Apa balasan jika kita taat dan patuh kepada orang tua

Apa balasan jika kita taat dan patuh kepada orang tua

A. Pentingnya Hormat dan Patuh kepada Orang Tua

Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam al-Qur’ān yang menyatakan bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati orang tua. Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, al-Qur’ān juga menegaskan kepada umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya.

Sebagai muslim yang baik, tentunya kita memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua kita baik ibu maupun ayah. Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu-bapak. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji.

Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap keinginan dan kegiatannya karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang tua. Orang yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Swt.

Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu. Seperti, mencari ilmu, mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya, yang paling penting adalah meminta restu kedua orang tuanya.

Imam Adz-Dzahabi menjelaskan, bahwa birrul walidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban: 

Pertama : Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat. 

Kedua : Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua. 

Ketiga : Membantu atau menolong orang tua bila mereka membutuhkan. 

Tentu saja, kewajiban kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan guru bukan tanpa alasan. Penjelasan di atas merupakan alasan betapa pentingnya kita berbakti kepada kedua orang tua dan guru.

B. Hormat dan Patuh kepada Guru

Guru adalah orang yang mengajarkan kita dengan berbagai ilmu pengetahuan dan mendidik kita sehingga menjadi orang yang mengerti dan dewasa. Walau bagaimana tingginya pangkat atau kedudukan seseorang, dia adalah bekas seorang pelajar yang tetap berhutang budi kepada gurunya yang pernah mendidik pada masa dahulu.

Penyair Syauki telah mengakui pula nilainya seorang guru dengan kata-kata sebagai berikut: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.”

Sesuai dengan ketinggian derajat dan martabat guru, tidak heran kalau para ulama sangat menghormati guru-guru mereka. Cara mereka memperlihatkan penghormatan terhadap gurunya antara lain sebagai berikut. 

1. Mereka rendah hati terhadap gurunya, meskipun ilmu sudah lebih banyak ketimbang gurunya. 

2. Mereka menaati setiap arahan serta bimbingan guru, misalnya seorang pasien yang tidak tahu apa-apa tentang penyakitnya dan hanya mengikut arahan seorang dokter pakar yang mahir. 

3. Mereka juga senantiasa berkhidmat untuk guru-guru mereka dengan mengharapkan balasan pahala serta kemuliaan di sisi Allah Swt. 

4. Mereka memandang guru dengan perasaan penuh hormat dan ta’zim (memuliakan) serta memercayai kesempurnaan ilmunya. Ini lebih membantu pelajar untuk memperoleh manfaat dari apa yang disampaikan guru mereka.

C. Hikmah dan Manfaat Hormat dan Patuh Kepada Orangtua dan Guru

a. Hikmah dan Manfaat Hormat dan Patuh Kepada Orangtua

Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua dan guru, antara lain seperti berikut. 

1. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling utama. 

2. Apabila orang tua kita riḍa atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun riḍa.

3. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut.

4. Berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur.

5. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjadikan kita dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Swt.

6. Berbakti dan Menghormati Orangtua dapat Melebur Dosa-Dosa Besar.

7. Berbakti Kepada Orangtua Merupakan Bagian dari Jihad fi Sabilillah (Berjuang di Jalan Allah Swt.)

b. Hikmah dan Manfaat Hormat dan Patuh Kepada Guru

Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya menghormati guru. Dengan menghormati guru, kita akan mendapatkan berbagai keuntungan, antara lain sebagai berikut. 

1. Ilmu yang kita peroleh akan menjadi berkah dalam kehidupan kita. 

2. Akan lebih mudah menerima pelajaran yang disampaikannya. 

3. Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi manfaat bagi orang lain. 

4. Akan selalu didoakan oleh guru. 

5. Akan membawa berkah, memudahkan urusan, dianugerahi nikmat yang lebih dari Allah Swt. 

6. Seorang guru tidak selalu di atas muridnya. Ilmu dan kelebihan itu merupakan anugerah Allah Swt. akan memberikan anugerah-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hikmah dan manfaat hormat dan patuh kepada orangtua dan guru. Sumber buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI SMA/SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Pertanyaan (Nasihin):

Bagaimana batasan taat kepada orang tua yang tidak taat pada Allah?

Jawaban (Ustadz Abdul Walid, MHI.  Alumni Ma’had Aly PP Syalafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo):

Pertama, sebelum kami menjawab pertanyaan sahabat KESAN di atas. Terlebih dahulu kami ingin menyampaikan keutamaan dan kedudukan orang tua dalam Islam.

Ketaatan atau kepatuhan kepada kedua orang tua tercatat sebagai kebaktian seorang anak kepada orang tua (birrul walidain). Birrul walidain ini merupakan kewajiban bagi seorang anak. Begitu “keramatnya” orang tua dalam Islam, hingga mereka tidak berhak menerima kata-kata menyakitkan walaupun hanya sekadar ucapan uf (ah!) keluar dari bibir seorang anak.

 Allah berfirman dalam Al-Qur’an: 

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا - ٢٣

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (QS: Isra’:  23).

Maka, tidak heran bila Al-Qur’an mensejajarkan syukur kepada orang tua itu “sama dengan” syukur kepada Allah. Dengan pengertian bahwa seseorang tidak dinilai bersyukur kepada Allah sampai ia bersyukur kepada orang tuanya.

Dalam ayat lain Allah berfirman: 

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ - ١٤

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (QS. Luqman: 14).

Ibnu ‘Uyainah menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada Allah itu dengan melaksanakan salat yang lima waktu, sementara bersyukur kepada orang tua adalah dengan berdoa untuk mereka setiap kali selesai melakasanakan salat lima waktu. 

Sementara itu, pernah suatu ketika Ibnu Umar melihat seorang laki-laki sedang melakukan tawaf dengan menggendong seorang wanita yang tua renta. 

“Siapakah wanita ini?” tanya Ibnu Umar kepada laki-laki itu. 

“Beliau adalah ibuku,” jawab laki-laki tersebut. 

“Bagaimana pendapatmu ya Ibnu Umar, apakah dengan menggendong ibuku ini, aku sudah bisa membalas budi baiknya?” tanya laki-laki itu penasaran. 

“Demi Allah. Dengan menggendong ibumu tujuh putaran tawaf masih belum mampu membayar satu jeritan kontraksi ibumu saat melahirkanmu!” jawab Ibnu Umar (Dalil Al-Sailin, 102).

Dari sini kita memahami bahwa (seakan-akan) tidak ada satu perbuatan pun yang mampu membalas budi orang tua, utamanya ibu. Begitu mulianya kedua orang tua, hingga kemuliaannya melebihi kemuliaan ka’bah sekalipun. Habib Alwi bin Shihab, mengutip perkataan ulama salaf, mengatakan bahwa “melihat kedua orang tua itu lebih utama dari pada melihat ka’bah,”( Kalam Al-Habib Alwi bin Syihab, 1/130).

Lalu sejauh mana batasan taat kepada kedua orang tua? Bagaimana seandainya orang tua menyuruh anaknya melakukan kemaksiatan kepada Allah?

Sahabat KESAN yang budiman, yang harus kita pahami bahwa taat dan berbakti kepada kedua orang tua merupakan kewajiban mutlak, tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Menurut Imam Al-Jashshash, Al-Qur’an surat Luqman ayat 14 sudah cukup kuat untuk dijadikan dalil atas kewajiban taat kepada kedua orang tua.  

Lalu bagaimana seandainya ada orang tua menyuruh anaknya untuk bermaksiat kepada Allah? Hampir tidak pernah terdengar kisah orang tua yang memerintahkan anaknya untuk durhaka kepada Allah. Kalaupun toh itu memang ada, mungkin yang perlu dipertanyakan adalah “keorangtuaannya”. 

Ketika ada orang tua yang menyuruh anaknya durhaka kepada Allah, maka jelas bagi si anak tidak ada kewajiban untuk mentaatinya. Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad :

لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf (HR. Bukhari no. 7257; HR. Muslim no. 1840).

Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang anak tidak berkewajiban untuk patuh, taat, dan berbakti kepada orang tua yang memerintahkan untuk tidak taat pada Allah. 

Seorang anak hanya boleh patuh kepada orang tua dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah. Allah berfirman:

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ - ١٥

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (QS: Luqman: 15).

Kesimpulannya, batasan ketaatan kepada orang tua ialah dalam hal kebaikan, sementara dalam hal kemaksiatan kita diperbolehkan untuk tidak patuh terhadap orang tua. 

Misalnya, ada orang tua yang menyuruh anaknya membeli miras atau narkoba, maka sang anak boleh tidak patuh terhadap perintah orang tuanya itu. Dan itu tidak menyebabkannya menjadi anak yang durhaka. 

Namun, perlu digaris bawahi bahwa sekalipun kita tidak wajib taat kepada orang tua yang memerintahkan maksiat, akan tetapi kita tetap wajib untuk berkomunikasi dan berhubungan secara baik dan santun (ma’ruf) terhadap mereka. 

Sejahat-jahatnya orang tua, seorang anak sampai kapan pun wajib berlaku baik pada orang tuanya. Apalagi terhadap orang tua yang baik-baik, maka sang anak pun harus bersikap lebih baik. 

Referensi: Dalil Al-Sailin, 101. Ahkam Al-Qur’an, 3/155.

###

*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download atau update aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan.

**Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu ke .