidak hanya disebabkan oleh penyakit di otak atau pada testis, tetapi juga dapat terjadi akibat penyakit-penyakit kronis tertentu seperti obesitas, sindrom metabolik, hipertensi dan diabetes tipe 2. Tidak ada risiko peningkatan kematian pada pasien dengan hipogonadisme, namun masalah yang lebih sering dialami biasanya infertil dan osteoporosis.

Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat bisa membantu mencegah keterlambatan pubertas pada anak laki-laki.  

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Halodoc, Jakarta – Selain kesehatan fisik anak, kesehatan mental anak juga perlu diperhatikan orangtua. Apalagi nyatanya cukup banyak masalah perkembangan mental anak di Indonesia. Sebaiknya, orangtua jangan mengabaikan perubahan yang terjadi pada anak. Apalagi jika sudah menunjukan gejala-gejala awal tanda gangguan kesehatan mental pada anak.

Menilai kesehatan anak bukan hanya dilihat dari kondisi kesehatan fisiknya saja, melainkan juga dari tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Dengan mental yang sehat, anak akan berkembang dan tumbuh dengan baik. Hal ini juga akan memengaruhi perkembangan perilaku anak hingga dewasa nanti.

Ada banyak hal yang bisa memengaruhi kondisi kesehatan mental seorang anak. Faktor kesehatan, riwayat genetik, penggunaan obat dalam durasi yang cukup panjang, masalah saat kehamilan, dan bahkan lingkungan sekitar, seperti keluarga atau tempat bermain pun bisa menyebabkan penyakit gangguan mental.

Tidak ada salahnya, orangtua memahami apa saja jenis dari gangguan kesehatan mental pada anak yang dapat dialami.

1. Gangguan Cemas (Ansietas)

Perhatikan aktivitas anak sehari-hari. Memiliki rasa cemas sebenarnya adalah hal yang wajar ditimbulkan oleh anak-anak. Namun, sebaiknya ibu perlu memberikan perhatian jika anak memiliki rasa cemas dengan berlebihan. Tidak hanya membuat kegiatan dan aktivitas anak sehari-hari terganggu. Nyatanya, memiliki rasa cemas berlebihan pada diri anak juga bisa mengganggu perkembangannya. Jika dalam setiap kegiatan perasaan cemas selalu merundung anak, tentu anak tidak akan bisa berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu. Sebaiknya, ibu mencari tahu apa yang menyebabkan anak memiliki perasaan cemas yang sangat berlebihan. Tidak ada salahnya mendampingi anak hingga anak merasa tenang.

2. Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar pada anak adalah salah satu penyakit mental yang berhubungan dengan adanya faktor kelainan otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahaan mood dan pergeseran yang tidak lazim di tingkat energi dan aktivitas yang dilakukan anak. Anak-anak yang mengalami bipolar bisa mengalami episode mania atau episode depresi. Saat anak mengalami episode mania, maka anak akan terlihat memiliki banyak energi dan akan lebih aktif dari biasanya. Kemudian, ada episode depresi yang akan membuat anak terlihat selalu tidak bersemangat dan membuat anak merasa sangat terpuruk pada apapun yang sedang dikerjakan. Gangguan bipolar pada anak tidak dapat disembuhkan, tetapi ibu bisa membantu anak untuk belajar mengatur perubahan mood-nya dengan baik.

3. Central Auditory Processing Disorder (CAPD)

Central auditory processing disorder (CAPD) atau dikenal juga dengan istilah gangguan proses auditori adalah salah satu jenis gangguan mental pada anak yang dapat mengganggu perkembangan. Akan tetapi tidak hanya pada anak saja, CAPD dapat dialami oleh semua usia yang dimulai sejak perkembangan masa anak-anak. CAPD adalah masalah pada pendengaran yang timbul saat otak tidak bekerja secara optimal. Biasanya, anak yang mengalami CAPD akan kesulitan untuk merespon suara, menikmati musik, memahami percakapan, membaca, serta mengeja.

4. Gangguan Spektrum Autisme (GSA)

Gangguan Spektrum Autisme adalah salah satu gangguan mental pada anak karena terjadinya kelainan otak yang dapat berdampak ke kemampuan komunikasi dan interaksi sosial. Biasanya, anak-anak yang menderita GSA akan terlihat hidup dengan dunia dan imajinasinya sendiri. Mereka tidak mampu menghubungkan emosial mereka dengan lingkungan di sekitarnya.

Beberapa terapi bisa digunakan untuk membuat Si Kecil bisa lebih mengatur setiap perubahan mood yang terjadi dalam dirinya. Ibu juga bisa gunakan aplikasi Halodoc untuk bertanya langsung ke dokter mengenai penanganan gangguan mental pada anak. Yuk download aplikasi Halodoc sekarang juga melalui App Store atau Google Play!

Baca juga: