Apa yang dimaksud tanam paksa

Senin, 11 Jul 2022 11:30 WIB

Bagikan :  

Apa yang dimaksud tanam paksa
Sistem tanam paksa Belanda dianggap sebagai aturan yang paling kejam dan menyiksa masyarakat di masa penjajahan kala itu. (Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen via Wikimedia)

Jakarta, CNN Indonesia --

Sistem tanam paksa Belanda atau cultuurstelsel merupakan aturan yang diterapkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch di masa penjajahan pemerintah kolonial pada 1830.

Sistem ini mewajibkan masyarakat Indonesia untuk memberikan tanah garapannya seluas seperlima atau 20 persen dari luas total untuk ditanami komoditas ekspor, seperti teh, kopi, dan kakao. 

Hasil panen tersebut wajib dijual ke pemerintah Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan.

Jika ada masyarakat yang tidak punya tanah garapan, maka ia harus bekerja di kebun milik pemerintah Belanda selama seperlima tahun atau sekitar 66 hari. Hal ini sebagai 'pajak' karena tidak menyetor hasil panen kepada pemerintah kolonial.

Aturan Sistem Tanam Paksa Belanda

Apa yang dimaksud tanam paksa
Di masa penjajahan, bangsa Indonesia menjadi korban kerja paksa akibat pemberlakuan sistem tanam paksa Belanda. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Pemerintah Belanda menetapkan aturan di sistem tanam paksa Belanda kepada masyarakat Indonesia. Berikut isinya:

  1. Tuntutan kepada setiap rakyat pribumi agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20 persen atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan
  2. Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak
  3. Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
  4. Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih tiga bulan
  5. Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
  6. Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung pemerintah Belanda
  7. Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.

Sayangnya, sistem tanam paksa Belanda itu rupanya dilanggar sendiri oleh pemerintah kolonial. Pada praktiknya, seluruh tanah garapan masyarakat rupanya harus ditanam komoditas ekspor.

Hasil panennya kemudian diserahkan ke pemerintah Belanda untuk mereka ekspor ke luar negeri, sehingga menguntungkan para penjajah. Sementara masyarakat yang tak punya tanah garapan, nyatanya harus bekerja setahun penuh di kebun milik pemerintah Belanda.

Periode Paling Kejam di Masa Penjajahan Belanda

Para sejarawan menilai sistem tanam paksa Belanda merupakan aturan yang paling kejam dan menyiksa masyarakat. Bahkan, lebih dari sistem monopoli perusahaan Hindia Timur (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC).

Pasalnya, pada sistem monopoli VOC, pemerintah Belanda hanya mewajibkan masyarakat menjual komoditas tertentu kepada mereka.

Sedangkan sistem tanam paksa mewajibkan masyarakat menanam komoditas tertentu dan menjual seluruh hasilnya ke Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan.

Artinya, tidak ada celah bagi masyarakat Indonesia untuk mendulang untung dari bisnis pertanian mereka dengan Belanda. Maka tak heran, Belanda justru mendapat pemasukan yang besar selama masa penjajahan di Nusantara.

Mirisnya, sistem tanam paksa Belanda ini justru membuat si penggagas, Johannes van den Bosch, mendapat penghargaan berupa gelar Graaf dari Raja Belanda pada 25 Desember 1839. Penghargaan diberikan karena ia membuat Belanda makmur.

Akhir Sistem Tanam Paksa Belanda

Sistem tanam paksa Belanda berakhir di Indonesia pada 1870 setelah mendapat protes dari menteri jajahan Belanda Engelbertus de Waal. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda menilai sistem tanam paksa merugikan masyarakat Indonesia.

Padahal, menurutnya, masyarakat layak mendapat keuntungan ekonomi dari tanah garapannya. Akhirnya, terbitlah Undang-Undang (UU) Agraria 1870.

Dengan UU Agraria ini, masyarakat yang punya tanah akan dicatatkan kepemilikannya. Hal ini memberi perlindungan kepada petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.

Sementara tanah tak bertuan bisa disewakan. Penyewanya bisa dari masyarakat asing, seperti Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, sampai China. Ini menjadi akhir dari sistem tanam paksa Belanda di Tanah Air.

(uli/fef)

Bagikan :  

Apakah yang dimaksud dengan tanam paksa?

Apa itu Tanam Paksa? Tanam Paksa atau cultuurstelsel adalah ide Van den Bosch yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, dan kakao.

Apa yang dimaksud dengan sistem tanam paksa dan sebutkan contohnya?

Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, tebu, teh, dan tarum (nila).

Apa yang dimaksud dengan tanam paksa dan siapa pencetusnya?

Cultuurstelsel (secara harfiah berarti Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa ...

Apa tujuan dari sistem tanam paksa?

Latar belakang sistem tanam paksa Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi perang Diponegoro. Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Kas Negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup banyak.