Ada berapakah khalifah pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah?

A.Kelahiran Daulah Abbasiyah

Secarakronologis, nama Abbasiyah menunjukkan nenek moyang dari Al-Abbas, Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan pertalian keluarga antara Bani Abbas dengan nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan ini sama-sama mengklaim bahwa jabatan Khalifah harus berada di tangan mereka. Keluarga Abbas mengklaim bahwa setelah wafatnya Rasulullah merekalah yang merupakan penerus dan penyambung keluarga Rasul.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya Dinasti ini sangat panjang yaitu tahun 132 H/750 M-656 H/1258 M. Sejarah kemunculan Dinasti Abbasiyah bermula ketika pada saat itu masih Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan, karena menurut keyakinan Bani Abbasiyah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Serta Dinasti Umayyah yang di pimpin oleh Raja terakhirnya yaitu Marwans elaluh menghiraukan masalah-masalah keagamaan.

Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa. Penyeranggan terhadap bani umayyah di dasari oleh :

1.Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Abbasiyah pada umumnya.

2.Merendahkan kaum muslimin yang bukan Bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.

3.Pelanggaran terhadap Ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia secara terang-terangan.

Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan yang disebabkan kuatnya Dinasti Umayyah. Akan tetapi Bani Abbasiyah dapat menumbangkan kekuatan Dinasti Umayyah ketika kaum Abbasiyah bersepakat untuk menyusun rencana penyerangan terhadap raja Marwan dan rencana itupun berhasil, Marwan dapat dibunuh oleh Sholeh salah satu pengikut Bani Abbasiyah di desa Bunsir, Mesir.

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

1.Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)

Dasar pemerintahan Bani abbasiyah dibangun oleh Abu Abbas Al-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur. Padaperiode awal Aapemerintahan Dinasti Abasiyah masih dipengaruhi oleh Persia sehingga menekankan pada kebijakan perluasan daerah.

2.Periode kedua (232 H/847 M. – 334 H/945 M.)

Kebijakan Khalifah al-Mukasim (833-842 M.), untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia, pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah pada periode ini adalah; Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar.

3.Periode ketiga (334 H./945 M.-447 H./1055 M.)

Posisi Bani Abasiyah yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.

4.Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1199 M)

Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas naungan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syi’ah.

5.Periode kelima (590 H/1199 M – 656 H/1258 M)

Pada periode ini, Khalifah Bani Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H./1256 M.

Sistem kekhalifahan Bani abbasiyah berkembang sebagai sistem politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap Bani Ummayah di dalam masalah sosial dan politik diskriminasi. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam” pemimpin masyarakat muslim untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja. Para khilafah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:

1)Khalifah Abu Abas al-Saffah (750-754 M.)

2)Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M.)

3)Khalifah al-Mahdi (775-785 M.)

4)Khalifah al Hadi (775-776 M.)

5)Khalifah Harun al-Rasyid (776-809 M.)

6)Khalifah al-Amin (809-813 M.)

7)Khalifah al-Makmun (813-633 M.)

8)Khalifdah al-Mu’tasim (833-842 M.)

9)Khalifah al-Wasiq ( 842-847 M.)

10)Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M.)

11) Khalifah al-Muntashir (861-862 M)

12) Khalifah al-Musta’in (862-866 M)

13) Khalifah al-Mu’taz (866-869 M)

14) Khalifah al-Muhtadi (869-870 M)

15) Khalifah al-Mu’tamid (870-892 M)

16) Khalifah al-Mu’tadid (892-902 M)

17) Khalifah Ali al-Muktafi (902-905 M)

18) Khalifah al-Muqtadir (905-932 M)

19) Khalifah al-Qahir (932-934 M)

20) Khalifah ar-Radi (934-940 M)

21) Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)

22) Khalifah al-Mustaqfi (944-946 M)

23) Khalifahal-Mu’ti (946-974 M)

24) Khalifah at-Thai (974-991 M)

25) Khalifah al-Qadir (991-1031 M)

26) Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)

27) Khalifah al-Muqtadi (1075-1094 M)

28) Khalifah al-Mustadzir (1094-1118 M)

29) Khalifah al-Mustarsyid (1118-1135 M)

30) Khalifah al-Mansyur ar-Rasyid (1135-1136 M)

31) Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M)

32) Khalifah al-Mustanjid (1160-1170 M)

33) Khalifah al-Hasan al-Mustadi (1170-1180 M)

34) Khalifah an-Nasir (1180-1225 M)

35) Khalifah az-Zahir (1225-1226 M)

36) Khalifah al-Mansur al-Mustansir (1226-1242 M)

37) Khalifah al-Mu’tashim Billah (1242-1258 M)

Beberapa khalifah yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah diantaranya:

·Abu al-Abbas al-Saffah

Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah. Beliau dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Ibunya adalah Rabtah binti Abaidullah al Haritsi, ayahnya Muhammad bin Ali adalah orang yang melakukan gerakan untuk mendirikan pemerintahan Daulah Abbasiyah dan menyebarkannya kemana-mana.

Abdullah bin Muhammad mendapat gelar As Saffah pengalir darah dan pengancam siapa saja yang membangkang, khususnya Bani Umayan dan pendukung- pendukungnya. Hal itu dibuktikan bahwa As Saffah menumpas mereka secara habis-habisan. Abul Abbas adalah seorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas sehingga beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya. Beliau memiliki pengetahuan yang luas, pemalu dan budi pekerti yang baik. Menurut As Sayuti, Abul Abbas As Saffah ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Beliau diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh pemerintahan Umayah pada tahun 129 H atau 746 M. Tertangkapnya ibrahim membuat Abdullah harus berangkat ke Kuffah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia.

3 tahun berikutnya, dia di baiat di masjid Kuffah pada tanggal 3 Rabiul Awal tahun 132 H atau 749 M. Ketika dilantik menjadi khalifah, Abul Abbas sedang sakit sehingga beliau memberikan ucapan yang pendek saja dari mimbar masjid di Kuffah. Dalam ucapanya beliau menyebutkan tentang keturunan Rasullulah yang berhak menjadi khalifah dan bentuk-bentuk kekejaman bani umayyah, serta menyanjung kebaikan-kebaikan penduduk kuffah, beliau berkata: “Anda adalah tempat kesayangan dan kasih mesra kami. Anda tidak bergeming dan tidak mengubah sikap walaupun ada tekanan-tekanan dari golongan yang kejam, sehingga anda menemui kami. Allah kurniakan anda dengan kedaulatan kami, anda adalah manusia paling bahagia menerima kami dan paling bersimpati kepada kami. Kami tambahkan 100 dirham lagi ke atas pendapatan anda. Oleh karena itu bersedialah untuk memikul amanah” Beliau mengakhiri ucapanya dengan berkata “Aku ialah saffah tidak pantang menyerah dan pemberontakan pemusnah”.

Masa pemerintahan Abul Abbas As Saffah hanya berlangsung 4 tahun. Setelah di baiat menjadi khalifah pertama bani abbasiyah, tugas yang pertama ia lakukan adalah mengalahkan khalifah terakhir bani umayah yaitu Marwan bin Muhammad. Abul Abbas memberangkatkan pasukannya untuk memerangi Marwan bin Muhammad yang saat itu bersama dengan tentaranya berada di Zab, Marwan dikalahkan dalam perang ini dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain hingga akhirnya berhasil dibunuh oleh pasukan Abul Abbas pada Januari tahun 132 H / 750 M.

Dengan demikian semua wilayah pemerintahan berada di bawah kendali Abbasiyah kecuali Andalusia. Setelah Marwan bin Muhammad terbunuh, maka secara de facto berdiri dinasti baru yaitu Dinasti Abbasiyah dengan kekhalifahan Abul Abbas as Saffah. Dia mengeluarkan dekrit kepada para gubernur supaya tokoh- tokoh umayah yang memiliki darah biru semuanya dibunuh. Ia sendiri banyak membunuh rival dari dinasti itu. bukan hanya diam di situ saja, Abul Abbas menggali kuburan para khalifah umayah ( kecuali umar bin abdul aziz ) dan tulang-tulangnya pun dibakar. Oleh karena itu rakyat damaskus, harran, hims, kinnisirin, zerusalam dan daerah lainnya memberontak, namun pemberontakan tersebut dapat dipadamkan dengan tangan besi oleh razim abul abbas as saffah.

Dalam pemerintahan Abul Abbas, ia menjadikan kota Anbas sebagai ibukota negaranya, ia juga disibukkan dengan upaya untuk konsolidasi internal dan untuk menguatkan pilar- pilar negara yang hingga saat itu belum sepenuhnya stabil, oleh karena itulah, dia tidak banyak fokus terhadap masalah penaklukan wilayah karena pertempuran di kawasan turki dan asia tengah terus bergolak. Oleh karena itu, pemerintahan Abul Abbas as affah bersandar pada tiga hal utama yaitu:

1.Keluarganya sebab dia memiliki paman, saudara-saudara, dan anak-anak saudara dalam jumlah besar. Mereka menyerahkan kepemimpinan dan pemerintahan wilayah kepadanya, demikian juga dalam masalah nasihat dan musyawarah.

2.Abu muslim khurasani. Dia adalah panglima perang yang jempolan. Dengan kekuatan dan tekadnya yang kokoh, dia mampu menaklukan khurasan dan irak sehingga membuka jalan yang lapang bagi berdirinya pemerintahan abbasiyah.

3.Fanatisme golongan. Dia muncul pada akhir-akhir dan melemahnya pemerintahan umayah peluang ini di manfaatkan oleh bani abbasiyah mereka bersama- sama dengan yamaniyun bergerak melawan qoysiyun yang berpihak kepada bani umayah.

Abul Abbas as Saffah menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan, dan wafat dikota Anbar pada hari ahad, setengah pertama dari bulan Dzulhijah tahun 136 h atau 753 m.

·Abu Ja’far al-Mansyur

Abu Ja’far Adullah bin Muhammad dilahirkan di kota Hamimah pada tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah. Ia menjadi khalifah pada usia 41 tahun. Ia memerintah selama ± 22 tahun (136 – 158 H/ 754 – 775 M).
Sebelum Abu Al- Abbas As-Saffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa bakal menjadi penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa ibn Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra mahkota ini meniru cara Umayyah, bukan mencontoh Khulafurrasyidin yang mendasarkan pemilihan khalifah pada musyawarah dari rakyat.

Di zaman Al Mansur berawal masa kejayaan dan masa perkembangan ilmu pengetahuan yang oleh karenanya Daulat Abbasiyah mencapai zaman keemasannya di belakang hari. Di zaman Al Mansur pula berkembang pengaruh Persia secara jelas, sehingga khalifah-khalifah Bani Abbas meniru umat Persia tentang adat istiadat istana bahkan sampai kepada nizam siasat yang terpakai di masa pemerintahan Kisra-kisra Persia. Di dalam istana orang Persialah yang berpengaruh.

Abu Ja’far memakai gelar al-Mansur. Menurut Joesoef Sou’yb gelar Al –Mansyur karena Abu Ja’far senantiasa menang di dalam peperangan baik memadamkan kerusuhan maupun dalam menghadapi serangan imperium Byzantium, maka iapun digelari Al Mansur yang beroleh pertolongan dari Allah. Pada masa al Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata ”Innama ana Sulthan Allah fi Ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke genarasi selanjutnya yang merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa ar Rasyidin.

Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far al Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah tersebut. Di awal masa pemerintahannya ia menghadapi berbagai kesulitan terutama perlawanan-perlawanan dari pihak yang tidak menerima beliau sebagai khalifah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang gagah berani dalam pertempuran, dan ia menginginkan jabatan khalifah itu jatuh ke tangannya. Keduanya adalah yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir. Karena tidak bersedia membai’atnya maka dibunuh oleh Abu Muslim Al Khurasani atas perintah Abu Ja’far. Kemudian, Abu Muslim merupakan seorang yang setia kepada khalifah dan berpengaruh besar. Ketika as-Saffah masih hidup, Abu Muslim selalu dimintai pendapatnya dalam urusan negara, sebelum meminta kepada yang lain termasuk al-Mansur. Dikarenakan kekhawatiran akan menjadi pesaing baginya, maka Abu Muslim Al Khurasani dihukum mati pada tahun 755 M. Selanjutnya Abu Ja’far juga menyingkirkan keturunan Ali ibn Abi Thalib yang pengikutnya banyak, terutama di wilayah berdirinya kekuasaan Bani Abbas. Mereka ditakutkan menuntut hak untuk kepemimpinan umat dari golongannya yang selama ini ikut berjuang mendirikan kekuasaan.

Dalam masa pemerintahan Al Mansur, ibu kota Daulah Bani Abbas dipindahkan ke kota yang baru dibangunnya, yakni Bagdad. Sebelum itu ibu kota negara adalah Al Hasyimiyah. Karena ibu kota itu berdekatan dengan Kufah, tempat pergerakan kaum syi’ah, maka al Mansur memindahkannya ke Bagdad yang merupakan kota kuno di sebelah barat sungai Tigris. Hal ini dilakukan untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu.

Dalam membangun kota ini, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur- arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Berpindahnya ibukota kekhalifahan ke Bagdad ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Bagdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia dan berarti semakin jauh dari pengaruh Arab. Kota Bagdad sendiri telah lama mengenal ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi. Membaurnya bangsa-bangsa di Bagdad mempunyai pengaruh yang besar.

Masa sepuluh tahun terakhir pemerintahan al Mansur itu adalah masa aman dan damai dan kemakmuran yang melimpah hingga seluruh perhatian tertuju pada negeri tersebut. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalif al Mansur. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Bagdad. Ia merangsang pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits dan ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sejarah.

Menjelang penghujung tahun 158 H/ 775 M, khalif al Mansur berangkat untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci, disertai oleh puteranya al Mahdi. Mendekati kota Kufah iapun jatuh sakit. Tetapi pada suatu tempat bernama Bir Maimun iapun tergeletak dan lalu wafat disitu. Ia wafat pada usia 63 tahun. Jenazahnya di kebumikan di ibu kota Bagdad.

·Harun al-Rasyid

Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada Februari 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan. Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki.

Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada September 786 M, pada usianya yang sangat muda, 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa Al-Hadi wafat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya.

Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.

Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.

Khalifah Harun Ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup juga seorang cerdik pandai yang sering memberikan nasihat-nasihat kebaikan pada Khalifah, yaitu Abu Nawas. Nasihat-nasihat kebaikan dari Abu Nawas disertai dengan gayanya yang lucu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Suasana negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tenteram. Bahkan pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak dan sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Setiap orang merasa aman untuk keluar pada malam hari, karena tingkat kejahatan yang minim. Kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan dan penjelajahan di negeri yang luas itu dengan aman. Masjid-masjid, perguruan tinggi, madrasah-madrasah, rumah sakit, dan sarana kepentingan umum lainnya banyak dibangun pada masa itu. Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Bahasa Arab ketika itu merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan bahkan menjadi alat komunikasi umum. Karena itu, dianggap tepat bila semua pengetahuan yang termuat dalam bahasa asing itu segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi, ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih. Daulah Abbasiyah dan dunia Islam saat itu benar-benar kehilangan sosok pemimpin yang shalih dan adil, sehingga tak seorang pun yang teraniaya tanpa diketahui oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dan mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.

B.Masa-masa kejayaan Daulah Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah, pada masa kekuasaannya, memberikan kemajuan bagi kelangsungan agama Islam, sehingga masa Dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan The Golden Age of Islam. Khilafah di Bagdad yang didirikan olehal-Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari al-Mansur sampai Wathiq, dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Pada masa pemerintahan Harun tercatat buku legendaris cerita 1001 malam. Di samping itu, berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, astronomi, musik, kedokteran, dan kimia. Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh Dinasti Abbasiyah ialah sebagai berikut:

1.Gerakan penerjemahan

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah yunani dalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata Negara dan sastra.

Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pramatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.

-Baitul hikmah

Baitul hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan.

-Pada masa harun ar-rasyid

Institusi ini bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

-Pada masa al-ma’mun

Lembaga ini dikembangkan sejak tahun 815 M dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia dan ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.

2.Dalam bidang filasafat

Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota Baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad. Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn Ishaq al-Kinl-Farabi, Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd menjelaskan pemikiran-pemikirannya dengan menggunakan contoh, metamor, analogi, dan gambaran imajinatif.

3.Dalam bidang hukum Islam

Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup para ahli baca Al-Qur’an, dan para ulama di bidang agama. Karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

4.Perkembangan Ekonomi

Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur dan kekayaan melimpah. Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di mesir, sutra darisyiria dan irak, kertas dari samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

5.Dalam bidang Peradaban

Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.

6.Ilmu Tashawuf

Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai sekarang yaitu buku Ihya' Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.  Al-Hallaj (858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul Al-Thawasshin,  Al-Thusi menulis buku al-lam'u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunya al-risalat al-Qusyairiyat fi il'm al-Tashawuf.

7.Ilmu Matematika

Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang kitab  Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.

8.Ilmu Farmasi

Di antara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami' al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).

9.Ilmu Kedokteran

Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran. Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai berikut:

a.Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal sebagai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.

b.Ar Razi (809-1036 M) terkenal sebagai dokter yang ahli di bidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya di bidang ilmu kedokteran adalah Al-Ahwi.

c.Ibnu Sina (980-1036), yang karyanya yang terkenal adalah Al- Qanun Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai buku pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.

d.Ibnu Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis di bidang penelitian pembuluh darah, penyakit cacar, dll.

C.Kehancuran Daulah Abbasiyah

Sejak periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi Dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan dari kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik. keberhasilah penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri makin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan benar-benar berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, para khalifah sangat lemah. Mereka berada di bawah pengaruh kekuasaan yanglain.

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertema telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan mewah khalifah-khalifah ini ditiru para hartawan dan anak-anak pejabat. kecenderungan bermewah-mewah, ditambah kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil alih pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbas di dalam khalifah Abbasiyah yang didirakannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih bertahan lebih dari 400 tahun.

Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Pada masa pemerintakah bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khalifah dari tangan bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaan dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang bani Abbas. Hal itu terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat dan di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Karena gejolak yang terus-menerus terjadi di kubu bani Abbas dan di luar bani Abbas, akhirnya tentara Turki berhasil merebut keuasaan tersebut. Ditangan merekalah khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbubat apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan mejatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Dan akhirnya, setelah keuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode ke-dua,pada periode ketiga (334H945-4447H/1055M) Daulat Bani Abbasiya berada di bawah kekuasaan bani Buwaih.

Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Adapun terlihat gejala runtuhnya dinasti abbasiyah yakni ketika masa kekhalifahaan Al-Mutawakkil (847-861 M), karena merupakan khalifah yang lemah dalam hal kepemimpinan apabila di bandingkan dengan al-Watsiq. Khalifah yang baru ini mulai menyingkirkan orang-orang keturunan Turki, tetapi tidak terlaksanakan dengan sempurna karena keturunan Turki ini telah bangkit memberontak menentangnya, bersama-sama dengan anaknnya Al-Mansur dan berhasil membunuhnya. Sejak inilah mulai terlihat gejala runtuhnya dinasti abbasiyah. setelah al-Mutawakkil wafat karena di bunuh oleh orang-orang Turki, maka orang-orang Turki dapat merebut kekuasaannya dengan cepat. Merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka, kekuasaan tidak lagi di tangan bani abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan khalifah. Masa tersebut adalah zaman kelemahan dan kemunduran bagi khalifah-khalifah Bani Abbasiyah. Setelah itu tenara turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil.

Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasiyah, yaitu:

1.Faktor Internal

a.Mayoritas Khalifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.

b.Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.

c.Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.

d.Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.

e.Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.

f.Merajalelanya korupsi di kalangan pejabat

2.Faktor Eksternal

a.Perang salib yang sedang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.

b.Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad hingga rata dengan tanah. Jatuhnya Baghdad pada tahun 1258 ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut. Kemudian,muncul Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan kerajaan Mughal di India.


Lihat Media Selengkapnya

Page 2

A.Kelahiran Daulah Abbasiyah

Secarakronologis, nama Abbasiyah menunjukkan nenek moyang dari Al-Abbas, Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan pertalian keluarga antara Bani Abbas dengan nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan ini sama-sama mengklaim bahwa jabatan Khalifah harus berada di tangan mereka. Keluarga Abbas mengklaim bahwa setelah wafatnya Rasulullah merekalah yang merupakan penerus dan penyambung keluarga Rasul.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya Dinasti ini sangat panjang yaitu tahun 132 H/750 M-656 H/1258 M. Sejarah kemunculan Dinasti Abbasiyah bermula ketika pada saat itu masih Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan, karena menurut keyakinan Bani Abbasiyah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Serta Dinasti Umayyah yang di pimpin oleh Raja terakhirnya yaitu Marwans elaluh menghiraukan masalah-masalah keagamaan.

Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa. Penyeranggan terhadap bani umayyah di dasari oleh :

1.Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Abbasiyah pada umumnya.

2.Merendahkan kaum muslimin yang bukan Bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.

3.Pelanggaran terhadap Ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia secara terang-terangan.

Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan yang disebabkan kuatnya Dinasti Umayyah. Akan tetapi Bani Abbasiyah dapat menumbangkan kekuatan Dinasti Umayyah ketika kaum Abbasiyah bersepakat untuk menyusun rencana penyerangan terhadap raja Marwan dan rencana itupun berhasil, Marwan dapat dibunuh oleh Sholeh salah satu pengikut Bani Abbasiyah di desa Bunsir, Mesir.

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

1.Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)

Dasar pemerintahan Bani abbasiyah dibangun oleh Abu Abbas Al-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur. Padaperiode awal Aapemerintahan Dinasti Abasiyah masih dipengaruhi oleh Persia sehingga menekankan pada kebijakan perluasan daerah.

2.Periode kedua (232 H/847 M. – 334 H/945 M.)

Kebijakan Khalifah al-Mukasim (833-842 M.), untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia, pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah pada periode ini adalah; Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar.

3.Periode ketiga (334 H./945 M.-447 H./1055 M.)

Posisi Bani Abasiyah yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.

4.Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1199 M)

Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas naungan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syi’ah.

5.Periode kelima (590 H/1199 M – 656 H/1258 M)

Pada periode ini, Khalifah Bani Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H./1256 M.

Sistem kekhalifahan Bani abbasiyah berkembang sebagai sistem politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap Bani Ummayah di dalam masalah sosial dan politik diskriminasi. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam” pemimpin masyarakat muslim untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja. Para khilafah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:

1)Khalifah Abu Abas al-Saffah (750-754 M.)

2)Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M.)

3)Khalifah al-Mahdi (775-785 M.)

4)Khalifah al Hadi (775-776 M.)

5)Khalifah Harun al-Rasyid (776-809 M.)

6)Khalifah al-Amin (809-813 M.)

7)Khalifah al-Makmun (813-633 M.)

8)Khalifdah al-Mu’tasim (833-842 M.)

9)Khalifah al-Wasiq ( 842-847 M.)

10)Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M.)

11) Khalifah al-Muntashir (861-862 M)

12) Khalifah al-Musta’in (862-866 M)

13) Khalifah al-Mu’taz (866-869 M)

14) Khalifah al-Muhtadi (869-870 M)

15) Khalifah al-Mu’tamid (870-892 M)

16) Khalifah al-Mu’tadid (892-902 M)

17) Khalifah Ali al-Muktafi (902-905 M)

18) Khalifah al-Muqtadir (905-932 M)

19) Khalifah al-Qahir (932-934 M)

20) Khalifah ar-Radi (934-940 M)

21) Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)

22) Khalifah al-Mustaqfi (944-946 M)

23) Khalifahal-Mu’ti (946-974 M)

24) Khalifah at-Thai (974-991 M)

25) Khalifah al-Qadir (991-1031 M)

26) Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)

27) Khalifah al-Muqtadi (1075-1094 M)

28) Khalifah al-Mustadzir (1094-1118 M)

29) Khalifah al-Mustarsyid (1118-1135 M)

30) Khalifah al-Mansyur ar-Rasyid (1135-1136 M)

31) Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M)

32) Khalifah al-Mustanjid (1160-1170 M)

33) Khalifah al-Hasan al-Mustadi (1170-1180 M)

34) Khalifah an-Nasir (1180-1225 M)

35) Khalifah az-Zahir (1225-1226 M)

36) Khalifah al-Mansur al-Mustansir (1226-1242 M)

37) Khalifah al-Mu’tashim Billah (1242-1258 M)

Beberapa khalifah yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah diantaranya:

·Abu al-Abbas al-Saffah

Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah. Beliau dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Ibunya adalah Rabtah binti Abaidullah al Haritsi, ayahnya Muhammad bin Ali adalah orang yang melakukan gerakan untuk mendirikan pemerintahan Daulah Abbasiyah dan menyebarkannya kemana-mana.

Abdullah bin Muhammad mendapat gelar As Saffah pengalir darah dan pengancam siapa saja yang membangkang, khususnya Bani Umayan dan pendukung- pendukungnya. Hal itu dibuktikan bahwa As Saffah menumpas mereka secara habis-habisan. Abul Abbas adalah seorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas sehingga beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya. Beliau memiliki pengetahuan yang luas, pemalu dan budi pekerti yang baik. Menurut As Sayuti, Abul Abbas As Saffah ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Beliau diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh pemerintahan Umayah pada tahun 129 H atau 746 M. Tertangkapnya ibrahim membuat Abdullah harus berangkat ke Kuffah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia.

3 tahun berikutnya, dia di baiat di masjid Kuffah pada tanggal 3 Rabiul Awal tahun 132 H atau 749 M. Ketika dilantik menjadi khalifah, Abul Abbas sedang sakit sehingga beliau memberikan ucapan yang pendek saja dari mimbar masjid di Kuffah. Dalam ucapanya beliau menyebutkan tentang keturunan Rasullulah yang berhak menjadi khalifah dan bentuk-bentuk kekejaman bani umayyah, serta menyanjung kebaikan-kebaikan penduduk kuffah, beliau berkata: “Anda adalah tempat kesayangan dan kasih mesra kami. Anda tidak bergeming dan tidak mengubah sikap walaupun ada tekanan-tekanan dari golongan yang kejam, sehingga anda menemui kami. Allah kurniakan anda dengan kedaulatan kami, anda adalah manusia paling bahagia menerima kami dan paling bersimpati kepada kami. Kami tambahkan 100 dirham lagi ke atas pendapatan anda. Oleh karena itu bersedialah untuk memikul amanah” Beliau mengakhiri ucapanya dengan berkata “Aku ialah saffah tidak pantang menyerah dan pemberontakan pemusnah”.

Masa pemerintahan Abul Abbas As Saffah hanya berlangsung 4 tahun. Setelah di baiat menjadi khalifah pertama bani abbasiyah, tugas yang pertama ia lakukan adalah mengalahkan khalifah terakhir bani umayah yaitu Marwan bin Muhammad. Abul Abbas memberangkatkan pasukannya untuk memerangi Marwan bin Muhammad yang saat itu bersama dengan tentaranya berada di Zab, Marwan dikalahkan dalam perang ini dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain hingga akhirnya berhasil dibunuh oleh pasukan Abul Abbas pada Januari tahun 132 H / 750 M.

Dengan demikian semua wilayah pemerintahan berada di bawah kendali Abbasiyah kecuali Andalusia. Setelah Marwan bin Muhammad terbunuh, maka secara de facto berdiri dinasti baru yaitu Dinasti Abbasiyah dengan kekhalifahan Abul Abbas as Saffah. Dia mengeluarkan dekrit kepada para gubernur supaya tokoh- tokoh umayah yang memiliki darah biru semuanya dibunuh. Ia sendiri banyak membunuh rival dari dinasti itu. bukan hanya diam di situ saja, Abul Abbas menggali kuburan para khalifah umayah ( kecuali umar bin abdul aziz ) dan tulang-tulangnya pun dibakar. Oleh karena itu rakyat damaskus, harran, hims, kinnisirin, zerusalam dan daerah lainnya memberontak, namun pemberontakan tersebut dapat dipadamkan dengan tangan besi oleh razim abul abbas as saffah.

Dalam pemerintahan Abul Abbas, ia menjadikan kota Anbas sebagai ibukota negaranya, ia juga disibukkan dengan upaya untuk konsolidasi internal dan untuk menguatkan pilar- pilar negara yang hingga saat itu belum sepenuhnya stabil, oleh karena itulah, dia tidak banyak fokus terhadap masalah penaklukan wilayah karena pertempuran di kawasan turki dan asia tengah terus bergolak. Oleh karena itu, pemerintahan Abul Abbas as affah bersandar pada tiga hal utama yaitu:

1.Keluarganya sebab dia memiliki paman, saudara-saudara, dan anak-anak saudara dalam jumlah besar. Mereka menyerahkan kepemimpinan dan pemerintahan wilayah kepadanya, demikian juga dalam masalah nasihat dan musyawarah.

2.Abu muslim khurasani. Dia adalah panglima perang yang jempolan. Dengan kekuatan dan tekadnya yang kokoh, dia mampu menaklukan khurasan dan irak sehingga membuka jalan yang lapang bagi berdirinya pemerintahan abbasiyah.

3.Fanatisme golongan. Dia muncul pada akhir-akhir dan melemahnya pemerintahan umayah peluang ini di manfaatkan oleh bani abbasiyah mereka bersama- sama dengan yamaniyun bergerak melawan qoysiyun yang berpihak kepada bani umayah.

Abul Abbas as Saffah menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan, dan wafat dikota Anbar pada hari ahad, setengah pertama dari bulan Dzulhijah tahun 136 h atau 753 m.

·Abu Ja’far al-Mansyur

Abu Ja’far Adullah bin Muhammad dilahirkan di kota Hamimah pada tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah. Ia menjadi khalifah pada usia 41 tahun. Ia memerintah selama ± 22 tahun (136 – 158 H/ 754 – 775 M).
Sebelum Abu Al- Abbas As-Saffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa bakal menjadi penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa ibn Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra mahkota ini meniru cara Umayyah, bukan mencontoh Khulafurrasyidin yang mendasarkan pemilihan khalifah pada musyawarah dari rakyat.

Di zaman Al Mansur berawal masa kejayaan dan masa perkembangan ilmu pengetahuan yang oleh karenanya Daulat Abbasiyah mencapai zaman keemasannya di belakang hari. Di zaman Al Mansur pula berkembang pengaruh Persia secara jelas, sehingga khalifah-khalifah Bani Abbas meniru umat Persia tentang adat istiadat istana bahkan sampai kepada nizam siasat yang terpakai di masa pemerintahan Kisra-kisra Persia. Di dalam istana orang Persialah yang berpengaruh.

Abu Ja’far memakai gelar al-Mansur. Menurut Joesoef Sou’yb gelar Al –Mansyur karena Abu Ja’far senantiasa menang di dalam peperangan baik memadamkan kerusuhan maupun dalam menghadapi serangan imperium Byzantium, maka iapun digelari Al Mansur yang beroleh pertolongan dari Allah. Pada masa al Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata ”Innama ana Sulthan Allah fi Ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke genarasi selanjutnya yang merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa ar Rasyidin.

Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far al Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah tersebut. Di awal masa pemerintahannya ia menghadapi berbagai kesulitan terutama perlawanan-perlawanan dari pihak yang tidak menerima beliau sebagai khalifah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang gagah berani dalam pertempuran, dan ia menginginkan jabatan khalifah itu jatuh ke tangannya. Keduanya adalah yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir. Karena tidak bersedia membai’atnya maka dibunuh oleh Abu Muslim Al Khurasani atas perintah Abu Ja’far. Kemudian, Abu Muslim merupakan seorang yang setia kepada khalifah dan berpengaruh besar. Ketika as-Saffah masih hidup, Abu Muslim selalu dimintai pendapatnya dalam urusan negara, sebelum meminta kepada yang lain termasuk al-Mansur. Dikarenakan kekhawatiran akan menjadi pesaing baginya, maka Abu Muslim Al Khurasani dihukum mati pada tahun 755 M. Selanjutnya Abu Ja’far juga menyingkirkan keturunan Ali ibn Abi Thalib yang pengikutnya banyak, terutama di wilayah berdirinya kekuasaan Bani Abbas. Mereka ditakutkan menuntut hak untuk kepemimpinan umat dari golongannya yang selama ini ikut berjuang mendirikan kekuasaan.

Dalam masa pemerintahan Al Mansur, ibu kota Daulah Bani Abbas dipindahkan ke kota yang baru dibangunnya, yakni Bagdad. Sebelum itu ibu kota negara adalah Al Hasyimiyah. Karena ibu kota itu berdekatan dengan Kufah, tempat pergerakan kaum syi’ah, maka al Mansur memindahkannya ke Bagdad yang merupakan kota kuno di sebelah barat sungai Tigris. Hal ini dilakukan untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu.

Dalam membangun kota ini, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur- arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Berpindahnya ibukota kekhalifahan ke Bagdad ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Bagdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia dan berarti semakin jauh dari pengaruh Arab. Kota Bagdad sendiri telah lama mengenal ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi. Membaurnya bangsa-bangsa di Bagdad mempunyai pengaruh yang besar.

Masa sepuluh tahun terakhir pemerintahan al Mansur itu adalah masa aman dan damai dan kemakmuran yang melimpah hingga seluruh perhatian tertuju pada negeri tersebut. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalif al Mansur. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Bagdad. Ia merangsang pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits dan ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sejarah.

Menjelang penghujung tahun 158 H/ 775 M, khalif al Mansur berangkat untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci, disertai oleh puteranya al Mahdi. Mendekati kota Kufah iapun jatuh sakit. Tetapi pada suatu tempat bernama Bir Maimun iapun tergeletak dan lalu wafat disitu. Ia wafat pada usia 63 tahun. Jenazahnya di kebumikan di ibu kota Bagdad.

·Harun al-Rasyid

Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada Februari 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan. Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki.

Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada September 786 M, pada usianya yang sangat muda, 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa Al-Hadi wafat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya.

Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.

Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.

Khalifah Harun Ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup juga seorang cerdik pandai yang sering memberikan nasihat-nasihat kebaikan pada Khalifah, yaitu Abu Nawas. Nasihat-nasihat kebaikan dari Abu Nawas disertai dengan gayanya yang lucu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Suasana negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tenteram. Bahkan pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak dan sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Setiap orang merasa aman untuk keluar pada malam hari, karena tingkat kejahatan yang minim. Kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan dan penjelajahan di negeri yang luas itu dengan aman. Masjid-masjid, perguruan tinggi, madrasah-madrasah, rumah sakit, dan sarana kepentingan umum lainnya banyak dibangun pada masa itu. Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Bahasa Arab ketika itu merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan bahkan menjadi alat komunikasi umum. Karena itu, dianggap tepat bila semua pengetahuan yang termuat dalam bahasa asing itu segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi, ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih. Daulah Abbasiyah dan dunia Islam saat itu benar-benar kehilangan sosok pemimpin yang shalih dan adil, sehingga tak seorang pun yang teraniaya tanpa diketahui oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dan mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.

B.Masa-masa kejayaan Daulah Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah, pada masa kekuasaannya, memberikan kemajuan bagi kelangsungan agama Islam, sehingga masa Dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan The Golden Age of Islam. Khilafah di Bagdad yang didirikan olehal-Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari al-Mansur sampai Wathiq, dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Pada masa pemerintahan Harun tercatat buku legendaris cerita 1001 malam. Di samping itu, berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, astronomi, musik, kedokteran, dan kimia. Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh Dinasti Abbasiyah ialah sebagai berikut:

1.Gerakan penerjemahan

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah yunani dalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata Negara dan sastra.

Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pramatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.

-Baitul hikmah

Baitul hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan.

-Pada masa harun ar-rasyid

Institusi ini bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

-Pada masa al-ma’mun

Lembaga ini dikembangkan sejak tahun 815 M dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia dan ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.

2.Dalam bidang filasafat

Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota Baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad. Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn Ishaq al-Kinl-Farabi, Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd menjelaskan pemikiran-pemikirannya dengan menggunakan contoh, metamor, analogi, dan gambaran imajinatif.

3.Dalam bidang hukum Islam

Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup para ahli baca Al-Qur’an, dan para ulama di bidang agama. Karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

4.Perkembangan Ekonomi

Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur dan kekayaan melimpah. Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di mesir, sutra darisyiria dan irak, kertas dari samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

5.Dalam bidang Peradaban

Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.

6.Ilmu Tashawuf

Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai sekarang yaitu buku Ihya' Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.  Al-Hallaj (858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul Al-Thawasshin,  Al-Thusi menulis buku al-lam'u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunya al-risalat al-Qusyairiyat fi il'm al-Tashawuf.

7.Ilmu Matematika

Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang kitab  Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.

8.Ilmu Farmasi

Di antara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami' al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).

9.Ilmu Kedokteran

Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran. Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai berikut:

a.Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal sebagai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.

b.Ar Razi (809-1036 M) terkenal sebagai dokter yang ahli di bidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya di bidang ilmu kedokteran adalah Al-Ahwi.

c.Ibnu Sina (980-1036), yang karyanya yang terkenal adalah Al- Qanun Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai buku pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.

d.Ibnu Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis di bidang penelitian pembuluh darah, penyakit cacar, dll.

C.Kehancuran Daulah Abbasiyah

Sejak periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi Dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan dari kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik. keberhasilah penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri makin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan benar-benar berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, para khalifah sangat lemah. Mereka berada di bawah pengaruh kekuasaan yanglain.

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertema telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan mewah khalifah-khalifah ini ditiru para hartawan dan anak-anak pejabat. kecenderungan bermewah-mewah, ditambah kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil alih pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbas di dalam khalifah Abbasiyah yang didirakannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih bertahan lebih dari 400 tahun.

Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Pada masa pemerintakah bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khalifah dari tangan bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaan dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang bani Abbas. Hal itu terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat dan di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Karena gejolak yang terus-menerus terjadi di kubu bani Abbas dan di luar bani Abbas, akhirnya tentara Turki berhasil merebut keuasaan tersebut. Ditangan merekalah khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbubat apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan mejatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Dan akhirnya, setelah keuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode ke-dua,pada periode ketiga (334H945-4447H/1055M) Daulat Bani Abbasiya berada di bawah kekuasaan bani Buwaih.

Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Adapun terlihat gejala runtuhnya dinasti abbasiyah yakni ketika masa kekhalifahaan Al-Mutawakkil (847-861 M), karena merupakan khalifah yang lemah dalam hal kepemimpinan apabila di bandingkan dengan al-Watsiq. Khalifah yang baru ini mulai menyingkirkan orang-orang keturunan Turki, tetapi tidak terlaksanakan dengan sempurna karena keturunan Turki ini telah bangkit memberontak menentangnya, bersama-sama dengan anaknnya Al-Mansur dan berhasil membunuhnya. Sejak inilah mulai terlihat gejala runtuhnya dinasti abbasiyah. setelah al-Mutawakkil wafat karena di bunuh oleh orang-orang Turki, maka orang-orang Turki dapat merebut kekuasaannya dengan cepat. Merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka, kekuasaan tidak lagi di tangan bani abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan khalifah. Masa tersebut adalah zaman kelemahan dan kemunduran bagi khalifah-khalifah Bani Abbasiyah. Setelah itu tenara turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil.

Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasiyah, yaitu:

1.Faktor Internal

a.Mayoritas Khalifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.

b.Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.

c.Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.

d.Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.

e.Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.

f.Merajalelanya korupsi di kalangan pejabat

2.Faktor Eksternal

a.Perang salib yang sedang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.

b.Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad hingga rata dengan tanah. Jatuhnya Baghdad pada tahun 1258 ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut. Kemudian,muncul Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan kerajaan Mughal di India.


Lihat Media Selengkapnya

Page 3

A.Kelahiran Daulah Abbasiyah

Secarakronologis, nama Abbasiyah menunjukkan nenek moyang dari Al-Abbas, Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan pertalian keluarga antara Bani Abbas dengan nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan ini sama-sama mengklaim bahwa jabatan Khalifah harus berada di tangan mereka. Keluarga Abbas mengklaim bahwa setelah wafatnya Rasulullah merekalah yang merupakan penerus dan penyambung keluarga Rasul.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya Dinasti ini sangat panjang yaitu tahun 132 H/750 M-656 H/1258 M. Sejarah kemunculan Dinasti Abbasiyah bermula ketika pada saat itu masih Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan, karena menurut keyakinan Bani Abbasiyah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Serta Dinasti Umayyah yang di pimpin oleh Raja terakhirnya yaitu Marwans elaluh menghiraukan masalah-masalah keagamaan.

Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa. Penyeranggan terhadap bani umayyah di dasari oleh :

1.Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Abbasiyah pada umumnya.

2.Merendahkan kaum muslimin yang bukan Bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.

3.Pelanggaran terhadap Ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia secara terang-terangan.

Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan yang disebabkan kuatnya Dinasti Umayyah. Akan tetapi Bani Abbasiyah dapat menumbangkan kekuatan Dinasti Umayyah ketika kaum Abbasiyah bersepakat untuk menyusun rencana penyerangan terhadap raja Marwan dan rencana itupun berhasil, Marwan dapat dibunuh oleh Sholeh salah satu pengikut Bani Abbasiyah di desa Bunsir, Mesir.

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

1.Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)

Dasar pemerintahan Bani abbasiyah dibangun oleh Abu Abbas Al-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur. Padaperiode awal Aapemerintahan Dinasti Abasiyah masih dipengaruhi oleh Persia sehingga menekankan pada kebijakan perluasan daerah.

2.Periode kedua (232 H/847 M. – 334 H/945 M.)

Kebijakan Khalifah al-Mukasim (833-842 M.), untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia, pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah pada periode ini adalah; Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar.

3.Periode ketiga (334 H./945 M.-447 H./1055 M.)

Posisi Bani Abasiyah yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.

4.Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1199 M)

Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas naungan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syi’ah.

5.Periode kelima (590 H/1199 M – 656 H/1258 M)

Pada periode ini, Khalifah Bani Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H./1256 M.

Sistem kekhalifahan Bani abbasiyah berkembang sebagai sistem politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap Bani Ummayah di dalam masalah sosial dan politik diskriminasi. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam” pemimpin masyarakat muslim untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja. Para khilafah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:

1)Khalifah Abu Abas al-Saffah (750-754 M.)

2)Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M.)

3)Khalifah al-Mahdi (775-785 M.)

4)Khalifah al Hadi (775-776 M.)

5)Khalifah Harun al-Rasyid (776-809 M.)

6)Khalifah al-Amin (809-813 M.)

7)Khalifah al-Makmun (813-633 M.)

8)Khalifdah al-Mu’tasim (833-842 M.)

9)Khalifah al-Wasiq ( 842-847 M.)

10)Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M.)

11) Khalifah al-Muntashir (861-862 M)

12) Khalifah al-Musta’in (862-866 M)

13) Khalifah al-Mu’taz (866-869 M)

14) Khalifah al-Muhtadi (869-870 M)

15) Khalifah al-Mu’tamid (870-892 M)

16) Khalifah al-Mu’tadid (892-902 M)

17) Khalifah Ali al-Muktafi (902-905 M)

18) Khalifah al-Muqtadir (905-932 M)

19) Khalifah al-Qahir (932-934 M)

20) Khalifah ar-Radi (934-940 M)

21) Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)

22) Khalifah al-Mustaqfi (944-946 M)

23) Khalifahal-Mu’ti (946-974 M)

24) Khalifah at-Thai (974-991 M)

25) Khalifah al-Qadir (991-1031 M)

26) Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)

27) Khalifah al-Muqtadi (1075-1094 M)

28) Khalifah al-Mustadzir (1094-1118 M)

29) Khalifah al-Mustarsyid (1118-1135 M)

30) Khalifah al-Mansyur ar-Rasyid (1135-1136 M)

31) Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M)

32) Khalifah al-Mustanjid (1160-1170 M)

33) Khalifah al-Hasan al-Mustadi (1170-1180 M)

34) Khalifah an-Nasir (1180-1225 M)

35) Khalifah az-Zahir (1225-1226 M)

36) Khalifah al-Mansur al-Mustansir (1226-1242 M)

37) Khalifah al-Mu’tashim Billah (1242-1258 M)

Beberapa khalifah yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah diantaranya:

·Abu al-Abbas al-Saffah

Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah. Beliau dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Ibunya adalah Rabtah binti Abaidullah al Haritsi, ayahnya Muhammad bin Ali adalah orang yang melakukan gerakan untuk mendirikan pemerintahan Daulah Abbasiyah dan menyebarkannya kemana-mana.

Abdullah bin Muhammad mendapat gelar As Saffah pengalir darah dan pengancam siapa saja yang membangkang, khususnya Bani Umayan dan pendukung- pendukungnya. Hal itu dibuktikan bahwa As Saffah menumpas mereka secara habis-habisan. Abul Abbas adalah seorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas sehingga beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya. Beliau memiliki pengetahuan yang luas, pemalu dan budi pekerti yang baik. Menurut As Sayuti, Abul Abbas As Saffah ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Beliau diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh pemerintahan Umayah pada tahun 129 H atau 746 M. Tertangkapnya ibrahim membuat Abdullah harus berangkat ke Kuffah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia.

3 tahun berikutnya, dia di baiat di masjid Kuffah pada tanggal 3 Rabiul Awal tahun 132 H atau 749 M. Ketika dilantik menjadi khalifah, Abul Abbas sedang sakit sehingga beliau memberikan ucapan yang pendek saja dari mimbar masjid di Kuffah. Dalam ucapanya beliau menyebutkan tentang keturunan Rasullulah yang berhak menjadi khalifah dan bentuk-bentuk kekejaman bani umayyah, serta menyanjung kebaikan-kebaikan penduduk kuffah, beliau berkata: “Anda adalah tempat kesayangan dan kasih mesra kami. Anda tidak bergeming dan tidak mengubah sikap walaupun ada tekanan-tekanan dari golongan yang kejam, sehingga anda menemui kami. Allah kurniakan anda dengan kedaulatan kami, anda adalah manusia paling bahagia menerima kami dan paling bersimpati kepada kami. Kami tambahkan 100 dirham lagi ke atas pendapatan anda. Oleh karena itu bersedialah untuk memikul amanah” Beliau mengakhiri ucapanya dengan berkata “Aku ialah saffah tidak pantang menyerah dan pemberontakan pemusnah”.

Masa pemerintahan Abul Abbas As Saffah hanya berlangsung 4 tahun. Setelah di baiat menjadi khalifah pertama bani abbasiyah, tugas yang pertama ia lakukan adalah mengalahkan khalifah terakhir bani umayah yaitu Marwan bin Muhammad. Abul Abbas memberangkatkan pasukannya untuk memerangi Marwan bin Muhammad yang saat itu bersama dengan tentaranya berada di Zab, Marwan dikalahkan dalam perang ini dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain hingga akhirnya berhasil dibunuh oleh pasukan Abul Abbas pada Januari tahun 132 H / 750 M.

Dengan demikian semua wilayah pemerintahan berada di bawah kendali Abbasiyah kecuali Andalusia. Setelah Marwan bin Muhammad terbunuh, maka secara de facto berdiri dinasti baru yaitu Dinasti Abbasiyah dengan kekhalifahan Abul Abbas as Saffah. Dia mengeluarkan dekrit kepada para gubernur supaya tokoh- tokoh umayah yang memiliki darah biru semuanya dibunuh. Ia sendiri banyak membunuh rival dari dinasti itu. bukan hanya diam di situ saja, Abul Abbas menggali kuburan para khalifah umayah ( kecuali umar bin abdul aziz ) dan tulang-tulangnya pun dibakar. Oleh karena itu rakyat damaskus, harran, hims, kinnisirin, zerusalam dan daerah lainnya memberontak, namun pemberontakan tersebut dapat dipadamkan dengan tangan besi oleh razim abul abbas as saffah.

Dalam pemerintahan Abul Abbas, ia menjadikan kota Anbas sebagai ibukota negaranya, ia juga disibukkan dengan upaya untuk konsolidasi internal dan untuk menguatkan pilar- pilar negara yang hingga saat itu belum sepenuhnya stabil, oleh karena itulah, dia tidak banyak fokus terhadap masalah penaklukan wilayah karena pertempuran di kawasan turki dan asia tengah terus bergolak. Oleh karena itu, pemerintahan Abul Abbas as affah bersandar pada tiga hal utama yaitu:

1.Keluarganya sebab dia memiliki paman, saudara-saudara, dan anak-anak saudara dalam jumlah besar. Mereka menyerahkan kepemimpinan dan pemerintahan wilayah kepadanya, demikian juga dalam masalah nasihat dan musyawarah.

2.Abu muslim khurasani. Dia adalah panglima perang yang jempolan. Dengan kekuatan dan tekadnya yang kokoh, dia mampu menaklukan khurasan dan irak sehingga membuka jalan yang lapang bagi berdirinya pemerintahan abbasiyah.

3.Fanatisme golongan. Dia muncul pada akhir-akhir dan melemahnya pemerintahan umayah peluang ini di manfaatkan oleh bani abbasiyah mereka bersama- sama dengan yamaniyun bergerak melawan qoysiyun yang berpihak kepada bani umayah.

Abul Abbas as Saffah menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan, dan wafat dikota Anbar pada hari ahad, setengah pertama dari bulan Dzulhijah tahun 136 h atau 753 m.

·Abu Ja’far al-Mansyur

Abu Ja’far Adullah bin Muhammad dilahirkan di kota Hamimah pada tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah. Ia menjadi khalifah pada usia 41 tahun. Ia memerintah selama ± 22 tahun (136 – 158 H/ 754 – 775 M).
Sebelum Abu Al- Abbas As-Saffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa bakal menjadi penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa ibn Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra mahkota ini meniru cara Umayyah, bukan mencontoh Khulafurrasyidin yang mendasarkan pemilihan khalifah pada musyawarah dari rakyat.

Di zaman Al Mansur berawal masa kejayaan dan masa perkembangan ilmu pengetahuan yang oleh karenanya Daulat Abbasiyah mencapai zaman keemasannya di belakang hari. Di zaman Al Mansur pula berkembang pengaruh Persia secara jelas, sehingga khalifah-khalifah Bani Abbas meniru umat Persia tentang adat istiadat istana bahkan sampai kepada nizam siasat yang terpakai di masa pemerintahan Kisra-kisra Persia. Di dalam istana orang Persialah yang berpengaruh.

Abu Ja’far memakai gelar al-Mansur. Menurut Joesoef Sou’yb gelar Al –Mansyur karena Abu Ja’far senantiasa menang di dalam peperangan baik memadamkan kerusuhan maupun dalam menghadapi serangan imperium Byzantium, maka iapun digelari Al Mansur yang beroleh pertolongan dari Allah. Pada masa al Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata ”Innama ana Sulthan Allah fi Ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke genarasi selanjutnya yang merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa ar Rasyidin.

Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far al Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah tersebut. Di awal masa pemerintahannya ia menghadapi berbagai kesulitan terutama perlawanan-perlawanan dari pihak yang tidak menerima beliau sebagai khalifah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang gagah berani dalam pertempuran, dan ia menginginkan jabatan khalifah itu jatuh ke tangannya. Keduanya adalah yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir. Karena tidak bersedia membai’atnya maka dibunuh oleh Abu Muslim Al Khurasani atas perintah Abu Ja’far. Kemudian, Abu Muslim merupakan seorang yang setia kepada khalifah dan berpengaruh besar. Ketika as-Saffah masih hidup, Abu Muslim selalu dimintai pendapatnya dalam urusan negara, sebelum meminta kepada yang lain termasuk al-Mansur. Dikarenakan kekhawatiran akan menjadi pesaing baginya, maka Abu Muslim Al Khurasani dihukum mati pada tahun 755 M. Selanjutnya Abu Ja’far juga menyingkirkan keturunan Ali ibn Abi Thalib yang pengikutnya banyak, terutama di wilayah berdirinya kekuasaan Bani Abbas. Mereka ditakutkan menuntut hak untuk kepemimpinan umat dari golongannya yang selama ini ikut berjuang mendirikan kekuasaan.

Dalam masa pemerintahan Al Mansur, ibu kota Daulah Bani Abbas dipindahkan ke kota yang baru dibangunnya, yakni Bagdad. Sebelum itu ibu kota negara adalah Al Hasyimiyah. Karena ibu kota itu berdekatan dengan Kufah, tempat pergerakan kaum syi’ah, maka al Mansur memindahkannya ke Bagdad yang merupakan kota kuno di sebelah barat sungai Tigris. Hal ini dilakukan untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu.

Dalam membangun kota ini, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur- arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Berpindahnya ibukota kekhalifahan ke Bagdad ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Bagdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia dan berarti semakin jauh dari pengaruh Arab. Kota Bagdad sendiri telah lama mengenal ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi. Membaurnya bangsa-bangsa di Bagdad mempunyai pengaruh yang besar.

Masa sepuluh tahun terakhir pemerintahan al Mansur itu adalah masa aman dan damai dan kemakmuran yang melimpah hingga seluruh perhatian tertuju pada negeri tersebut. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalif al Mansur. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Bagdad. Ia merangsang pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits dan ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sejarah.

Menjelang penghujung tahun 158 H/ 775 M, khalif al Mansur berangkat untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci, disertai oleh puteranya al Mahdi. Mendekati kota Kufah iapun jatuh sakit. Tetapi pada suatu tempat bernama Bir Maimun iapun tergeletak dan lalu wafat disitu. Ia wafat pada usia 63 tahun. Jenazahnya di kebumikan di ibu kota Bagdad.

·Harun al-Rasyid

Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada Februari 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan. Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki.

Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada September 786 M, pada usianya yang sangat muda, 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa Al-Hadi wafat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya.

Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.

Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.

Khalifah Harun Ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup juga seorang cerdik pandai yang sering memberikan nasihat-nasihat kebaikan pada Khalifah, yaitu Abu Nawas. Nasihat-nasihat kebaikan dari Abu Nawas disertai dengan gayanya yang lucu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Suasana negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tenteram. Bahkan pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak dan sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Setiap orang merasa aman untuk keluar pada malam hari, karena tingkat kejahatan yang minim. Kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan dan penjelajahan di negeri yang luas itu dengan aman. Masjid-masjid, perguruan tinggi, madrasah-madrasah, rumah sakit, dan sarana kepentingan umum lainnya banyak dibangun pada masa itu. Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Bahasa Arab ketika itu merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan bahkan menjadi alat komunikasi umum. Karena itu, dianggap tepat bila semua pengetahuan yang termuat dalam bahasa asing itu segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi, ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih. Daulah Abbasiyah dan dunia Islam saat itu benar-benar kehilangan sosok pemimpin yang shalih dan adil, sehingga tak seorang pun yang teraniaya tanpa diketahui oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dan mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.

B.Masa-masa kejayaan Daulah Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah, pada masa kekuasaannya, memberikan kemajuan bagi kelangsungan agama Islam, sehingga masa Dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan The Golden Age of Islam. Khilafah di Bagdad yang didirikan olehal-Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari al-Mansur sampai Wathiq, dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Pada masa pemerintahan Harun tercatat buku legendaris cerita 1001 malam. Di samping itu, berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, astronomi, musik, kedokteran, dan kimia. Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh Dinasti Abbasiyah ialah sebagai berikut:

1.Gerakan penerjemahan

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah yunani dalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata Negara dan sastra.

Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pramatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.

-Baitul hikmah

Baitul hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan.

-Pada masa harun ar-rasyid

Institusi ini bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

-Pada masa al-ma’mun

Lembaga ini dikembangkan sejak tahun 815 M dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia dan ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.

2.Dalam bidang filasafat

Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota Baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad. Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn Ishaq al-Kinl-Farabi, Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd menjelaskan pemikiran-pemikirannya dengan menggunakan contoh, metamor, analogi, dan gambaran imajinatif.

3.Dalam bidang hukum Islam

Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup para ahli baca Al-Qur’an, dan para ulama di bidang agama. Karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

4.Perkembangan Ekonomi

Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur dan kekayaan melimpah. Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di mesir, sutra darisyiria dan irak, kertas dari samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

5.Dalam bidang Peradaban

Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.

6.Ilmu Tashawuf

Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai sekarang yaitu buku Ihya' Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.  Al-Hallaj (858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul Al-Thawasshin,  Al-Thusi menulis buku al-lam'u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunya al-risalat al-Qusyairiyat fi il'm al-Tashawuf.

7.Ilmu Matematika

Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang kitab  Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.

8.Ilmu Farmasi

Di antara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami' al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).

9.Ilmu Kedokteran

Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran. Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai berikut:

a.Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal sebagai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.

b.Ar Razi (809-1036 M) terkenal sebagai dokter yang ahli di bidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya di bidang ilmu kedokteran adalah Al-Ahwi.

c.Ibnu Sina (980-1036), yang karyanya yang terkenal adalah Al- Qanun Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai buku pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.

d.Ibnu Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis di bidang penelitian pembuluh darah, penyakit cacar, dll.

C.Kehancuran Daulah Abbasiyah

Sejak periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi Dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan dari kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik. keberhasilah penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri makin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan benar-benar berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, para khalifah sangat lemah. Mereka berada di bawah pengaruh kekuasaan yanglain.

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertema telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan mewah khalifah-khalifah ini ditiru para hartawan dan anak-anak pejabat. kecenderungan bermewah-mewah, ditambah kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil alih pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbas di dalam khalifah Abbasiyah yang didirakannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih bertahan lebih dari 400 tahun.

Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Pada masa pemerintakah bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khalifah dari tangan bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaan dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang bani Abbas. Hal itu terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat dan di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Karena gejolak yang terus-menerus terjadi di kubu bani Abbas dan di luar bani Abbas, akhirnya tentara Turki berhasil merebut keuasaan tersebut. Ditangan merekalah khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbubat apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan mejatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Dan akhirnya, setelah keuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode ke-dua,pada periode ketiga (334H945-4447H/1055M) Daulat Bani Abbasiya berada di bawah kekuasaan bani Buwaih.

Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Adapun terlihat gejala runtuhnya dinasti abbasiyah yakni ketika masa kekhalifahaan Al-Mutawakkil (847-861 M), karena merupakan khalifah yang lemah dalam hal kepemimpinan apabila di bandingkan dengan al-Watsiq. Khalifah yang baru ini mulai menyingkirkan orang-orang keturunan Turki, tetapi tidak terlaksanakan dengan sempurna karena keturunan Turki ini telah bangkit memberontak menentangnya, bersama-sama dengan anaknnya Al-Mansur dan berhasil membunuhnya. Sejak inilah mulai terlihat gejala runtuhnya dinasti abbasiyah. setelah al-Mutawakkil wafat karena di bunuh oleh orang-orang Turki, maka orang-orang Turki dapat merebut kekuasaannya dengan cepat. Merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka, kekuasaan tidak lagi di tangan bani abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan khalifah. Masa tersebut adalah zaman kelemahan dan kemunduran bagi khalifah-khalifah Bani Abbasiyah. Setelah itu tenara turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil.

Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasiyah, yaitu:

1.Faktor Internal

a.Mayoritas Khalifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.

b.Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.

c.Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.

d.Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.

e.Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.

f.Merajalelanya korupsi di kalangan pejabat

2.Faktor Eksternal

a.Perang salib yang sedang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.

b.Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad hingga rata dengan tanah. Jatuhnya Baghdad pada tahun 1258 ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut. Kemudian,muncul Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan kerajaan Mughal di India.


Lihat Media Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA