4. apa yang terjadi bila tidak ada alga di dalam laut ?

Fitoplankton di perairan dipengaruhi oleh keberadaan nitrogen dan fosfor yang mana lebih dibutuhkan daripada karbon, hidrogen, dan oksigen, karena dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton walau dalam jumlah yang sedikit. Nitrogen dan fosfor dapat dikatakan sebagai kebutuhan nutrien utama bagi fitoplankton dan faktor pembatas bagi kehidupan fitoplankton.

Unsur nitrogen dan fosfor di perairan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton. Namun, jumlah yang terdapat di lingkungan juga terbatas sehingga mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Pemberian pupuk organik atau anorganik pada tambak budidaya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan perairan. Perairan yang subur dapat ditandai dengan fitoplankton yang melimpah.

Harmfull alga sering dijumpai mengalami ledakan populasi (blooming algae) yang disebabkan oleh peningkatan jumlah nutrien yang masuk ke dalam perairan. Nutrien yang banyak masuk ke air disebut eutrofikasi. Eutrofikasi disebabkan oleh proses alamiah yang terjadi di perairan berupa akibat pencemaran karena peningkatan zat hara yang masuk dalam perairan, dapat juga berasal dari aliran limbah yang terbuang ke perairan atau mencampuri sumber air budidaya. Keadaan perairan yang terlalu tinggi kadar nutrien dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan fitoplankton sangat cepat bahkan tidak terkendali, termasuk Harmfull alga.

Harmfull alga juga diketahui dapat memproduksi toksin. Toksin yang dihasilkan Harmfull alga dapat mengganggu produktivitas biota perairan. Harmfull alga dapat menjadi kompetitor bagi kehidupan plankton lain. Perairan budidaya yang banyak terdapat Harmfull alga yang merugikan akan mengalami gangguan produktivitas sampai potensi kematian pada organisme budidaya. Harmfull alga yang sering mendominasi perairan jika terjadi ledakan populasi, umumnya berasal dari genus yang merugikan.

Peningkatan nutrien dapat berupa amonium, nitrat, nitrit dan fosfat. Peningkatan dan penurunan amonium dapat disebabkan karena faktor bakteri proses nitrifikasi. Peningkatan amonium dapat disebabkan karena amonium tidak teroksidasi menjadi nitrit. Hal ini diduga karena bakteri Nitrosomonas tidak bekerja merombak amonium. Penurunan amonium berarti dapat disebabkan karena Nitrosomonas bekerja dengan baik untuk merombak amonium.

Kematian organisme yang menyebabkan penumpukkan bahan organik juga merupakan penyebab tingginya amonium di perairan. Amonium merupakan ion yang tidak stabil. Amonium terbentuk dari protonasi ammonia. Amonium bersifat toksik jika terlalu banyak terdapat di lingkungan. Amonium yang tinggi disebabkan oleh daya dukung lingkungan yang rendah. pH rendah merupakan penyebab tingginya amonium di perairan.

Nitrit adalah suatu unsur yang merupakan bentuk peralihan antara ammonia serta nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Ketika konsentrasi oksigen berkurang di dalam peraira maka proses denitrifikasi mengambil alih proses nitrifikasi. perubahan Nitrit menjadi Nitrat lebih cepat dibandingkan perubahan amonia menjadi Nitrit.

Nitrit ditemukan dalam jumlah sedikit di perairan. Kadarnya lebih kecil daripada kadar nitrat dikarenakan memiliki sifat yang tidak stabil. Keberadaan nitrit menggambarkan keberlangsungan proses biologis yaitu perombakan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Nitrit mampu membunuh ikan karena senyawa tersebut dapat mengoksidasi haemoglobin menjadi metahaemoglobin dalam darah, menghambat proses respirasi, mengubah warna darah dan insang menjadi kecoklatan, serta menimbulkan kerusakan pada sistem saraf, hati, limpa dan ginjal ikan. Kadar nitrit yang tinggi disebabkan karena bakteri nitritifikasi tidak bekerja dengan baik. Nitrit juga tidak bergeser menjadi nitrat karena rendahnya kadar oksigen di perairan. Nitrat menjadi tinggi disebabkan karena banyaknya bahan organik, bahan organik dapat berasal dari fitoplankton yang mati lalu dirombak bakteri.

Nitrat merupakan senyawa bentuk nitrogen yang utama di perairan, dan merupakan nutrien penting bagi pertumbuhan dan kelimpahan fitoplankton yang memiliki sifat mudah larut dan stabil. Nitrat merupakan hasil dari proses oksidasi senyawa nitrogen dan produk akhir dari proses oksidasi biokimia. Konsentrasi nitrat di suatu perairan dapat dijaga dalam proses nitrifikasi. Nitrat berasal dari sisa pupuk yang tidak larut, pakan budidaya tambak, dan pengikatan nitrogen bebas dari udara oleh mikroorganisme serta aliran tanah yang masuk ke laut. Nitrat adalah senyawa makro nutrien pengontrol produktifitas primer di perairan eufotik.

Fosfor terdiri dari bentuk anorganik terlarut (orthofosfat), organik terlarut dan partikel fosfat.Fitoplankton dapat mengasimilasi secara langsung fosfor anorganik dan organik terlarut. Fosfor memiliki peran untuk mentransferkan energi dalam sel fitoplankton yaitu ADP menjadi ATP. Perairan yang memiliki konsentrasi fosfat rendah (0,00-0,02 mg/l) akan didominasi oleh fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom).

Fosfat dalam konsentrasi sedang (0,02-0,005 mg/l) akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae, sedangkan fosfat pada konsentrasi tinggi (>0,10 mg/l) akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae. Fosfor merupakan faktor pembatas yang didasarkan bahwa fosfor diperlukan dalam proses transfer energi. Fosfor yang dalam jumlah sedikit akan menyebabkan defisiensi unsur hara sehingga dapat  menekan  pertumbuhan  fitoplankton. Fosfor memiliki fungsi sebagai penyusun protein, inti sel, RNA, dinding sel, ATP dan DNA.

Peningkatan nitrat dapat memunculkan dominasi dari diatom dikarenakan diatom butuh nitrat untuk kebutuhan pembelahan sel, sedangkan Harmfull alga lebih cocok di lingkungan tinggi amonium dan rendah nitrat. Nitrat merupakan zat yang dimanfaatkan diatom, jika nitrat melimpah maka diatom akan melimpah. Kondisi yang minim kandungan nitrat, akan jarang didominasi oleh diatom karena tidak banyak nitrat yang dapat dimanfaatkan. (*)

Penulis: Luthfiana Aprilianita Sari

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=9682&iid=276&jid=3

4. apa yang terjadi bila tidak ada alga di dalam laut ?
Akademisi Perikanan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Azis Husen

TERNATE, BRN - Warna air laut di perairan Pulau Makian, Halmahera Selatan, Maluku Utara, tiba-tiba menjadi merah. Fenomena itu sontak membuat warga di pulau setempat geger.

Perubahan warna biru ke merah atau hijau kekuningan yang diserta ikan mati mendadak itu ada hubunganya dengan ledakan alga atau blooming alga. Ledakan alga atau istilah lainnya populasi fitoplankton ini yaitu tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang di laut, biasanya terjadi perairan air laut atau danau.

Akademisi Perikanan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Azis Husen mengemukakan, blooming alga merupakan suatu peristiwa dimana jumlah alga yang berada diperairan membludak jumlahnya. Disisi lain, faktor lain penyebab air laut  berubah adalah pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga.

“Limbah yang mengalir sampai laut itu mengandung nutrient,nitrat dan ortofosfat yang bisa menstimulasi proses pembiakan alga,” kata Azis dalam keterangannya yang diterima brindonews.com, Selasa (25/22) pagi.

Ledakan populasi alga adalah suatu kondisi dimana populasi alga (umumnya alga mikroskopis) di dalam ekosistem perairan mengalami peningkatan populasi dikarenakan perubahan kondisi lingkungan. Ledakan populasi alga dapat menyebabkan perubahan warna pada ekosistem perairan dengan warna sesuai dengan jenis alga. Misal warna hijau muda dapat disebabkan oleh cyanobacteria dan warna merah disebabkan oleh dinoflagellata.

“Selain itu, ledakan alga juga terjadi  ada pemanasan global atau naiknya suhu perairan laut. Kalau suhu naik, maka aktivitas metabolisme alga jadi terpicu dan pecah sehingga warna air laut berubah dan reproduksi alga secra berlangsung lebih cepat,” lanjut alumnus mengister perikanan Universitas Brawijaya Malang itu.

Sementara warna yang muncul, kata dia, bergantung pada pigmen atau zat warna tubuh mikroalgae yang meledak. Biasanya kejadian seperti ini (blooming alga) sangat berbahaya, karena selain bisa merusak sumber daya perikanan, bahkan juga pada manusia.

“Ini juga bisa memengaruhi arus laut sehingga pergerakan masa air tidak lagi normal, lalu terjadi ledakan alga. Alga adalah hewan mikroskopik yang menyerupai tumbuhan dan merupakan organisme yang umumnya terdapat di perairan disinari cahaya matahari,” kata Azis.

4. apa yang terjadi bila tidak ada alga di dalam laut ?
Ilustrasi - tampak perairan menyala dan berwarna biru akibat terjadinya ledakan populasi alga (Foto : Associated Press)
Red tide

Peneliti alga dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Boy Rahardjo Sidharta, mengatakan, ada dua kemungkinan terjadinya perubahan warna air laut. Kemungkinan pertama yaitu pencemaran kimiawi berupa zat warna, dan yang kedua adalah fenomena red tide.

Red tide merupakan perubahan air laut menjadi merah yang disebabkan oleh ledakan populasi alga merah, jenis alga yang sel-selnya kaya pigmen phycoerythrin. “Kalau jumlahnya sedikit, tidak kelihatan merah. Tapi, ketika terjadi blooming yang dalam 1 ml bisa berisi ribuan-jutaan sel, maka sangat jelas terlihat dengan mata telanjang,” kata Boy.

Penyebab ledakan populasi alga bisa beragam, mulai dari melimpahnya nutrien di laut atau yang disebut eutrofikasi hingga pemanasan global. Suhu air laut yang meningkat akibat pemanasan global memicu peningkatan metabolisme sel alga. Akibatnya, kecepatan pembelahan atau reproduksi alga juga meningkat.

“Kalau sudah membelah cepat, maka akan mendominasi dan perairan ‘berubah’ menjadi merah, atau hijau, coklat, atau lainnya,” kata Boy saat seperti dikutip dilaman kompas.com, Selasa sore.


Belajar dari Kasus Teluk Ambon

Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Nugroho Dwi Hananto mengemukakan, penyebab ledakan populasi alga di Teluk Ambon, Maluku 2012 silan disebabkan Eutrofikasi.

Eutrofikasi didefinisikan sebagai peningkatan unsur hara  ke level yang sangat tinggi dan melampau batas yang dapat diterima oleh alam. Peningkatan unsur hara ini merangsang meledaknya populasi alga berbahaya (Harmful Blooming Algae/HABs).

“Populasi alga yang tidak kasat mata ini dapat mempengaruhi aspek: ekonomi dan kehidupan masyarakat di ekosistem khususnya Teluk Ambon,” ungkap Nugroho seperti dilansir dilaman lipi.go.id

Nugroho menjelaskan, Teluk Ambon merupakan perairan semi tertutup (semi-enclosed bay) yang dicirikan anatara teluk bagian dalam dan teluk luar dipisahkan oleh sebuah ambang (sill) yang sempit dan dangkal. Kondisi ini menyebabkan terhambatnya sirkulasi massa air di teluk bagian dalam.

“ Retensi Teluk Ambon mencapai tujuh tahunan, menyebabkan sirkulasi massa air tidak berjalan keluar. Fenomena alam ini,  akan tumbuh  unsur hara berlebih dan berakibat pada ledakan pertumbuhan alga,” terangnya.

Profesor riset dari  Pusat Penelitian Oseanografi  LIPI, Sam Wouthuyzen menjelaskan, akibat eutrofikasi menimbulkan beberapa kejadian marak alga dari jenis mikro alga berbahaya. Diantaranya Pyrodinium bahamense var. compressum dan Gymnodinium bahamense, yang menybebabkan kematian pada manusia.  

“Ditengarai ada dua penyebab utama eutrofikasi.  Pertama, terjadi peningkatan  jumlah penduduk. Kedua, pembukaan lahan yang cepat namun tidak tertata baik dan tidak ramah lingkungan,” jelasnya.

Peneliti Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI, Hanung Agus Mulyadi mengatakan, kelambatan sirkulasi massa air tersebut disebabkan oleh perbedaan kedalaman penghubung yang relatif sempit dan dangkal serta kondisi pasang surut pasang surut harian ganda campuran.

“Terjadi dua kali pasang dan dua kali surut secara simultan selama 24 jam. Kondisi semacam ini berdampak terjadinya penumpukan materi  di dasar perairan yang diiringi dengan peningkatan unsur hara,” ungkap Hanung.

Di Ambon, rekam jejak fenomena HABs sudah tercatat setidaknya dekade 90-an. Pada bulan Juli tahun 1994 terjadi blooming alga jenis Pyrodinium bahamense var compressum dan dilaporkan tiga orang meninggal dan puluhan orang harus dirawat secara medis setelah mengkonsumsi biota laut. Kejadian kemudian berlanjut di tahun 2012 dengan jenis yang sama.

Sementara pada  tahun ini tercatat ada dua kejadian HABs di Teluk Ambon yaitu pada bulan Januari dan akhir bulan Agustus sampai awal September.  Terjadi blooming jenis Gonyaulax dengan luasan area yang mengalami perubahan warna mencapai 88 hektar. “Waspada terhadap perubahan warna laut menjadi kemerahan, kehijauan, atau kecoklatan yang diwaspadai  ledakan populasi alga,” ungkap Hanung. (brn)