Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu
Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Indonesiabaik.id   -   Hari Pers Nasional diperingati setiap tanggal 9 Februari, diambil dari tanggal lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1946. Hari Pers Nasional ditetapkan Presiden Suharto pada 1985 melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional.

Lahirnya Pers Indonesia

Keinginan menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat itu sebenarnya sudah sangat lama, tetapi selalu dihambat oleh pemerintah VOC. Baru setelah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff menjabat, terbitlah surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang artinya "Berita dan Penalaran Politik Batavia" pada 7 Agustus 1744.

Ketika Inggris menguasai wilayah Hindia Timur pada 1811, terbit surat kabar berbahasa Inggris "Java Government Gazzete" pada 1812. "Bataviasche Courant" kemudian diganti menjadi "Javasche Courant" yang terbit tiga kali seminggu pada 1829 yang memuat pengumuman-pengumuman resmi, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemerintah. 

Pada 1851, "De Locomotief" terbit di Semarang. Surat kabar ini memiliki semangat kritis terhadap pemerintahan kolonial dan pengaruh yang cukup besar.  Abad ke-19, untuk menandingi surat kabar-surat kabar berbahasa Belanda, muncul surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa meskipun para redakturnya masih orang-orang Belanda, seperti "Bintang Timoer" (Surabaya, 1850), "Bromartani" (Surakarta, 1855), "Bianglala" (Batavia, 1867), dan "Berita Betawie" (Batavia, 1874).

Pada 1907, terbit "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo. Ketika Jepang berhasil menaklukkan Belanda dan akhirnya menduduki Indonesia pada 1942, kebijakan pers turut berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan China dilarang beroperasi. Sebagai gantinya penguasa militer Jepang lalu menerbitkan sejumlah surat kabar sendiri. 

Saat itu terdapat lima surat kabar yaitu Jawa Shinbun yang terbit di Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatra dan Ceram Shinbun di Seram. Kehidupan pada 1950-1960-an ditandai oleh munculnya kekuatan-kekuatan politik dari golongan nasionalis, agama, komunis dan tentara.

Pada masa ini sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia juga lahir, seperti LKBN Antara pada 13 Desember 1937, RRI pada 11 september 1945, dan organisasi PWI pada 1946 yang kemudian menjadi cikal bakal Hari Pers Nasional. Lahir pula TVRI, stasiun televisi pemerintah pada 1962.

September hingga akhir 1945, pers nasional semakin kuat ditandai dengan penerbitan "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independent", "Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free Indonesia".

KPU Buka Pendaftaran Parpol Peserta Pemilu 2024, Kans Partai Baru Lolos?

Oleh Rina Nurjanah pada 14 Des 2014, 18:45 WIB

Diperbarui 14 Des 2014, 18:45 WIB

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Perbesar

Liputan6.com, Jakarta Surat kabar atau koran kini mungkin semakin ditinggalkan seiring dengan perkembangan media digital dan teknologi komunikasi. Namun masih banyak juga orang yang memilih koran sebagai sarana untuk memperoleh informasi. Koran pertama yang terbit di Indonesia yakni pada zaman VOC sekitar tahun 1745. Isi surat kabar pertama tersebut hanya memuat aneka berita tentang kapal dagang VOC, mutasi pejabat, berita pernikahan, kelahiran dan kematian. Pembacanya pun masih terbatas warga Belanda sendiri. Judul dari surat kabar tersebut adalah Bataviasche Nouvelles. Koran ini diterbitkan seminggu sekali sebanyak 4 halaman yang semua isinya beritanya ditulis tangan. Koran ini kemudian berkembang pesat dan berubah menjadi koran yang berisi kritik terhadap perbudakan di Batavia dan perilaku penguasa VOC ketika itu. Tepat pada 20 Juni 1746, koran pertama ini pun menjadi yang pertama kali dibredel seperti diceritakan dalam buku "Toko Merah: Saksi Kejayaan Batavia lama di Tepi Muara Ciliwung" karya Thomas B. Ataladjar. Bataviasche Nouvelles baru dilanjutkan 30 tahun kemudian oleh Verdu nieuws dengan bentuk surat kabar mingguan yang hanya berisi iklan saja. Koran lain muncul di tahun 1795, bernama Al Juab sebagai koran berbahasa melayu pertama untuk umum. Koran ini berisi tentang agama islam tetapi tidak dapat bertahan lama, koran ini mati di tahun 1824.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu


Di tahun-tahun berikutnya muncul koran-koran lain baik harian ataupun mingguan. Koran menjadi media utama untuk menyebarkan informasi dan semakin berkembang setelah kedatangan mesin cetak di Batavia. Kemunculannya kemudian baik berbahasa melayu ataupun berbahasa Belanda menjadi bagian dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terlebih setelah terbitnya koran nasional pertama, Medan Prijaji.

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Page 2

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 5

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 6

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 7

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 8

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 9

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 10

"Orang tidak dapat membayangkan lagi sekarang, bagaimana sekiranya hidup kita ini bila mana tidak ada surat kabar," (Parada Harahap, Wartawan Senior)

Era Penjajahan Belanda (1700-1900)

Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi. 

Era Prakemerdekaan (1900-1945)

Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.

Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)

Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.


Ada 4 surat kabar terbesar yang terbit di Indonesia yaitu

Lihat Humaniora Selengkapnya