(1)
DESKRIPSI TUGAS AKHIR KEKARYAAN
Untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Kriya
Program Studi S-1Kriya Seni Fakultas Seni Rupa dan Desain
Diajukan oleh : SUPRIADI
00147204
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
(2)(3)(4)PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya : Nama : Supriadi
Nim : 00147204 Program studi : S-1 Kriya Seni Jurusan : Kriya Seni
Fakultas : Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta
Alamat : Perum Sapen Raya, jalan Teratai no.16 Mojolaban Sukoharjo No telp/hp :08156758032
Menyatakan bahwa penciptaan karya tugas akhir dengan judul “KURA-KURA SEBAGAI IDE DASAR PENCIPTAAN MEJA DAN KURSI SANTAI” ini adalah betul betul karya saya sendiri, asli(bukan jiplakan), dan belum pernah ciptakan oleh penulis lain untuk memperoleh gelar akademik tertentu.
Semua pendapat, gagasan, atau temuan orang lain yang dikutip dalam tulisan ini saya tempuh dengan cara akademik, dan dicantumkan pada sumber rujukan serta ditunjukan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku.
Surakarta, 03 Februari 2014
(5)KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Karya ini.
Kursi merupakan salah satu produk yang diciptakan manusia untuk
membantu atau memudahkan kehidupan manusia. Banyaknya jenis dan bentuk
kursi saat ini membuat penulis harus lebih kreatif dalam menggali ide-ide agar bisa
menciptakan karya yang orisinal dan segar.
Sebagaimana telah diketahui, kura-kura ada dan hidup hampir di seluruh
muka bumi bahkan di tempat-tempat yang ekstrem di dunia. Kura-kura juga
memiliki karakteristik, kekuatan dan sifat-sifat yang dianggap istimewa.
Keistimewaan tersebut membuat dia menjadi salah satu binatang yang dimuliakan
dan muncul dalam berbagai kisah maupun mitos-mitos di berbagai kebudayaan di
dunia. Berdasar hal-hal tersebut di atas penulis semakin yakin dan mantap untuk
menyelesaikan Tugas Akhir Karya ini dengan judul “Kura-Kura Sebagai Sumber
Ide Penciptaan Meja dan Kursi Santai”.
Deskripsi tugas akhir penciptaan karya ini disusun sebagai salah satu
persyaratan akademis untuk menyelesaikan studi S-1 Kriya Seni, jurusan Seni
Rupa, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Tugas akhir ini bisa terselesaikan
dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
(6)1. Prof. Dr. Sri Rochana W., S. Kar., M. Hum. Rektor Institut Seni Indonesia
(ISI) Surakarta.
2. Dra. Sunarmi, M.Hum. Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni
Indonesia Surakarta.
3. Prima Yustana, M.A. Ketua Program Studi Kriya Seni Institut Seni Indonesia
Surakarta.
4. Drs. Imam Madi, M.Sn. selaku pembimbing Tugas Akhir, atas segala arahan
dan bimbingannya hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
5. Nanuk Rahayu, S.Kar., M.Hum. Kepala UPT Ajang Gelar. Atas segala
dorongan dan bantuannya.
6. Bapak Harianto dan Ibu Tintin, orang tuaku tercinta yang telah memberikan
kontribusi yang tak pernah habis, semangat, dukungan moral dan material.
Terima kasih atas kasih sayang dan perhatian serta doanya selama ini.
7. Umi Wulan istriku tercinta, yang selalu mendoakan, menyemangati dan
mendukung. Semua bantuan, diskusi dan masukanmu sangat bermanfaat dan
berarti bagi terselesaikannya tugas akhir ini, tanpamu semua ini tidak akan
terwujud. Anakku, Adirba Satya Indurasmi (Sindhu).
8. Semua rekan-rekan Kriya Seni, Teater Jejak, juga rekan-rekan lain yang tidak
dapat tersebutkan satu per satu. Terimakasih banyak atas segala bantuan dan
(7)ABSTRAK
Kura-kura Galapagos adalah salah satu kura-kura darat terbesar dengan usia yang panjang, hal ini memunculkan ide untuk mewujudkannya dalam bentuk karya kriya seni. Meja dan kursi santai yang diciptakan penulis adalah termasuk karya seni kriya fungsional yang bersifat inovatif.
Metode penciptaan karya kriya ini melalui pendekatan estetik seni rupa yang dispesifikkan lagi dengan fungsinya sebagai karya kriya fungsional. Pengumpulan data dilakukan di candi Sukuh, candi Cetho, dan toko meubel. Metode pengumpulan data dengan obeservasi, literatur dan wawancara. Sementara teknik analisis yang digunakan adalah komparasi.
Proses pembuatannya dilakukan dengan cara eksplorasi berbagai bentuk kura-kura serta meja dan kursi. Setelah itu dibuat berbagai sket alternatif meja dan kursi santai, hingga diperoleh 3(tiga) sket terpilih. Proses diawali dengan pemilihan bahan-bahan: baku dan penunjang, peralatan, dan finishing.
Pembentukan karya dimulai dengan menggarap kayu gelondongan mulai dari bentuk global, setengah jadi, pembuatan detail hingga akhirnya finishing. Teknik garap yang dilakukan adalah dengan teknik ukiran dan teknik kontruksi. Finishing dalam karya seni kriya ini adalah menggunakan milamin. Alasan pemakaian bahan ini karena mudah kering, tahan cuaca, mudah untuk dioleskan dengan kuas atau menggunakan spray gun. Selain itu, finishing ini bertujuan untuk tetap menonjolkan unsur serat kayu.
Penulis berharap karya ini bisa menjadi salah satu alternatif bentuk kursi santai yang fungsional sekaligus indah. Karya ini juga diharapkan bisa memacu kreativitas pekriya lain untuk bisa lebih baik lagi dalam berkarya.
(8)DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penciptaan Karya ... 8
D. Manfaat Penciptaan Karya ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Seni ... 9
2. Seni Kriya ... 10
3. Kura-Kura ... 12
(9)- Kepala ... 13
B. Kerangka Pikir Penciptaan Karya ... 23
BAB III METODOLOGI PENCIPTAAN A. Metode Pendekatan ... 24
BAB IV KONSEPTUALISASI DAN VISUALISASI KARYA A. Desain ... 30
B. Eksplorasi Desain ... 31
1. Eksplorasi bentuk-bentuk Kura-kura ... 32
2. Eksplorasi bentuk-bentuk meja kursi ... 34
3. Eksplorasi bentuk-bentuk kursi kura-kura ... 36
4. Sket alternatif ... 39
(10)(11)DAFTAR TABEL
Tabel 1. Bahan kayu gelondongan ... 68
Tabel 2. Bahan aplikasi ... 68
Tabel 3. Bahan penunjang ... 68
Tabel 4. Bahan finishing ... 68
Tabel 5. Biaya pengerjaan karya ... 69
Tabel 6. Biaya pengerjaan finishing ... 69
(12)DAFTAR FOTO
Foto 1. Arca kura-kura di candi Sukuh ... 2
Foto 2. Mozaik kura-kura di candi Cetho ... 2
Foto 3. Kura-kura Aldabra koleksi Gembiraloka Zoo ... 3
Foto 4. Kura-kura darat ... 14
Foto 5. Wujud anggota badan kura-kura ... 16
Foto 6. Kura-kura Galapagos ... 17
Foto 7. Kursi santai bahan besi ... 21
Foto 8. Kursi santai bahan kayu open ... 21
Foto 9. Meja dan kursi santai bahan enceng gondok ... 22
Foto10. Kursi santai dengan lapisan busa ... 22
(13)Foto 20. Kursi kura-kura ... 38
Foto 41. Proses melapisi milamine ... 70
(14)Foto 43. Kursi santai I tampak atas ... 74
Foto 44. Kursi santai II tampak atas ... 76
Foto 45. Kursi santai II tampak samping ... 76
Foto 46. Meja santai tampak atas ... 78
(15)(16)Gambar 21. Sket meja alternatif 5 ... 46
Gambar 22. Sket meja alternatif 6 ... 46
Gambar 23. Sket meja alternatif 7 ... 46
Gambar 24. Sket meja alternatif 8 ... 47
Gambar 25. Sket meja alternatif 9 ... 47
Gambar 26. Sket meja alternatif 10 ... 47
Gambar 27. Sket kursi santai terpilih I ... 48
Gambar 28. Sket kursi santai terpilih II... 48
Gambar 29. Sket meja santai terpilih ... 49
Gambar 30. Gambar kerja Karya I ... 50
Gambar 31. Gambar kerja Karya II ... 51
(17)BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan alam dan
keanekaragaman budaya yang melimpah. Hal ini tentu saja sangat sangat
dimungkinkan karena Indonesia beriklim tropis, sehingga seluruh bagian di
Indonesia memiliki ribuan jenis vegetasi dan binatang. Salah satu kekayaan yang
menjadi kebanggaan adalah beragamnya jenis binatang. Mulai dari aneka unggas,
mamalia, reptil, dan masih banyak yang lainnya. Tidak hanya di kehidupan nyata,
wujud hewan-hewan tersebut kerap kali muncul dalam berbagai peninggalan masa
lalu, misalnya relief pada candi dan aneka patung maupun arca.
Wujud hewan yang sering muncul misalnya burung, kera, ular, gajah,
kura-kura maupun kuda. Salah satu bentuk yang dipahatkan dan cukup menarik
adalah gambaran kura-kura. Sebagaimana yang penulis saksikan saat
mengunjungi candi Cetho dan candi Sukuh di Karanganyar, Jawa Tengah.
Ketertarikan penulis terhadap kura- kura karena wujud kura-kura ini
banyak muncul dalam kebudayaan Jawa maupun Indonesia, baik itu berupa
naskah, legenda ataupun mitos. Bentuknya yang unik, cangkangnya yang kuat,
juga umurnya yang relatif panjang membuat banyak budaya mengagungkan
(18)Foto 1. Arca kura-kura di candi Sukuh (Foto: Supri, 26 november 2012)
(19)Perjumpaan lebih lanjut dengan kura-kura adalah pada saat penulis
mengunjungi Gembira Loka Zoo, di Yogyakarta. Di sana dipelihara berbagai jenis
kura-kura darat, dengan bentuk dan corak tempurung yang sangat beragam. Salah
satu yang cukup menarik perhatian adalah adanya kura raksasa, yaitu
kura-kura Galapagos yang berumur lebih dari 30 tahun.
Foto 3. Kura-kura Aldabra koleksi Gembiraloka Zoo
(20)Kura-kura merupakan makhluk yang cukup unik, karena daerah
sebarannya cukup luas dan hampir mencakup seluruh tempat dimuka bumi,
misalnya di laut, dataran rendah, tinggi, padang pasir, bahkan ada spesies yang
mampu hidup dalam bekunya es1. Namun demikian saat ini kita hanya bisa
menjumpai kura-kura di tempat-tempat tertentu saja, karena keberadaan mereka di
alam liar semakin terjepit dan menghilang. Di beberapa daerah di Indonesia juga
di beberapa negara lain, telur kura-kura dan penyu masih menjadi komoditas
pangan yang disukai masyarakat2
Kriya atau seni kerajinan adalah hasil karya manusia yang mempunyai
nilai tertentu (meliputi nilai bahan, teknik, fungsi, keindahan, ekonomi, dsb).
Pembuatannya menggunakan alat tertentu, wujudnya berupa berbagai barang
pemenuh kebutuhan manusia sehari-hari, barang perabotan, pakaian, perhiasan,
maupun alat-alat upacara dan lain sebagainya. Di samping itu aneka barang kriya . Hal ini semakin menyudutkan kura-kura karena
pertumbuhan mereka yang lambat. Beruntung, saat ini sudah mulai banyak
penangkaran-penangkaran kura-kura.
Berbagai keunikan sekaligus masalah yang melingkupi kura-kura tersebut,
menarik perhatian bagi penulis. Menurut penulis ada permasalahan yang muncul,
yaitu: bagaimana wujud kura-kura dapat diterapkan dalam karya seni kriya? Hal
ini menjadi motivasi penulis untuk mengangkatnya menjadi karya kriya
fungsional dalam proses studi penciptaan karya seni tugas akhir dengan tema:
“Kura- Kura sebagai Sumber Ide Penciptaan Meja dan Kursi Santai”.
1
Sally Morgan, Kura-Kura dan Penyu, Tiga Serangkai, 2007, h.9
2
(21)dapat dikelompokkan sebagai barang pakai (kriya pakai) dan barang hias (kriya
hias). Kriya pakai adalah sebagai barang kriya yang mempunyai nilai fungsi
praktis, kegunaan tertentu, sedangkan kriya hias merupakan barang kriya/seni
yang tidak mempunyai kegunaan tertentu disamping sebagai hiasan, misalnya:
lukis kaca, patung kayu, hiasan dinding3
Karya kriya sebagai karya fungsional dari hasil kerajinan kriyawan di
Indonesia banyak kita dapatkan dalam berbagai bentuk, jenis, teknik garap
maupun fungsi serta bahan dasarnya. Inilah yang memungkinkan menjadi daya
tarik dari produk kerajinan yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut, Gustami juga
mengungkapkan, bahwa keunikan benda kerajinan didasarkan pada keistimewaan
dari teknik yang digunakan oleh pekriya dalam menggarap untuk memenuhi
keinginan dari pola-pola yang ada
. Seni kriya dalam perkembangannya
dapat dibagi dalam beberapa cabang, hal tersebut dikelompokkan berdasarkan
material yang digunakan, contohnya: kriya kayu, kriya logam, kriya kulit, kriya
keramik, kriya tekstil.
4
Perkembangan karya kriya tidak hanya menampilkan nilai keindahan
semata, melainkan juga menjadi suatu alat dialog/komunikasi dengan orang lain.
Seperti yang dikatakan oleh Sudharsono, bahwa nilai seni yang terkandung dalam
karya seni rupa tidak hanya terbatas pada keindahan rupa semata, tetapi juga pada
nilai kejiwaan yang mampu menyampaikan pesan spiritual seniman di balik .
3
Agus Achmadi, Tatah Sungging Kulit, Diktat Bahan Ajar, Surakarta, 2005, h.4
4
(22)perwujudan fisik, bahasa rupa, bahasa perlambangan5. Pencurahan segala sesuatu
yang muatannya bersifat ekspresif memberi sebuah kebebasan kepada seniman
dalam mencari sumber ide dan mengeksplorasi unsur-unsur rupa.6
Penulis, pada tataran konseptual karya memiliki kecenderungan untuk
mengkomunikasikan bentuk-bentuk tertentu yang lebih mengarah pada nilai
fungsional. Penulis menyadari bahwa dalam proses berkesenian, seorang seniman
tidak lepas begitu saja dari pengaruh lingkungan dan fenomena-fenomena yang Bentuk-bentuk yang menyenangkan dan disajikan dengan sedemikian
rupa, dapat menggugah kembali memori setiap penikmat yang menyaksikan ,
selain itu seni juga merupakan usaha untuk mempertahankan kebudayaan sebagai
peninggalan sejarah dan usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pada
proses penciptaan tugas akhir ini, penulis berupaya bereksplorasi secara bebas
tentang bentuk kura-kura, sehingga keberadaannya menjadi bentuk karya seni
kriya kayu dengan daya imajinasi personal (batas kemampuan mengolah dan
menginterpretasi objek sesuai dengan pengalaman individu).
Karya kriya kayu yang penulis ciptakan berbentuk tiga dimensional yang
mengacu pada fungsi estetis dan fungsi praktis. Pada proses eksplorasi bentuk,
penulis berupaya menekankan aspek estetis visual dengan mempertimbangkan
kontruksi, ergonomi, keseimbangan, komposisi bentuk dan ruang, tekstur dan
serat kayu, warna dan lainnya sehingga dapat memvisualisasikan karya menjadi
unik dan menarik.
5
Sudharsono, Pengantar Apresiasi Seni, Balai Pustaka, Jakarta, 1992, h.9
6
(23)terjadi di masyarakat. Hal ini juga diungkapkan oleh Dharsono, bahwa memahami
kesenian itu berarti menemukan sesuatu gagasan atau pembatasan yang berlaku
untuk menentukan hubungan dengan unsur nilai budaya manusia7
7
Dharsono Sony Kartika, Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains, Bandung, 2004, h.3
.
Hasil karya kriya kayu ini dapat menjadi elemen pendukung baik in door
ataupun out door, sesuai dengan porsinya sebagai karya yang bersifat fungsional.
Kedudukan karya tugas akhir ini, merupakan proses pembelajaran berkesenian
yang bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang, sekaligus sebagai salah
satu syarat akhir dalam menyelesaikan proses studi S-1 Kriya Seni di Institut Seni
Indonesia Surakarta.
Imajinasi penulis ketika mengamati wujud kura-kura melahirkan sebuah
fenomena. Fenomena ini menjadi sebuah ide, kemudian diwujutkan dalam bentuk
disain sampai ke perwujudan karya. Pada wilayah ini, penulis memiliki
pengamatan ganda. Pengamatan pertama melihat obyek secara nyata dan
komplek, sedangkan pengamatan kedua adalah pengamatan yang mampu
membawa imajinasi penulis dalam dimensi berbagai ragam. Pengamatan inilah
yang mampu melahirkan ide dalam penciptaan karya seni, dengan konsep
stilisasi, distorsi, transformasi maupun deformasi. Berkaitan dengan latar
belakang di atas penulis membuat tugas akhir ini dengan judul ”KURA-KURA
(24)B. Rumusan Masalah
Uraian ruang lingkup latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar bentuk karya kriya kayu dalam wujud tiga
dimensional dengan eksplorasi bentuk kura-kura?
2. Bagaimana cara mendesain karya seni kriya dari ide dasar bentuk
kura-kura menjadi karya seni yang unik, kreatif, bernilai estetis sekaligus
fungsional?
3. Bagaimana cara memvisualisasikan karya kriya kayu dalam bentuk meja
kursi santai?
C. Tujuan Penciptaan Karya
1. Sebagai upaya mengembangkan kreativitas terhadap bentuk kura-kura,
menjadi karya seni kriya fungsional yaitu meja dan kursi santai
2. Memvisualisasikan desain karya seni kriya dari ide dasar bentuk kura-kura
menjadi kursi santai yang unik, kreatif, bernilai estetis sekaligus fungsional.
3. Mewujudkan karya kriya kayu dalam bentuk meja dan kursi santai.
D. Manfaat Penciptaan
1. Menjadi bahan kajian dan pengembangan lebih lanjut penciptaan
karya-karya kriya yang bersumber pada eksplorasi bentuk kura-kura.
2. Menambah informasi seni kriya dan sarana apresiasi kesenian, khususnya
dalam bidang kriya kayu kepada masyarakat.
(25)BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka 1. Seni
Kesenian merupakan salah satu perwujudan kebudayaan. Kesenian juga
selalu mempunyai peranan tertentu dalam masyarakatnya. Seni sendiri oleh
beberapa tokoh diartikan berbeda. Ki Hajar Dewantara mengatakan, seni
merupakan hasil keindahan sehingga dapat menggerakkan perasaan indah orang
yang melihatnya, oleh karena itu perbuatan manusia yang dapat mempengaruhi,
dapat menimbulkan perasaan indah itu seni. Sementara Sudarmadji mengatakan
seni adalah segala menifestasi batin dan pengalaman estetis dengan menggunakan
media bidang, garis, warna, tekstur, volume dan gelap terang8
- Seni yang dapat dinikmati melalui pendengaran (audio art), misalnya seni
musik, seni suara atau seni sastra.
.
Seni menurut media yang digunakan terbagi menjadi 3, yaitu ;
- Seni yang dapat dinikmati melalui media penglihatan (visual art),
misalnya seni rupa.
- Seni yang dapat dinikmati melalui media penglihatan dan pendengaran
(audio visual art), misalnya teater.
8
(26)2. Seni Kriya
Seni kriya termasuk dalam ranah seni rupa. Beberapa ahli menyatakan
pendapatnya mengenai seni kriya ini. Menurut I Made Bandem, kata
“kriya”dalam bahasa Indonesia berarti pekerjaan ( ketrampilan tangan ). Di dalam
bahasa inggris disebut craft yang berarti energi atau kekuatan. Pada kenyataannya
seni kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau
ketrampilan seseorang9
Pemisahan yang berdasarkan strata atau kedudukan tersebut
mencerminkan posisi dan eksistensi seni kriya di masa lalu. Seni kriya bukanlah
karya yang dibuat dengan intensitas rajin semata, di dalamnya terkandung nilai
keindahan (estetika) dan juga kualitas skill yang tinggi. Sedangkan kerajinan
tumbuh atas desakan kebutuhan praktis dengan mempergunakan bahan yang .
Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan kerajinan dapat disimak
pada keprofesiannya, kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan istana
untuk pembuatnya diberikan gelar Empu. Dalam perwujudannya sangat
mementingkan nilai estetika dan kualitas skill. Sementara kerajinan yang tumbuh
di luar lingkungan istana, si pembuatnya disebut dengan Pandhe. Perwujudan
benda-benda kerajinan hanya mengutamakan fungsi dan kegunaan yang
diperuntukkan untuk mendukung kebutuhan praktis bagi masyarakat (rakyat).
Pengulangan dan minimnya pemikiran seni ataupun estetika adalah satu ciri
penanda benda kerajinan.
9
Prof.I.Made Bandem: 2002, dalam Asep Sudrajat, Pengertian Seni Kriya,
(27)tersedia dan berdasarkan pengalaman kerja yang diperoleh dari kehidupan
sehari-hari.
Seni kriya kembali ditegaskan oleh Gustami, adalah karya seni yang unik
dan punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik,
simbolik, filosofis dan sekaligus fungsional oleh karena itu dalam perwujudannya
didukung craftmenship yang tinggi, akibatnya kehadiran seni kriya termasuk
dalam kelompok seni-seni adiluhung10
Uraian di atas membawa pada kesimpulan bahwa wujud awal seni kriya
lebih ditujukan sebagai seni pakai (terapan). Praktek seni kriya pada awalnya
bertujuan untuk membuat barang-barang fungsional, baik ditujukan untuk
kepentingan keagamaan (religius) atau kebutuhan praktis dalam kehidupan
manusia seperti, perkakas rumah tangga. Dengan demikian ada aspek-aspek
penting yang tidak boleh dilupakan, yaitu keamanan dalam pemakaian,
kenyamanan dalam pemakaian, keluwesan dalam penggunaan, dan yang tidak
boleh dilupakan adalah terpenuhinya syarat keindahan suatu barang kriya. Syarat
keindahan ini menjadi penting, karena selain akan mempengaruhi alasan orang
memilih barang tersebut, juga akan berpengaruh pada aspek psikologis. Suatu . Uraian tadi menyiratkan bahwa kriya
merupakan cabang seni yang memiliki muatan estetik, simbolik dan filosofis
sehingga menghadirkan karya-karya yang adiluhung dan monumental sepanjang
jaman.
10
(28)barang akan mempunyai nilai yang lebih bila barang tersebut bisa memberikan
kepuasan batin, senang dan bahagia, saat bersentuhan dengannya.
3. Kura-Kura
Kura-kura (turtle) adalah reptil dari ordo Testudines (seluruh kura-kura yang ada
termasuk dalam kelompok besar Chelonia), hampir semuanya memiliki tubuh
yang dilindungi oleh sebuah tulang khusus atau tempurung bertulang rawan yang
terbentuk dari rusuknya. Ordo Testudines meliputi spesies yang masih ada
maupun yang sudah punah, kura-kura yang paling awal muncul telah ada sejak
sekitar 215 juta tahun yang lalu, menjadikan kura-kura adalah kelompok reptil
tertua, dan kelompok yang paling purba dibandingkan kadal dan ular. Sekitar 300
spesies yang masih ada saat ini, kebanyakan terancam punah. Kura-kura adalah
binatang ectothermic11
-. Ada beberapa perbedaan antara kura-kura darat, kura-kura
air tawar dan penyu. Berikut ini rangkuman beberapa ciri dari kura-kura, terutama
kura-kura darat.
Kura-kura memiliki beragam jenis ukuran. Kura-kura air tawar umumnya
lebih kecil. Kura-kura darat raksasa yang masih bertahan hidup hingga kini
terdapat di Seychelles dalam kepulauan Galápagos dan dapat bertambah besar
hingga panjang lebih dari 300cm dengan berat sekitar 300kg. Kura-kura
dibagi menjadi dua kelompok, menurut pada bagaimana cara mereka menarik
leher mereka ke dalam tempurungnya (sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh
Struktur
11
(29)spesies purba Proganochelys): the Cryptodira, yang dapat menarik leher
mereka dan melipatnya dibawah spine-nya; dan Pleurodira yang dapat
melipat leher mereka ke samping.
-Kebanyakan kura-kura yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di
daratan memiliki mata yang selalu melihat ke bawah pada objek yang ada
dihadapannya. Beberapa kura-kura darat memiliki kemampuan mengejar
mangsa yang sangat buruk. Namun, kura-kura karnivora dapat dengan cepat
menggerakan kepalanya untuk menggigit tiba-tiba. Kura-kura memiliki
sebuah mulut lebar yang kokoh. Kura-kura menggunakan rahangnya untuk
memotong dan mengunyah makanan. Sebagai pengganti gigi, rahang atas dan
bawah pada kura-kura dilapisi oleh deretan tulang yang keras.
Kepala
-Tempurung kura-kura bagian atas disebut carapace. Tempurung bagian
bawah yang membalutnya disebut plastron. Carapace dan plastron
tersambung pada sisi-sisi kura-kura oleh strukur tulang yang disebut bridges.
Lapisan luar tempurung dilapisi oleh sisik-sisik keras yang disebut scute yang
merupakan bagian dari kulit luarnya, atau epidermis. Scute terbuat dari
protein berserat yang disebut keratin yang juga membentuk sisik pada reptil
lainnya. Warna tempurung kura-kura bisa bermacam-macam. Tempurung
pada umumnya berwarna cokelat, hitam, atau hijau gelap. Pada beberapa
spesies, tempurungnya memiliki tanda-tanda berwarna merah, oranye,
(30)kuning, atau abu-abu dan tanda-tanda ini bisa berupa totol-totol, garis-garis,
atau bintik-bintik acak. Kura-kura yang hidup di dataran, memiliki tempurung
yang lebih berat dibandingkan dengan yang hidup di laut.
Foto 4. Kura-kura darat
(foto: Umi Wulan, Gembiraloka, 22 Maret 2012)
-Lapisan luar tempurung adalah bagian dari kulit, masing-masing scute (atau
piring) pada tempurung merupakan sebuah sisik yang termodifikasi.
Tempurung tersebut terdiri dari kulit dengan sisik-sisik yang lebih kecil, sama
seperti kulit reptil lainnya. Kura-kura akuatik tidak berganti kulit dalam satu
kali proses, seperti yang dilakukan oleh ular, tapi secara berlanjut, dalam
potongan-potongan yang kecil.
(31)Kura-kura darat juga berganti kulit, tapi sejumlah besar kulit mati dapat
diakumulasi menjadi potongan tebal yang memberi perlindungan pada
bagian-bagian tubuh diluar tempurung. Scute pada tempurung tidak pernah
berganti dan semakin lama terakumulasi, tempurung menjadi semakin tebal.
Dengan menghitung lingkaran yang terbentuk oleh scute yang lebih tua dan
lebih kecil, di atas scute yang lebih muda dan lebih besar, memungkinkan kita
untuk memperkirakan umur seekor kura-kura, bila kita mengetahui berapa
banyak scute yang diproduksi dalam setahun.
-Kura-kura darat memiliki kaki yang pendek. -Kura-kura darat terkenal
memiliki gerak yang lamban, hal ini dikarenakan oleh tempurungnya yang
berkubah dan berat, tapi juga karena gaya berjalan merangkak yang tidak
efisien yang mereka miliki, dengan kaki-kaki yang meregang satu sama lain,
tidak seperti kadal yang berkaki lurus satu sama lain langsung dibawah
badan. Kura-kura yang bersifat amfibi biasanya memiliki anggota badan yang
sama dengan kura-kura darat tadi kecuali kaki mereka memiliki selaput jari
dan biasanya memiliki kuku yang panjang.
(32)Foto 5. Wujud anggota badan kura-kura Sumber: m.merdeka.com
Download gambar : Umi, 25 April 2013
4. Kura-kura Galapagos
Kura-kura Galapagos merupakan spesies kura-kura yang terbesar. Bila
kebanyakan kura-kura hidup soliter atau menyendiri, maka tidak demikian dengan
kura-kura raksasa di kepulauan Galapagos. Mereka memiliki hierarki di mana
beberapa kura-kura lebih penting ketimbang yang lain. Ini ditentukan dengan
seberapa tinggi seekor kura-kura dapat menjulurkan kepalanya. Seekor kura-kura
yang dapat menjulurkan kepala lebih jauh dapat mencari lebih banyak tumbuhan
untuk dimakan. Artinya dia bisa tumbuh lebih besar12
Kura-kura ini bergerak pada kecepatan yang sangat lambat, yaitu 0,16mil
perjam, dibandingkan dengan kecepatan rata-rata manusia 2,8 mil perjam.
Kura-kura Galapagos yang asli ditemukan di kepulauan Galapagos, yang terletak 600 .
12
(33)mil (965 kilometer) barat Ekuador di Amerika Selatan. Beratnya bisa lebih dari
227 kg, dan panjang dari kaki hingga ekor bisa lebih dari 2 meter. Mereka dapat
hidup lebih dari 150 tahun13. Binatang tertua di dunia yang masih hidup adalah
kura-kura Galapagos bernama Harriet. Kura-kura ini berumur 175 tahun pada
tahun 200514. Sementara Lonesome George, jenis kura-kura Pinta Galapagos
terakhir, mati di usia 100 tahun, pada Juni 201215.
Foto 6. Kura-kura darat, Galapagos Sumber: nationalgeographic.co.id
download gambar :Umi, 25 April 2013
load 31 Januari 2014
14
Sally Morgan, Kura-kura dan Penyu, Tiga Serangkai, 2007, h.13
(34)5. Meja dan Kursi Santai
Fakta yang penulis temukan tersebut di atas, semakin menguatkan niat
penulis untuk mengangkat sosok kura-kura Galapagos ini ke dalam suatu karya
seni kriya. Hal yang paling menarik adalah kekuatan tubuhnya, usianya yang
panjang dan ukuran tubuhnya yang besar. Hal ini tentunya akan unik bila bisa
diwujudkan ke dalam bentuk seni yang indah sekaligus fungsional.
Kursi adalah sebuah perabotan rumah yang biasanya digunakan sebagai
tempat duduk. Beberapa jenis kursi, seperti barstool, hanya memiliki satu kaki
yang terletak di bagian tengah. Kadang-kadang kursi juga dilengkapi sandaran
kaki. Beberapa kursi 4 kaki yang dibuat saat ini memiliki struktur desain yang
sempurna sehingga mampu menyangga beban lebih dari 500 kg16
Meja adalah salah satu furnitur berupa permukaan datar yang disokong
oleh beberapa kaki. Meja sering dipakai untuk menyimpan barang dan makanan,
dengan ketinggian tertentu supaya mudah dijangkau saat kita duduk. Meja
umumnya dipasangkan dengan kursi. Meja biasanya tidak memiliki laci, tetapi
jika berlaci, bisa berbentuk meja rias, meja dengan banyak laci dan sebagainya.
Saat ini meja hadir dengan berbagai bentuk, tinggi dan bahan pembuat yang
ditujukan untuk membangun desain, gaya dan tujuan penggunaan .
17
Tempat duduk memiliki berbagai jenis dan ukuran yang berbeda,
disesuaikan menurut fungsinya masing-masing. Seperti kursi tamu, kursi makan,
(35)memang belum begitu diperlukan, tetapi mengingat banyaknya aktivitas manusia
dalam sehari, menjadikan suasana yang rileks dan santai semakin dibutuhkan.
Dengan adanya kursi santai yang ditempatkan pada suatu tempat yang sesuai,
menjadikan salah satu alternatif tersendiri untuk bersantai dan melepas penat dari
segala kejenuhan akibat aktivitas seharian.
Kursi sebagai karya kriya yang memiliki fungsi tidak terlepas dari faktor
kenyamanan dalam proses pembuatannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Suptandar, ergonomi sebagai ilmu yang mempelajari tentang kondisi fisik
seseorang dalam melakukan aktivitas dengan penggunaan alat/perabot18
1. Tinggi alas duduk dari lantai antara 35-40 cm
.
Kursi santai sebagai benda fungsi tentunya lebih mengutamakan
kenyamanan saat digunakan, untuk itu diperlukan sebuah patokan dalam
menentukan ukuran sebagai standar agar kursi santai tersebut terasa nyaman saat
digunakan. Adapun ukuran standar kursi santai tersebut adalah:
2. Tinggi sandaran tangan dari alas duduk antara 20-25 cm
3. Tinggi sandaran punggung dari alas duduk antara 45-60 cm
4. Panjang alas duduk antara 45-60 cm
5. Sudut kemiringan sandaran punggung 95-110 cm
Bentuk yang indah dari sebuah benda juga perlu diperhatikan, selain
faktor kenyamanan, sebab tanpa adanya keindahan, akan mengurangi efek
kepuasan atau kebahagiaan dari si pengguna. Oleh karena itulah nilai artistik suatu
18
(36)benda juga sangat perlu diperhitungkan. Artistik dapat bermakna sangat indah
atau dikerjakan dengan kepandaian dan perasaan keindahan19
a. Fungsi aktif. Yaitu kursi santai sebagai benda pakai. Fungsi pokok
berkaitan erat dengan kegiatan manusia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Tuntutan yang terkait dengan fungsi ini adalah kenyamanan,
kekuatan bahan dan bentuk.
.
Fungsi utama kursi santai adalah sebagai tempat duduk bersantai, tempat
melepas lelah, selain itu juga sebagai sarana penambah keindahan dalam sebuah
ruangan. Secara umum fungsi kursi santai dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
b. Fungsi pasif. Yaitu fungsi kursi santai yang ada kaitannya dengan efek
yang muncul dari penempatan kursi santai tersebut. Dalam fungsi ini
terkait dengan peranan kursi santai sebagai pendukung ruangan yang
mempertimbangkan aspek keindahan dalam hal bentuk kursi santai.
Perlu diperhatikan dalam menciptakan suatu produk kriya pada umumnya
dan kursi santai khususnya, antara lain: bahan, fungsi, ukuran dan aspek artistik.
Dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut, diharapkan karya yang
dibuat sesuai dengan fungsinya.
Berikut beberapa contoh bentuk kursi santai dengan berbagai bahan :
19
(37)Foto 7. Kursi santai di luar ruangan, bahan besi. Sumber:www.dinomarket.com
Download gambar: Supri, 21 November 2013
(38)Foto 9. Meja dan kursi santai, bahan enceng gondok Sumber: indonesiarayanews.com
Dowload gambar: Supri, 21 November 2013
(39)B. Kerangka Pikir Penciptaan Karya
Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir Penciptaan Karya Pengumpulan sumber referensi
Eksplorasi desain Sket alternatif Sket terpilih
(40)BAB III
A.
METODOLOGI PENCIPTAAN
Metode pendekatan penciptaan karya seni merupakan uraian pendekatan
apa saja yang dilakukan dalam rangka mewujudkan gagasan, pikiran, imajinasi
dan pengalaman, sehingga karya dapat terwujud. Selama ini penelitian yang
bersifat proses penciptaan bahasa rupa dapat dikelompokkan dalam dua kategori,
yaitu kajian estetik dan proses desain
Metode Pendekatan
20
20
Sachari, Paradigma Desain Indonesia, CV. Rajawali, 2000, h.223
.
Penciptaan karya tugas akhir yang mengangkat kura-kura sebagai subject
matter (tema) karya seni kriya kayu ini dilakukan dengan pendekatan estetik seni
rupa. Dalam seni rupa, terdapat 3 komponen sebagai landasan untuk menciptakan
karya seni, yaitu tema (subject matter), bentuk (form) dan isi atau makna. Tema
merupakan pokok atau inti permasalahan yang dihasilkan dari pengolahan obyek
seniman dengan pengalaman personal. Bentuk pada dasarnya adalah wujud nyata
karya seni. Ada 2 macam bentuk, visual form (bentuk fisik karya, atau kesatuan
dari unsur pendukung karya tersebut), special form (bentuk yang muncul karena
adanya hubungan timbal balik antara nilai yang dipancarkan oleh fenomena
bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosionalnya) dan isi atau makna
merupakan hasil tanggapan yang diserap dari kekuatan imajinasi seniman
(41)Keberadaan karya seni pada dasarnya memiliki 3 macam fungsi, yaitu
fungsi personal (bersifat ekspresi yang dalam perwujudannya mewakili perasaan
atau emosi pencipta karya), fungsi sosial (karya yang diciptakan berdasarkan
situasi fenomena secara umum dan menggambarkannya sebagai pengalaman
personal) dan fungsi fisik (karya seni yang diciptakan dengan orientasi kebutuhan
sehari-hari).
Proses penciptaan karya ini, penulis melakukan berbagai tahapan metode
yang berkaitan dengan eksplorasi, eksperimen dan pembentukan. Eksplorasi
dilakukan untuk mencari kemungkinan baru desain karya yang menarik dengan
ide dasar kura-kura. Sementara eksperimen lebih menekankan pada pemilihan
bahan, teknik garap, teknik finishing sampai kemungkinan teknik aplikasi dengan
media selain kayu.
B. Lokasi
1.
Pengambilan data dilakukan di beberapa tempat. Yaitu:
Gembiraloka Zoo. Jl. Kebun Raya 2, Yogyakarta.
2.
Pemilihan tempat tersebut berdasarkan pertimbangan, bahwa Gembiraloka
merupakan satu-satunya kebun binatang yang paling representatif dengan
koleksi binatang yang cukup lengkap, di Yogyakarta dan Jawa Tengah
pada saat ini.
(42)3.
Pemilihan candi-candi ini, karena selain di sana terdapat patung berwujud
kura-kura, tempat tersebut juga mudah dijangkau oleh penulis.
Toko meubel “YOUNG SIONG”. Jl. Surya no.69, Jagalan, Surakarta.
C. Metode Pengumpulan Data
Pembuatan karya dilakukan di kampus Institut Seni Indonesia (ISI)
Surakarta, yaitu di Sanggar Kegiatan Mahasiswa.
Metode pengumpulan data yang penulis lakukan bertujuan untuk
mendukung proses pembuatan karya seni kriya yang berhubungan dengan tema.
Metode yang penulis gunakan adalah observasi, literatur dan wawancara.
1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan yang sistematis dan terencana yang
ditujukan untuk memperoleh data21. Sementara Patton, menegaskan bahwa
observasi merupakan metode pengumpulan data utama dalam penelitian22
Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah observasi non partisipan, di
mana penulis tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan yang dilakukan oleh
objek pengamatan. Hal ini penulis pilih karena pada dasarnya objek pengamatan .
Dengan demikian bisa diambil kesimpulan, bahwa observasi diarahkan pada
kegiatan memperhatikan kegiatan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul
dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
21
Alwasilah, Pokoknya Kualitatif, 2002, h.211
22
(43)penulis adalah bukan manusia, melainkan benda-benda mati dan hewan, yaitu
kura-kura.
Pengumpulan data ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu:
a. Gembiraloka Zoo Yogyakarta yang memiliki koleksi berbagai jenis kura-kura
darat dan kura-kura air tawar. Di tempat ini (meskipun sebelumnya pernah
berinteraksi dengan kura-kura) penulis mendapatkan kesan yang mendalam
dengan kura-kura. Pada saat itu pula penulis langsung mengobservasi. Bisa
dikatakan bahwa observasi yang dilakukan bersifat event sampling atau
observasi yang dilakukan dengan tidak menentukan waktu pengambilan data
secara pasti. Pada saat terjadi perjumpaan itulah dilakukan observasi. Hal ini
dilakukan karena kejadian yang melingkupi objek terjadi dari situasi natural.
b. Candi Sukuh dan candi Cetho. Di candi-candi ini ditemukan arca kura-kura
dalam ukuran besar. Di candi Sukuh, kura-kura diwujudkan dalam sebuah
arca besar, dengan kepala dan empat kaki. Namun di bagian tempurungnya
datar, sehingga arca tersebut tampak seperti meja besar berbentuk kura-kura.
Di candi Cetho, wujud kura-kura muncul dalam bentuk mozaik, tampak atas,
tetapi dengan bentuk kepala yang utuh. Tidak diketahui apakah wujud
tersebut memang demikian adanya, atau karena ada sesuatu hal yang
menimpanya.
c. Toko meubel “YOUNG SIONG”, Jagalan Surakarta. Di toko ini, penulis
mengumpulkan data berupa wawancara dan foto berbagai bentuk meja dan
(44)2. Literatur
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan selanjutnya adalah
penggunaan literatur. Literatur digunakan untuk melengkapi atau bahkan sebagai
pengganti data yang tidak bisa diperoleh melalui observasi.23
3. Wawancara
. Literatur yang
penulis kumpulkan berisi laporan tentang kajian penelitian dan karya tulis
profesional atau disipliner dalam bentuk makalah teoretik atau filosofis. Penulis
juga menggunakan berbagai jenis literatur yang berkaitan dengan kura-kura, meja
dan kursi santai, estetika, teknik garap sampai finishing karya.
Literatur-literatur tersebut penulis gunakan sebagai kerangka teoretik dan
konseptual yang diharapkan bisa memandu penulis dalam menyusun tugas akhir
karya ini. Kesemuanya dapat dipakai sebagai bahan yang merupakan pembanding
bagi data-data yang dikumpulkan.
Wawancara dilakukan dengan beberapa orang yang bergelut di bidang
perdagangan dan kerajinan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
masyarakat/ pasar mampu menyerap barang-barang kerajinan, meubel maupun
barang-barang kriya. Eny, pemilik mebel “YOUNG SIONG” Jagalan,
mengatakan jika furniture berbentuk hewan jarang sekali laku, karena memang
peminatnya sedikit dan perlu sentuhan khusus24.
23
Strauss, A., Corbin, J., Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, terj: Mutaqien Shodiq, Pustaka Pelajar, 2003, h.39
24
(45)D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara komparatif dan sepadan. Artinya
data dari berbagai gambar atau visual kura-kura, baik yang diperoleh dari
observasi langsung(data visual yang didapatkan dari dokumentasi foto), maupun
diperoleh melalui literatur, dikomparasikan atau dibandingkan satu sama lain
dicari perbedaan dan kesamaannya. Begitu juga data visual berbagai kursi dan
meja juga dikomparasikan. Hasil komparasi dari bentuk/gambar kura-kura, meja
dan kursi diaplikasikan dalam berbagai bentuk sket dan desain. Kemudian
langkah selanjutnya dikonsultasikan kepada pembimbing dan dicari yang terbaik
(46)BAB IV
A.
KONSEPTUALISASI DAN VISUALISASI KARYA
Desain
Pengertian Desain berasal dari kata De Segno (il disegno – Italia) yang
dikenal pada masa Renaissance. Pada masa itu desain dimaknai sebagai fase
infentif. Konsepsi umum yang mengawali pembuatan kekriyaan, patung dan
sebagainya; sebagai aktivitas kreatif yang mengikat seniman dalam berkarya25.
Lebih lanjut Guntur menyatakan pengertian desain secara umum yaitu
suatu proses dalam sebuah penciptaan karya seni yang mencakup berbagai hasil
budaya material, baik masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam
berbagai hal, baik seni, teknologi dan lain sebagainya. Karya-karya dalam
berbagai bidang tersebut mempunyai pola-pola, sebagai akibat eksperimentasi
dari cara pandang seseorang terhadap pembentukan material, menjadi sebuah
karya26
Menurut Fajar Sidik pengertian desain yang paling sederhana adalah
merencanakan atau merancang, desain adalah pengorganisasian atau penyusunan
elemen-elemen visual seperti garis, ruang, tekstur, tone, bentuk, cahaya dan
elemen seni rupa, sedemikian rupa sehingga menjadi kesatuan organik dan
harmoni antara bagian-bagian dengan keseluruhan .
27
25
Walter dalam Guntur, Teba Kriya, Artha-28, 2001, h.26
26
Op.cit, h.42
27
Fajar Sidik dalam Aming Prayitno, Desain Elementer, STSRI ASRI, 1981, h.3
(47)Selain itu, Guntur menyatakan, bahwa desain memiliki implikasi terhadap
perencanaan (perancangan) karya seni. Desain sebagai wujud lahiriyah tampak
berupa garis, tekstur, bidang, raut, volume, warna dan lain-lain. Desain sebagai
proses dalam aktifitas penggarapannya mengacu pada prinsip-prinsip desain
seperti komposisi, keseimbangan, unity, klimak, dominan dan lain-lain28
B. Eksplorasi Desain
.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, secara garis besar hal di atas dapat
diartikan bahwa desain adalah suatu perencanaan yang timbul karena proses
kreatif yang telah dipersiapkan dalam membentuk sistem yang dipersiapkan
sebelum karya dibuat, yang tentunya dengan tidak menghilangkan kandungan
nilai estetis.
Proses pembuatan desain jadi atau desain terpilih, terlebih dahulu di
awali dengan mengeksplorasi berbagai bentuk kura-kura, kursi, dan meja. Selain
itu juga melakukan eksplorasi dari berbagai hiasan atau ornamen yang terdapat
pada candi, meja, kursi yang sudah ada terutama yang berhubungan dengan tema.
Berdasarkan hal tersebut langkah selanjutnya adalah membuat perencanaan atau
desain. Proses pembuatan desain ini melibatkan proses kreatif penulis dalam
pencarian kemungkinan-kemungkinan bentuk yang bisa dimunculkan. Dharsono
mengungkapkan bahwa pada tahap ini ada beberapa proses yang dilalui objek
hingga mengalami perubahan wujud, antara lain:
28
(48)1. Stilisasi, merupakan cara penggambaran untuk mencapai bentuk
keindahan dengan cara menggayakan objek atau benda tersebut.
2. Distorsi, penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian
karakter, dengan cara memanfaatkan wujud-wujud tertentupada benda atau
objek yang digambar.
3. Transformasi, adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada
pencapaian karakter, dengan cara memindahkan (trans = pindah) wujud
atau figur dari objek lain yang digambar.
4. Deformasi, merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada
interpretasi karakter, dengan cara mengubah objek dengan cara
menggambarkan objek tersebut dengan hanya sebagian yang dianggap
mewakili karakter yang sifatnya hakiki. 29
Proses di atas bekerja secara sinergis dengan informasi-informasi yang
telah penulis kumpulkan sebelumnya, hingga terbentuklah berbagai sket karya.
1. Eksplorasi bentuk-bentuk kura-kura
Eksplorasi bentuk-bentuk kura-kura ini lebih diutamakan pada kura-kura
yang berinteraksi langsung dengan penulis, yaitu di kebun binatang Gembiraloka,
Yogyakarta. Berikut adalah beberapa bentuk kura-kura darat yang menjadi
sumber ide dari karya seni kriya ini.
29
(49)Foto 11. Kura-kura Aldabra (dipsochelys dussumieri) (foto: Umi, Gembiraloka, 22 Maret 2012)
(50)Foto 13. Kura-kura Galapagos (foto: Umi, Gembiraloka, 22 Maret 2012)
2. Eksplorasi bentuk-bentuk meja dan kursi
Penulis mengeksplorasi berbagai bentuk meja dan kursi. Data ini diambil
dari toko meubel “ YOUNG SIONG”, Surakarta. Berikut adalah beberapa bentuk
meja dan kursi. Dari eksplorasi ini penulis mendapatkan gambaran mengenai
bentuk-bentuk meja dan kursi yang saat ini beredar di pasaran.
(51)Foto 15. Kursi santai (Foto:Supri, 30 November 2013) Sumber: meubel YOUNG SIONG Surakarta
(52)Foto 17. Meja santai (Foto: Supri, 30 November 2013) Sumber : meubel YOUNG SIONG Surakarta
3. Eksplorasi bentuk kursi kura-kura
Penulis juga melakukan eksplorasi terhadap berbagai bentuk kursi yang
mengambil ide dari bentuk kura-kura. Hasil eksplorasi ini membantu penulis
untuk memperkaya ide-ide dan merangsang pikiran untuk mewujudkan desain-
desain guna mendukung terciptanya karya seni kriya yang sesuai dengan harapan
(53)Foto 18. Kursi kura-kura
Sumber
Foto 19. Kursi kura-kura
(54)Foto 20. Kursi kura-kura
Sumber
Foto 21. Kursi kura-kura
(55)4. Sket Alternatif
Sket dalam seni diartikan sebagai kerangka atau pola utama benda-benda
yang dibuat seperti gambar bangunan atau dekorasi, yang memungkinkan seniman
dapat mewujudkan ekspresi yang tepat untuk menuangkan gagasannya.
Penulis dalam membuat sket-sket menggunakan acuan gambar atupun
bentuk kura-kura yang sudah ada, baik yang didapat secara langsung lalu
didokumentasikan, atau yang terdapat pada buku, majalah, catalog, situs internet
dan lain-lain sesuai dengan tema. Sket yang dihasilkan merupakan titik awal
dalam pembuatan karya seni kriya dengan eksplorasi bentuk.
Sket, selain dilengkapi dengan berbagai bentuk ornamen yang bersumber
dari berbagai bentuk stilisasi kura-kura juga mengutamakan nilai-nilai estetik.
Berbagai sket yang dibuat penulis kemudian dikonsultasikan pada pembimbing
dan dipilih beberapa sket sebagai acuan proses pembuatan karya tugas akhir.
Berikut adalah sket-sket alternatif yang telah penulis gambar untuk bahan
referensi dan ditindak lanjuti hingga menjadi karya seni kriya tiga dimensi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada paparan berbagai sket kursi santai dibawah ini :
a. Sket Alternatif Kursi santai.
(56)Gambar 3. Sket kursi, alternatif 2
Gambar 4. Sket kursi, alternatif 3
(57)Gambar 6. Sket kursi, alternatif 5
Gambar 7. Sket kursi, alternatif 6
(58)Gambar 9. Sket kursi, alternatif 8
Gambar 10. Sket kursi, alternatif 9
(59)Gambar 12. Sket kursi, alternatif 11
Gambar 13. Sket kursi, alternatif 12
(60)Gambar 15. Sket kursi, alternatif 14
Gambar 16. Sket kursi, alternatif 15
b. Sket Alternatif Meja Santai
(61)Gambar 18. Sket meja, alternatif 2
Gambar 19. Sket meja, alternatif 3
(62)Gambar 21. Sket meja, alternatif 5
Gambar 22. Sket meja, alternatif 6
(63)Gambar 24. Sket meja, altrenatif 8
Gambar 25. Sket meja, alternatif 9
(64)C. Sket-Sket Terpilih
Sket terpilih merupakan sket yang dipilih setelah adanya diskusi yang
intensif antara penulis dan pembimbing. Pilihan terhadap sket-sket tersebut
tentunya setelah melalui berbagai pertimbangan, mulai dari esensi yang hendak
diangkat, pemilihan bahan, desain bahkan hingga peminimalisiran sisa bahan.
Sket-sket yang terpilih tersebut kemudian ditindaklanjuti menjadi seni kriya.
Berikut ini sket yang terpilih, yaitu:
Gambar 27. Sket kursi santai terpilih I (sket no.8)
(65)Gambar 29. Sket meja terpilih (sket no.4)
D. Gambar Kerja
Gambar kerja merupakan langkah yang penulis lakukan selanjutnya.
Gambar kerja ini dibuat untuk memudahkan penulis dalam mewujudkan desain ke
bentuk tiga dimensi. Sket-sket yang sudah terpilih sebelumnya, diwujudkan
dalam desain gambar tampak atas, tampak samping dan tampak muka. Gambar
tersebut disertai detil ukiran yang akan dibuat, serta dimensi ukurannnya (panjang,
lebar, tinggi). Ditampilkan juga detil-detil sambungan antar bagian. Dengan
demikian baik penulis maupun semua orang yang terlibat dalam proses pengerjaan
karya ini, bisa membayangkan dan mempunyai gambaran konkrit tentang bentuk
yang akan diwujudkan nantinya.
(66)(67)(68)(69)E. Pemilihan Bahan
Media untuk mengekspresikan suatu karya sangat beraneka ragam
jenisnya. Untuk kepentingan kreasinya penulis menggunakan bahan yang tersedia
dari alam atau bahan dari produk-produk industri sebagai pilihan sesuai
pertimbangan fungsi estetisnya. Berkaitan dengan karya seni Tugas Akhir ini,
bahan utama yang digunakan adalah bahan dasar kayu. Kayu merupakan material
yang mudah didapat, mudah diolah dan mudah dikerjakan. Karakter kayu tidak
dapat ditemukan pada karakter media lain, selain itu karakter kayu sangat
beraneka ragam tergantung dari jenis dan pertumbuhannya.
Sifat-sifat kayu yang susunan pola seratnya renggang termasuk kategori
kayu yang sangat lunak. Serat kayu pada umumnya tergantung dari pertumbuhan
pohon. Kayu dari pohon yang tumbuhnya cepat biasanya memiliki serat kasar dan
begitu sebaliknya, pertumbuhan pohon yang lambat dan pelan biasanya
mempunyai serat halus.
Proses penciptaan karya seni kriya ini lebih banyak menggunakan bahan
dasar kayu trembesi dan kayu johar. Kayu-kayu tersebut termasuk dalam kategori
kayu yang mudah dalam pengerjaannya walaupun mempunyai susunan pola serat
yang padat.
Kayu trembesi dikenal juga dengan nama “Ki Hujan”dan “Munggur”.
Nama latinnya Samanea Saman Merr. Berat jenis kayu ini rata-rata 0,61g/cm3.
Sedangkan kayu johar nama latinnya Siamea yang merujuk pada tanah asalnya,
(70)biasanya banyak disukai untuk pembuatan jembatan dan tiang bangunan karena
tergolong kuat. Penyebaran kayu-kayu tersebut terdapat di pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Selain kayu jati yang sudah terkenal
keunggulannya, saat ini tidak menutup kemungkinan kayu-kayu tersebut
digunakan juga untuk bahan dasar pembuatan benda pakai (kursi, meja, tempat
tidur, almari dan lain-lain). Hal ini merupakan pemanfaatan kayu bakar menjadi
bahan baku pembuatan benda pakai. Sifat kayu sebagai bahan dasar dalam
pembuatan benda pakai atau benda hias, memiliki sifat yang menguntungkan dan
merugikan, yaitu:
Sifat yang menguntungkan
- Bahan mudah didapat, relatif murah harganya dibandingkan bahan lain
seperti logam dan besi.
- Mudah pengerjaannya tanpa bantuan alat-alat berat atau khusus.
- Memiliki serat yang bagus/indah.
- Tahan terhadap zat kimia, seperti asam atau garam dapur.
- Serba guna, dapat digunakan untuk apa saja.
Sifat yang merugikan
- Mudah terbakar
- Kekuatan dan keawetan kayu tergantung dari jenis dan umur pohon.
- Cepat rusak oleh pengaruh cuaca.
(71)F. Proses Pembentukan Karya
Proses pembentukan karya merupakan tindak lanjut dari proses desain atau
gambar kerja yang telah dibuat untuk proses garap karya menjadi bentuk karya
tiga dimensi yang nyata dan sesuai dengan rancangan desain. Untuk proses garap
atau pengerjaan karya, ada beberapa tahapan tahapan kerja yang dilakukan,
tahapan kerja tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan bahan a. Bahan Baku
Bahan baku yang dipilih adalah kayu trembesi dan kayu johar. Kayu
trembesi dikenal juga dengan nama “Ki Hujan”dan “Munggur”. Nama
latinnya Samanea Saman Merr. Berat jenis kayu ini rata-rata 0,61g/cm3.
Sedangkan kayu johar nama latinnya Siamea yang merujuk pada tanah
asalnya, yaitu Siam atau Thailand. Berat jenis kayu ini o,6-1,01g/cm3. Kayu
johar ini biasanya banyak disukai untuk pembuatan jembatan dan tiang
bangunan karena tergolong kuat.
Penyebaran kayu-kayu tersebut terdapat di pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Selain kayu jati yang sudah terkenal
keunggulannya, saat ini tidak menutup kemungkinan kayu-kayu tersebut
digunakan juga untuk bahan dasar pembuatan benda pakai (kursi, meja,
tempat tidur, almari dan lain-lain). Hal ini merupakan pemanfaatan kayu
(72)Foto 22. Kayu glondongan(foto: Supri, 8 september 2013)
Bahan baku kayu didapat dari pedagang kayu bakar yang masih berupa
glondongan dengan berbagai ukuran panjang yang bervariasi sekitar 100cm –
300cm. Untuk mempermudah dalam proses pengerjaan, maka ukuran kayu
juga menjadi pertimbangan, jika ukuran kayu yang disediakan terlalu panjang
maka dilakukan pemotongan dengan menggunakan gergaji mesin yang
memiliki kekuatan besar sesuai dengan kebutuhan.
b. Bahan Penunjang
Bahan baku kayu untuk proses pengerjaan juga menggunakan bahan
tambahan, untuk menyempurnakan hasil pembentukan karya tiga dimensi.
Adapun bahan penunjang sebagai tambahan adalah sebagai berikut:
- Lem alteco, yang digunakan untuk menempelkan bagian kayu yang retak
(73)- Lem kayu fox, digunakan untuk campuran serbuk kayu(serbuk grajen)
untuk menambal kayu yang berlubang karena penyakit kayu.
- Melamin Mowilex, untuk finishing.
- Amplas, untuk proses penghalusan karya.
- Air secukupnya.
2. Penyediaan Peralatan
Penyediaan alat yang dimaksud adalah ketersediaan jenis alat yang
menunjang dalam proses pengerjaan karya sampai karya menjadi nyata.
Pemanfaatan alat dengan teknik yang baik akan sangat membantu kelancaran
proses berkarya. Peralatan ayang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Peralatan Pokok
a) Peralatan ini berupa 1 set pahat ukir yang terdiri dari:
- Penguku, bentuknya seperti kuku jari manusia, digunakan untuk
mengukir pada bagian permukaan yang melengkung, melingkar,
cembung, cekung serta membuat ikal, cawen, garis, pecahan.
(74)- Penyilat, bentuk mata tatah lurus seperti pisau, digunakan untuk
mengukir pada bagian yang lurus/datar, membuat dasaran (lemahan) dan
untuk membuat dimensi.
Foto 24. Pahat penyilat (foto: Supri, 30 Januari 2013)
- Pahat lengkung 1,5 (pahat kol, pahat cembung), digunakan untuk
membuat bagian yang melengkung cembung.
(75)- Pecahan/coret, bentuknya segitiga yang salah satu sudutnya runcing
dantajam, digunakan untuk membuat isian baik yang berupa pecahan
atau benangan.
Foto 26. pahat coret (foto: Supri, 30 Januari 2013)
b) Ganden kayu, digunakan untuk memukul pahat.
(76)c) Pethel, digunakan untuk memilah kayu
Foto 28. Pethel (foto: Supri, 30 Januari 2013)
d) Amplas listrik (sender polisher), digunakan untuk mempercepat meratakan
dan menghaluskan bagian yang kurang rata.
(77)e) Gergaji tangan( Handle saw), untuk memotong kayu.
Foto 30. Handle saw (foto: Supri, 30 Januari 2013)
f) Gergaji mesin(chain saw), untuk mempercepat proses pemotongan kayu.
(78)g) Bor listrik(electric handle drilling), untuk membuat lubang.
Foto 32. Bor listrik (foto: Supri, 30 Januari 2013)
b. Peralatan Bantu
- Batu asah, untuk menajamkan tatah.
(79)- Kuas, untuk meratakan bahan finishing.
Foto 34. Kuas (foto: Supri, 30 Januari 2013)
- Kompresor listrik (Portable air compresors), untuk memompa spray gun.
(80)- Spray gun, digunakan untuk menyemprotkan bahan finishing.
Foto 36. Spray gun (foto: Supri, januari 2013)
Tahap pembentukan karya tiga dimensi ini melalui beberapa langkah, yang
terdiri dari:
- Langkah pertama yaitu mempersiapkan bahan baku kayu sesuai ukuran
masing-masing karya, kemudian menyiapkan gambar kerja atau desain
yang akan dibuat. Kemudian proses selanjutnya adalah menggambar
desain pada kayu sesuai dengan bentuk karya dengan teknik pahat.
- Langkah kedua adalah membentuk karya secara global atau kasar dengan
menggunakan pahat penyilat, pahat kol, dan petel yang dibantu dengan
menggunakan gergaji tangan dan gergaji mesin untuk mempercepat proses
(81)Foto 37. Proses membentuk karya (foto: Hidayat, Juni 2012)
- Langkah ketiga, membuat bentuk setengah jadi. Tahap ini merupakan
proses pembentukan karya yang mencapai body karya secara utuh sebelum
proses detail karya. Proses karya lebih sering menggunakan pahat
(82)Foto 38. Proses bentuk setengah jadi (foto: Hidayat, Juni 2012)
- Langkah keempat, membuat bentuk detail pada bagian-bagian karya.
Tahap ini adalah tahap karya jadi sebelum masuk proses finishing.
Membentuk detail karya adalah proses pengisian karya, membuat teksture,
(83)Foto 39. Proses memberi tekstur pada karya(foto: Hidayat, Juli 2012)
- langkah kelima, adalah aplikasi bahan logam sebagai penguat sambungan
antar kayu. Sambungan ini ditempatkan pada keempat kaki meja sebagai
penyangga serta pada daun meja. Tujuan dari sambungan ini selain untuk
kekuatan, juga untuk memunculkan serat kayu johar sebagai daun meja
(84)G. Finishing
Finishing adalah pengolahan karya tahap akhir menggunakan bahan
tertentu sehingga dapat memberikan efek atau manfaat. Proses ini memegang
peranan penting dalam meningkatkan kualitas bahan, kualitas karya, dan nilai
estetisnya. Finishing berfungsi sebagai pelindung permukaan kayu dari pengaruh
lingkungan agar terhindar dari korosi atau pengaruh zat-zat kimia yang dapat
merusak permukaan kayu. Hal ini terjadi karena pengaruh cuaca, kelembaban,
sinar matahari, jamur, serangga, dan rusaknya permukaan kayu akibat mengelupas
atau tergores.
Teknik finishing yang dilakukan oleh penulis menggunakan bahan
finishing siap pakai yang banyak dijual di toko-toko bangunan atau toko mebel.
Tekniknya adalah dengan memberikan lapisan melamine warna pada karya
dengan cara disemprot dan dikuas. Selain barangnya mudah didapatkan, dari segi
pengerjaannya juga tidak terlalu rumit dan tidak memakan waktu yang terlalu
lama. Bahan-bahan yang disediakan antara lain:
- Amplas(no. 02,120,160 dan 400) untuk menghaluskan karya kayu.
- Melamine Mowilex kode WS500 warna MAHOGANY dan WS301 warna
PINE.
- Air secukupnya sebagai pengencer ketika menggunakan spray gun.
Namun jika menginginkan warna asli melamine tidak perlu dicampur
(85)Foto 40. Bahan Finishing (foto: Supri, 9 November 2013)
Langkah-langkah dalam proses finishing antara lain:
Langkah pertama, karya dihaluskan menggunakan amplas yang kasar(no
02) dengan alat bantu amplas mesin, jika amplas mesin tidak dapat menjangkau
bagian-bagian yang sulit, maka pengamplasan dilakukan secara manual.
Kemudian diamplas lagi menggunakan amplas no120. Setelah semua karya
dihaluskan, dilakukan pengamplasan lagi menggunakan amplas halus(no160)
sekaligus sebagai langkah terakhir dari proses pengamplasan.
Langkah kedua, proses pembentukan warna dengan menggunakan
melamine woodstainWS301 PINE. Teknik yang digunakan adalah dengan
(86)tekstur warna yang berbeda. Diamkan sekitar 2 jam, maka serat kayu akan
kembali muncul dan diamplas lagi menggunakan amplas no.400. Kemudian
melamine dilakukan lagi dan diulang-ulang sekitar 2-3 kali, hingga mendapatkan
hasil yang diinginkan.
Setelah semuanya selesai dengan lapisan pertama, berikutnya karya
dilapisi dengan melamine woodstain WS500 MAHOGANY sebagai langkah
terakhir proses finishing. Jika warna yang diinginkan masih kurang sesuai bisa
diulangi lagi setelah melalui proses pengeringan, atau jika warna terlalu pekat kita
bisa menambahkan air secukupnya sebagai campuran milamine.
(87)H. Kalkulasi Biaya
Kalkulasi biaya merupakan keseluruhan perhitungan bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat suatu karya. Berikut rincian keseluruhan kalkulasi
biaya dalam pembuatan karya tugas akhir ini:
1. Bahan Kayu Gelondongan
No. Bahan baku Ukuran Panjang Diameter Harga/kg Berat Harga
(cm) (cm) (Rp) (Kg) (Rp)
1 Kayu Trembesi 300 70 5,000 300 1,500,000
2 Kayu johar 120 60 5,000 110 550,000
Total 2,050,000
2. Bahan Aplikasi
No. Bahan Diameter (cm) Panjang (m) Jumlah Harga (Rp)
1 Besi Cor 12 12 1 47,000
3. Bahan Penunjang
no. Bahan Ukuran Banyaknya Harga Jumlah Harga
1 Lem Alteco 3 6,000 18,000
2 Lem Fox 500 gr 1 15,000 15,000
3 Lem Poxy 500 gr 2 65,000 130,000
Total 163,000
4. Bahan Finishing
No. Je nis Ukuran Jumlah Harga Satuan (Rp) Jumlah
1 Wood Stain Mowilex 1 Kg 3 60,000 180,000
2 Amplas No. 02 4 4,000 16,000
No. 120 5 2,000 10,000
No. 160 4 5,000 20,000
No. 400 5 20,000 100,000
(88)5. Biaya Pengerjaan Karya
No. Karya Ukuran Karya Jumlah Pengerjaan Upah/hari Jumlah Biaya
(PxLxT) (Hari)
1 I 205x40x60 1 5 60,000 300,000
2 II 195x37x43 1 5 60,000 300,000
3 III 90x70x45 1 3 60,000 180,000
Total 780,000
6. Biaya Pengerjaan Finishing
No. Karya Ukuran Karya Jumlah Pengerjaan Upah/hari Jumlah Biaya
(PxLxT) (Hari)
1 I 205x40x60 1 2 40,000 80,000 2 II 195x37x43 1 2 40,000 80,000 3 III 90x70x45 1 2 40,000 80,000
Total 240,000
7. Total Biaya
No. Jenis Bahan / Pekerjaan Biaya
1 Bahan kayu gelondongan 2,050,000
(89)BAB V PENUTUP
A. Ulasan Karya
Proses yang telah penulis jalani menghasilkan sebuah karya yang
berwujud kriya seni, berupa kursi santai dan meja. Ulasan ini berfungsi untuk
membahas, mengamati dan mengevaluasi hasil karya yang telah dibuat penulis.
KARYA I
Foto 42. Kursi santai I, tampak samping
(90)Foto 43. Kursi santai I, tampak atas
Foto : Supri, 09 Februari 2014
Sumber ide : kura-kura
Ukuran : 220 cm x 45 cm x 65cm
Bahan : kayu trembesi
Teknik : pahat
Finishing : melamin
Ulasan :
Karya kriya ini dibuat dari kayu trembesi glondongan dengan ukuran
diameter 70 cm x 250 cm, digarap secara langsung dari bentuk glondongan ke
(91)membentuk kura-kura dilakukan dengan melalui proses mengurangi
bagian-bagian tertentu untuk membuat karakter yang diinginkan, yakni jenis kura-kura
galapagos. Penggambaran bentuk kura-kura sekilas hampir seperti natural namun
telah melalui beberapa tahap stilisasi dari bentuk dasar kura-kura yang cenderung
oval ditarik memanjang agar bentuk kursi santai yang diinginkan dapat tercapai.
Finishing untuk karya kriya I ini menggunakan milamine woodstain karena
keinginan penulis untuk memperlihatkan serat kayu yang dirasa cukup menarik
(92)KARYA II
Foto 44. Kursi santai II, tampak atas
Foto : Supri, 09 Februari 2014
Foto 45. Kursi santai II, tampak samping
(93)Sumber ide : kura-kura
Ukuran : 195 cm x 40 cm x 45 cm
Bahan : kayu trembesi
Teknik : pahat
Finishing : melamin
Ulasan :
Kursi santai karya II memiliki ide dasar yang sama, perbedaan hanyalah
pada ukuran, yakni 195 cm x 40 cm x 45 cm. Bentuk kura-kura yang cenderung
pendek menarik untuk dieksplorasi. Bentuknya yang memanjang, diharapkan bisa
menampung satu orang dewasa yang duduk berselonjor atau tiduran di atasnya
sesuai fungsi yang diharapkan, yaitu memberikan efek santai dan nyaman bagi
yang menggunakannya. Finishing yang digunakan tidak berbeda dengan karya I,
(94)KARYA III
Foto 46. Meja Santai, tampak atas ( Foto : Supri, 09 Februari 2014)