Ada apa dengan harga saham pada batu di tahun 2011

Ada apa dengan harga saham pada batu di tahun 2011
Angin segar yang tengah menerpa harga batu bara tak serta merta membuat saham emiten tersebut patut untuk dibeli sepanjang bulan Desember ini. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Jakarta, CNN Indonesia -- Jelang pergantian tahun, harga saham batu bara terus meroket hingga melebihi level US$100 per metik ton. Tak heran, jika harga saham perusahaan tambang batu bara terus melejit, memanfaatkan momentum kenaikan nilai emas hitam.

Hal itu turut membantu saham sektor pertambangan menanjak 4,61 persen sepanjang November. Sayangnya, angin segar yang tengah menerpa harga batu bara tak serta merta membuat saham emiten tersebut patut untuk dibeli sepanjang bulan Desember ini. Investor sebaiknya cermat dan waspada.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melansir harga batu bara acuan (HBA) pada Desember ini sebesar US$101,69 per metrik ton. Angka tersebut merupakan level tertinggi sejak Mei 2012 yang dipatok pada angka US$102,12 per metrik ton. Sementara, jika dibandingkan dengan bulan lalu, HBA Desember naik 19,79 persen dari sebelumnya US$84,89 per metrik ton.

Kenaikan harga batu bara itu otomatis berpengaruh terhadap harga saham produsen emas hitam tersebut. Harga saham perusahaan batu bara terpantau terus mendaki sepanjang bulan November.

Ada apa dengan harga saham pada batu di tahun 2011
Produksi batubara. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Sebut saja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang bertengger hingga ke level Rp13.600 pada 11 November lalu. Asal tahu saja, harga saham tersebut juga merupakan harga saham tertinggi bagi Bukit Asam selama perdagangan saham tahun ini.

Emiten lainnya, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sempat menguat hingga Rp1.720 pada perdagangan 2 November lalu. Kemudian, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) berhasil menempati posisi Rp18.000 pada perdagangan 11 November lalu dan menjadi harga tertinggi pada perdagangan tahun ini.

Lalu, PT Harum Energy Tbk (HRUM) menguat hingga ke level Rp2.640 pada 9 November lalu dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang juga menguat pada harga Rp318 pada 10 November lalu. Posisi harga saham Harum Energy dan Bumi Resources tersebut juga merupakan raihan tertinggi sepanjang perdagangan saham hingga saat ini sejak awal tahun.

Valuasi harga saham emiten tambang tersebut dinilai sudah terlalu mahal. Hal ini membuat investasi dalam saham emiten tambang bukanlah suatu hal yang menarik lagi.

Terlebih lagi, harga batu bara yang diprediksi segera terkoreksi pada awal tahun depan membuat gemilangnya harga sama batu bara tak akan bertahan lama.

Sejumlah analis tak merekomendasikan aksi beli pada saham emiten batu bara meski harga batu bara sudah sangat tinggi. Naiknya harga batu bara dipandang terlalu cepat jika dibandingkan dengan penurunannya.

Lihat saja, harga batu bara menyentuh harga tertingginya pada 2011 silam sebesar US$144 per metrik ton. Setelah itu, secara perlahan harga batu bara mulai melemah hingga menyentuh US$53 per metrik ton pada awal tahun ini, sehingga bisa dikatakan membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk penurunan harga batu bara.

Sementara, saat ini harga batu bara telah mencapai lebih dari US$100 per metrik ton. Artinya, harga batu bara sudah naik hingga 50 persen dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.

Kondisi ini jelas berbeda jika dibandingkan dengan penurunan harga batu bara yang membutuhkan waktu lima tahun untuk turun sekitar 60 persen.

“Turun lama banget, naik cepat banget. Itu namanya technical rebound (bangkit) jadi bukan karena secara fundamentalnya yang memang baik,” ungkap pengamat pasar modal Teguh Hidayat saat dihubungi CNNINdonesia.com, Selasa (6/12).

Kenaikan yang begitu cepat ini akan mengakibatkan harga batu bara yang telah melambung akan kembali terkoreksi untuk mencari titik keseimbangannya.

Selain karena kenaikan yang begitu cepat, jika dilihat secara fundamentalnya, harga batu bara tak lagi memiliki alasan untuk terus melonjak setelah tahun baru atau selesainya musim dingin.

Kenaikan pada 2011 lalu sendiri disebabkan tingginya permintaan batu bara dari China. Sehingga, harga batu bara diprediksi terkoreksi pada awal tahun depan untuk mencari titik keseimbangan.

“Harga batu bara mau naik lagi alasannya apa, nggak ada katalisnya. Kalau dulu karena permintaan China, sekarang ekonomi China juga masih gitu-gitu saja."

"Setahun ke depan sampai akhir 2017 di level US$75-US$80 per metrik ton, tapi itu masih tetap lebih tinggi jika dibandingkan awal tahun 2016 yang hanya US$53 per metrik ton,” jelas Teguh.

Ada apa dengan harga saham pada batu di tahun 2011
Bursa saham. (CNN Indonesia/Safir Makki)

“Enggak menarik, harga sudah mahal, lalu mau koreksi pada awal tahun. Jadi harga batu bara terkoreksi dan harga saham juga bakal tekroreksi,” ungkap analis Recapital Securities Kiswoyo Adi Joe.

Harga saham emiten batu bara sendiri rata-rata telah mengalami kenaikan sejak dua bulan lalu. Sehingga, pembelian saham batu bara pada akhir tahun ini terbilang mepet. Berbeda jika dilakukan sejak dua bulan di mana harga saham baru menanjak dan masih murah.

Selain itu, jika memang prediksi harga batu bara turun pada awal tahun depan benar terjadi, maka otomatis berpengaruh pada harga saham emiten batu bara yang juga akan mengalami koreksi. Namun sama halnya dengan harga batu bara, harga saham emiten batu bara juga akan mencari titik keseimbangannya.

“Harga saham akan mencari titik keseimbangan juga. Sekarang rebund pertama setelah penurunan berkepanjangan lima tahun, kan lima tahun terakhir turun terus,” ucap Teguh.

Pantau Laporan Keuangan

Adapun, harga saham batu bara nantinya juga akan bergantung pada kinerja keuangan yang akan dirilis akhir tahun ini dan awal tahun depan. Di mana kenaikan harga batu bara belakangan ini akan tercermin pada laporan keuangan kuartal IV akhir tahun ini dan kuartal pertama tahun depan.

Teguh Hidayat sendiri memprediksi naiknya harga batu bara baru akan tercermin dalam laporan keuangan emiten batu bara pada kuartal pertama tahun depan.

Hal itu berbeda dengan Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee dan analis Danareksa Lucky Bayu yang berpendapat kenaikan harga batu bara akan tercermin dalam laporan keuangan emiten pada kuartal IV tahun ini.

Meski memiliki pendapat yang berbeda, tetapi ketiganya sama-sama menilai jika sebagian besar emiten batu bara akan tumbuh secara laba dan pendapatan.

Jika memang hal itu benar, maka nantinya pelaku pasar akan melihat hal itu dan semakin tertarik untuk membeli saham emiten batu bara. Sehingga, harga saham yang nantinya akan terkoreksi pada awal tahun kemungkinan besar kembali naik secara perlahan-lahan.

“Ketika orang-orang melihat laporan keuangannya oke nanti harga saham yang cooling down pelan-pelan akan naik karena penopangnya fundamentalnya itu dari laporan keuangan, bukan hanya semata harga batu bara,” jelas Teguh.

Untuk emiten batu bara sendiri, Hans Kwee menilai Bukit Asam, Adaro Energy, dan Indo Tambangraya akan meraih pertumbuhan pendapatan pada akhir tahun ini.

Ada apa dengan harga saham pada batu di tahun 2011
Pelaku transaksi saham. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Namun, ia tak dapat memprediksi secara pasti kenaikan yang dapat diraih dari ketiga emiten batu bara tersebut. Yang pasti, ia menyarankan untuk melakukan aksi ambil untung (profit taking) bagi pelaku pasar yang masih memiliki saham emiten batu bara saat ini.

“Saya rekomendasikan untuk take profit saja Desember ini, ambil untung,” ujar Hans Kwee.

Setali tiga uang dengan Hans Kwee, Lucky Bayu juga optimistis ketiga emiten batu bara tersebut dapat mencetak pertumbuhan pendapatan dan laba bersih pada tahun ini.

Pilihan Redaksi

  • Tembus US$100, Batu Bara Capai Harga Tertinggi Sejak 2012
  • Pelaku Usaha Pesimis Harga Batu Bara Bertahan Naik di 2017
  • Saham Bank dan Telekomunikasi Naik, Dow Jones Cetak Rekor

Namun, Lucky berani memprediksi ketiganya secara rata-rata dapat bertumbuh delapan persen pada kuartal IV ini jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara, Teguh memprediksi emiten batu bara yang akan tumbuh dari segi laba bersih yaitu, Bukit Asam, Harum Energy, dan PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI). Ia optimis kenaikan laba emiten dapat tumbuh hingga dua sampai tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

“Bisa lompat dua sampai tiga kali lipat karena ketika harga batu bara naik maka ongkos produksi batu bara tetap. Alhasil margin laba lebih tinggi, pendapatan naik sedikit tetapi laba bersih naik banyak,” pungkas Teguh. (gir/gen)