Apa yang dimaksud dengan konflik pulau Sipadan dan Ligitan?

Sengketa pulau Sipadan dan Ligitan merupakan persoalan konflik yang bermuara dari persengketaan dua negara terhadap suatu wilayah, yang mana klaim terhadap wilayah tersebut dilandasi oleh tujuan memperoleh keuntungan dan penguatan negara melalui penambahan wilayah. Indonesia dan Malaysia menghadapi sengketa wilayah ini selama 33 tahun, yakni sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 2002. Pada Desember 2002, Mahkamah Internasional memutuskan untuk memberikan hak kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang menerapkan pula metode historis dan analisis interpretatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini digunakan alat pengumpulan data dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang terkait dengan pokok permasalahan baik berupa buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya yang dikumpulkan dan diolah berdasarkan klasifikasi masalahnya. Data-data yang mendukung penelitian ini akan dikonseptualisasikan, digeneralisasikan, dan dianalisis dengan menggunakan kerangka pemikiran yang ada. Perundingan bilateral yang ditempuh sebagai upaya penyelesaian melalui jalur politik diplomasi, menjadi tidak efektif ketika Indonesia dan Malaysia memiliki tujuan yang saling bertentangan dan tidak dapat di kompromikan. Ketidakefektifan dan kebuntuan perundingan bilateral ini membuka jalan bagi penyelesaian melalui jalur hukum melalui Mahkamah Internasional. Penyelesaian sengketa ini ke Mahkamah Internasional adalah jalan damai yang ditempuh oleh kedua negara untuk menyelesaikan sengketa mereka yang sudah cukup lama. Keputusan Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia, menggunakan asas effectivitee atau pengelolaan efektif karena sejauh ini sejak Inggris menyerahkan kedua pulau tersebut kepada Malaysia, Malaysia telah membangun mercusuar, memungut pajak penyu, menerbitkan ordonansi perlindungan burung, dan membangun pariwisata Sipadan- Ligitan. Banyaknya wilayah perbatasan yang dimiliki Indonesia, ke depan harus mampu di kelola tidak hanya melalui pendekatan hankam namun juga menggunakan pendekatan pembangunan ekonomi wilayah perbatasan.

The dispute on the Sipadan and Ligitan islands was a conflict derived from adispute between two countries over a terrotiry, in which the claim on the territory was based on the intention of gaining benefits and nation reinforcement through territorial extension. Indonesia and Malaysia faced this territorial dispute for 33 years, since 1969 up to 2002. In December 2002, the International Court decided to give the ownership right of the Sipadan dan Ligitan islands to Malaysia. This is a descriptive qualitative research which also applied historical and interpretative analysis methods. The method of data collection used in this research was the library research method. In this research, the researcher also used equipment for collecting the documentation data by searching for data about items or variables related to the main problems from books, newspapers, magazines and so forth. The data, then, was collected and processed based on the problem classifications. The data that supported the research was conceptualized, generalized and analyzed using the available frameworks. The bilateral negotiation taken as an effort to settle tahun problem through diplomatic course became un-effective when both Indonesia and Malaysia had an opposing intention that could not be compromised. The un-effectiveness and dead lock of the bilateral negotiation had given way to the settlement of the dispute through the law course by the International Court. The settlement was a peace way taken by both countries to solve their long term problem. The International Court decision to win Malaysia was based on the effectivitee principle or effective management because since England handed both islands to Malaysia, Malaysia had built lighthouses, taken the turtle taxes, issued the bird preservation decree, and developed the tourism in Sipadan-Ligitan islands. Indonesia has many territorial borders that, in the future, should be well managed, not only through defense and security approaches but also through those of economics development of the territories.

Kata Kunci : Ketahanan Nasional,Strategi,Sengketa Sipadan dan Ligitan, The dispute on the Sipadan-Ligitan islands, effectivitee prinsiple.

tirto.id - Kasus Sipadan dan Ligitan bermula pada 1969 ketika Indonesia dan Malaysia merundingkan delimitasi batas maritim antara keduanya di Laut Sulawesi. Indonesia dan Malaysia sama-sama mengklaim kedaulatan atas kedua pulau tesebut namun tidak berhasil mencapai kesepakatan final. Kedua negara kemudian bersepakat untuk memberi status quo kepada Sipadan dan Ligitan pada 1969

Indonesia dan Malaysia berusaha menyelesaikan masalah terkait kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan pada t 1988 hingga 1997 melalui perundingan namun gagal mencapai kesepakatan. Negosiasi tersebut berawal dari pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Soeharto dari Indonesia dengan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, di Yogyakarta pada Juni 1998.

Pada 1994, Indonesia dan Malaysia juga sempat mencoba membuat terobosan dengan menetapkan atau menunjuk perwakilan masing-masing untuk negosiasi yang intensif. Indonesia menunjuk Menteri Sekretaris Negara ketika itu, Moerdiono, dan Malaysia menugaskan wakil perdana menterinya yaitu Anwar Ibrahim untuk mewakili Malaysia dalam perundingan.

Kedua perwakilan itu melaksanakan empat pertemuan di Jakarta pada 17 Juli 1995 dan 16 September 1995, lalu di Kuala Lumpur pada 22 September 1995 dan 21 Juli 1996. Setelah melaksanakan perundingan yang intensif dan alot, kedua perwakilan ini tidak melihat titik terang bahwa Indonesia dan Malaysia akan mampu menyelesaikan sengketa kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan melalui jalur perundingan. Akhirnya, Presiden Soeharto dan PM Mahathir Mohammad sepakat menyerahkan proses ajudikasi dengan membawa kasus tersebut ke pihak ketiga.

Malaysia menandatangani kesepakatan khusus untuk membawa kasus Sipadan dan Ligitan ke Mahkamah Internasional. Kasus Sipadan dan Ligitan memakan waktu selama lima tahun dalam penyelesaiannya di Mahkamah Internasional hingga akhirnya Mahkamah Internasional mengumumkan keputusannya pada 17 Desember 2002.

Mahkamah Internasional memastikan bahwa Inggris, selaku penjajah atau pendahulu Malaysia, terbukti telah melakukan penguasaan efektif terhadap kedua pulau tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan penerapan dan pemberlakuan aturan terkait pengumpulan telur penyu dan didirikannya cagar alam untuk perlindungan burung. Mahkamah Internasional juga memutuskan bahwa pembangunan mercusuar oleh Inggris di pulau tersebut dianggap cukup untuk mendukung klaim Malaysia terhadap kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan.

Baca juga artikel terkait PULAU atau tulisan menarik lainnya Suhendra
(tirto.id - dra/nqm)

Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Jonathan Patrick | CNN Indonesia

Sabtu, 16 Nov 2019 19:18 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan konflik antara Indonesia dan Malaysia yang berlangsung selama hampir 40 tahun. Konflik berakhir pada 2002 setelah Pulau Sipadan dan Ligitan diputuskan merupakan bagian dari daerah Negara Malaysia.Muncul narasi bahwa Malaysia merebut kedua pulau tersebut dari Indonesia. Untuk meluruskan hal ini, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial (BIG) Ade Komara mengatakan saat pada 1969, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan bukan merupakan wilayah kedua negara.Untuk menentukan batas negara, Indonesia dan Malaysia sama-sama mengacu pada peta perbatasan telah disepakati sejak zaman penjajahan Belanda-Inggris. Pete tersebut merupakan hasil Konvensi 1891, perjanjian 1915, dan perjanjian 1928. "Dari dokumen para pendahulu kami itu sebenarnya posisi Indonesia dan Malaysia ketika berunding, daerah sana itu tidak masuk ke dua pulau," kata Ade saat konferensi pers di daerah Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/11).Saat kedua negara saling klaim, ternyata ada bukti otentik bahwa Inggris yang pernah menjajah Malaysia telah melakukan pembangunan di Pulau Sipadan dan Ligitan. Oleh karena itu Mahkamah Internasional memberikan Pulau Sipadan-Ligitan untuk Malaysia."Jadi perundingan sebelumnya itu kita bukan kehilangan dua pulau. Tapi kita memang tidak bisa tambah pulau," kata Ade.Dalam kesempatan yang sama, Direktur Topografi TNI AD, Brigjen TNI Asep Edi Rosidin mengatakan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan bukan merupakan perebutan kedua negara. Asep juga tidak sepakat dengan istilah perebutan karena kedua pihak memang belum mendefinisikan batas negara."Sebenarnya bukan sengketa, sebenarnya batas itu belum ada kita sedang mendefinisikan itu. Dengan demarkasi itu itu maka kita akan definisikan jadi kalau setahu saya tidak ada rebut merebut," ucap Asep.

[Gambas:Video CNN]

Asep kemudian mengatakan bahwa Inggris memang telah melakukan budidaya di kedua pulau tersebut. Oleh karena itu, Mahkamah Internasional memutuskan budidaya tersebut merupakan bukti otentik.

"Ternyata yang punya bukti otentik lengkap itu Inggris, jadi Belanda (negara penjajah Indonesia) hanya lewat saja. Kalau Inggris sudah lalukan budidaya di situ jadi Mahkamah Internasional memutuskan berdasarkan bukti otentik itu bahwa Sipadan-Ligitan memang milik mereka," kata dia. (asa/asa)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA