10 film teratas dalam 5 tahun terakhir 2022

10 film teratas dalam 5 tahun terakhir 2022
10 film ini memiliki penonton yang sangat tinggi dan tentunya diikuti keuntungan yang besar. Berikut film terlaris sepanjang masa per Juli-Agustus 2020. (Foto: Courtesy of Paramount Pictures)

Jakarta, CNN Indonesia --

Bagi para pelaku industri hiburan, mampu memproduksi film yang mampu menyedot animo masyarakat hingga menjadi film terlarissepanjang masa merupakan sebuah pencapaian terbesar.

Pasalnya, tingginya angka penonton berarti secara tidak langsung menunjukkan kualitas film yang dibuat telah memenuhi standar dan ekspektasi penonton. Melansir dari Box Office Mojo, berikut ini sepuluh daftar film terlaris sepanjang masa per Juli-Agustus 2020.

1. Avengers: End Game (2019)

10 film teratas dalam 5 tahun terakhir 2022
Foto: Dok. Marvel Entertainment via Youtube
Avengers: Endgame adalah film terlaris sepanjang masa dengan keuntungan hingga Rp39 triliun.

Film produksi Marvel Studio dan Walt Disney Pictures ini mampu meraup keuntungan hingga USD2.797 miliar, atau sekitar Rp39 triliun.

Film besutan Joe dan Anthony Russo ini memang sangat digandrungi pencinta Marvel Studio Universe (MCU). Dengan durasi 182 menit, penonton diajak melihat perjuangan akhir dari para Avengers yang berusaha memulihkan tatanan alam semesta, dengan melawan rival utama Thanos (Josh Brolin) dan pasukannya.

Beberapa Avengers seperti Steve Rogers/Captain America (Chris Evans), Natasha Romanoff/Black Widow (Scarlett Johansson) hingga Thor (Chris Hemsworth) mendapat bantuan dari Carol Danvers/Captain Marvel (Brie Larson), meramaikan sekuel yang satu ini.

2. Avatar (2009)

[Gambas:Youtube]

Film garapan sutradara kenamaan James Cameron ini berhasil meraup keuntungan sebesar USD2.790 miliar, atau sekitar Rp39 triliun. Avatar bahkan nangkring selama 10 tahun menjadi film terlaris di dunia, sebelum digeser oleh Avengers: Endgame.

Film bergenre Sci-fi ini langsung booming dan mendapat banyak pujian dan penghargaan berkat efek visualnya dan keberhasilannya dalam menggunakan teknik shooting motion capture.

Dengan durasi film 161 menit ini, penonton akan diajak melihat kehidupan di masa depan pada tahun 2154 masehi. Film ini menceritakan sebuah tempat bernama Pandora, yang atmosfernya beracun bagi manusia, dan dihuni oleh suku Na'vi.

3. Titanic (1997)

10 film teratas dalam 5 tahun terakhir 2022
Foto: Courtesy of Paramount Pictures
Titanic adalah salah satu film terlaris sepanjang masa yang sering diputar di stasiun televisi

Lagi-lagi James Cameron, film ini bahkan didapuk sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa bergenre romantis-tragedi. Titanic berhasil meraup keuntungan penayangan sebanyak USD2.196 miliar, atau setara Rp32 triliun.

Film ini mengisahkan lika liku perjalanan Rose DeWitt Bukater (Kate Winslet) dan Jack Dawson (Leonardo Dicaprio) dengan berlatar kapal titanic megah dan karam.

Kisah cinta perempuan bangsawan yang terkungkung, bersama dengan pria tak berada dengan jiwa yang bebas seakan menjadi bumbu paling romantis yang diciptakan melalui film dengan durasi 195 menit ini.

4. Star Wars: The Force Awakens (2015)

[Gambas:Youtube]

Film ini merupakan sekuel pertama dari trilogi Star Wars, yang mampu mendapat keuntungan sebesar USD2.068 miliar, atau sekitar Rp30 triliun.

Film garapan J. J. Abrams ini mengisahkan Luke Skywalker (Mark Hamill), yang merupakan Jedi terakhir (pahlawan penjaga perdamaian dan keadilan di Galactic Empire) hilang. Luke juga mendapat ancaman akan dimusnahkan oleh Organisasi First Order telah bangkit kembali setelah kehancuran Galactic Empire.

Pada film ini, setidaknya ada tiga pemain Indonesia yang bergabung. Mereka yaitu Iko Uwais, Yayan Ruhian dan Cecep Arief Rahman.

5. Avengers: Infinity War (2018)

[Gambas:Youtube]

Film yang diproduseri oleh Kevin Feige ini mampu menghasilkan keuntungan hingga USD2.048 miliar, atau setara dengan Rp29,9 triliun.

Dalam film ini, para Avengers melawan habis-habisan Thanos (Josh Brolin) yang berambisi menghancurkan kehidupan di seluruh jagad raya. Untuk memuluskan jalannya, Thanos membutuhkan enam infinity stone yang mempunyai kekuatan tertinggi dan tersebar di seluruh jagad raya.

Keenam batu ini bisa membuat pemiliknya mengendalikan kehidupan, ruang, waktu dan segalanya. Hal itu membuat para Avengers kewalahan. 

6. Jurassic World (2015)

[Gambas:Youtube]

Film garapan sutradara Colin Trevorrow ini mampu membuatnya meraup keuntungan sebesar USD1.670 miliar, atau setara dengan Rp24,4 triliun.

Jurassic World juga merupakan film keempat dari serial film Jurassic Park yang dimulai tahun 1993. Dengan durasi film 124 menit, penonton akan diajak melihat kisah dua bersaudara Zach Mitchell (Nick Robinson) dan Gray Mitchell (Ty Simpkins) saat mengunjungi Jurassic World, sebuah taman hiburan dinosaurus di Isla Nublar.

Mereka mendapatkan privilege, sebab bibi mereka Claire Dearing (Bryce Dallas Howard) adalah manajer operasinya. Namun karena kesalahan, taman tersebut sangat chaos sebab salah satu dinosaurus dengan spesies berbahaya dan mengerikan lepas.

Hal ini membuat Claire dibantu dengan Owen Grady (Chris Pratt), seorang mantan prajurit angkatan laut, dan pelatih empat Velociraptor, untuk menyelamatkan nyawa keponakannya, sekaligus menyelamatkan Jurassic Park beserta spesies di dalamnya.

7. The Lion King (2019)

[Gambas:Youtube]

Film petualangan drama Amerika Serikat yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures ini, berhasil meraup keuntungan sebesar USD1.656 miliar, atau setara dengan Rp24,2 triliun.

Film ini merupakan sebuah remake animasi komputer fotorealistis dari film tahun 1994 dengan judul yang sama. Film garapan sutradara Jon Favreau ini menceritakan kisah Simba seorang anakan singa yang memiliki mimpi untuk menjadi raja singa seperti ayahnya, Mufasa.

Namun mimpinya tersebut dijegal oleh pamannya sendiri yang licik dan berniat menaiki tahta raja singa dan hutan. Dengan durasi 118 menit, penonton akan dimanjakan dengan sikap lucu dan ksatria Simba.

8. The Avengers (2012)

[Gambas:Youtube]

Film yang diproduksi oleh Marvel Studios dan didistribusikan oleh Walt Disney Studios Motion Pictures ini, berhasil meraup keuntungan sebesar USD1.518 miliar, atau sekitar Rp22,2 triliun.

Film keenam di Marvel Cinematic Universe (MCU) ini juga berhasil memenangkan nominasi Best Achievement in Visual Effects pada Oscar 2013.

The Avenger merupakan film yang mengusung genre action sci-fi yang mengisahkan tentang pertarungan para superhero melawan makhluk dari Planet Asgard yang memiliki niat jahat untuk menguasai bumi dan isinya yakni Loki alias Chitauri (Tom Hiddleston).

Loki merencanakan hal itu usai mengetahui penelitian tentang Kristal Tesseract yang dilakukan oleh Supreme Headquarters, International Espionage, Law-Enforcement Division (S.H.I.E.L.D).

9. Fast and Furious 7 (2015)

[Gambas:Youtube]

Film garapan James Wan ini berhasil meraup keuntungan sebesar USD1.515 miliar, atau setara dengan Rp22,1 triliun.

Film Hollywood terlaris sepanjang masa ini sangat dinanti penonton, sebab diketahui, sang aktor Paul Walker telah meninggal dunia sebelum film Fast & Furious 7 ini tayang di bioskop.

Film ini berkisah tentang Dominic Toretto (Vin Diesel), Brian O'Conner (Paul Walker), dan kru lainnya yang berniat menjalani masa damai dan kembali ke AS, setelah berhasil mengalahkan Owen Shaw.

10. Frozen II (2019)

[Gambas:Youtube]

Film animasi yang berhasil memperoleh untung penghasilan karya sebesar USD1.450 miliar, atau sekitar Rp21,2 triliun.

Frozen II adalah film fantasi musikal animasi komputer Amerika yang diproduksi oleh Walt Disney Animation Studios. Sekaligus merupakan sekuel kedua dari film animasi Frozen yang tayang 2013 lalu.

Film ini mengisahkan kelanjutan petualangan Elsa dan Anna di hutan ajaib. Penonton akan diajak mengikuti petualangan Elsa, Anna, Kristoff, Olaf, dan Sven yang memulai perjalanan mereka untuk meninggalkan kerajaan Arendelle.

Nah, 10 daftar film terlaris sepanjang masa yang telah disebutkan, dapat menjadikan opsi cerdas saat kebingungan memutuskan menonton film apa. Terutama untuk membunuh bosan di masa pandemi virus corona (covid-19) seperti sekarang ini.

(khr/fef)

[Gambas:Video CNN]

Ten years ago, Netflix was an innocuous DVD-by-mail company, the Marvel tsunami was just testing the water with “Iron Man” and “Thor,” and the “Star Wars” empire still belonged to George Lucas, not Disney. The only celebrity to become President of the United States was “Bedtime for Bonzo” star Ronald Reagan, Amazon was a place you went to buy cheap books not the biggest spender at the Sundance Film Festival, and “the cloud” was something Carl Fredricksen’s CG house floated above rather than the way people screen Pixar movies.

Lest those descriptions make you feel nostalgic, keep in mind that, apart from “Twilight,” Hollywood movies were mostly being made by and about white men. Audiences found their voice over the last decade, letting the industry know how they felt — and studios listened, or started to at least, as criticisms of #OscarsSoWhite and #TimesUp sparked seismic change in the industry. It may take another 10 years for the impact of those movements to be fully felt, whereas some readers will expect parity in lists like these, wherein Variety film critics Owen Gleiberman and Peter Debruge identify the best movies of the past decade.

Click here to read Peter Debruge’s list.

Owen Gleiberman’s 10 Best Movies

1. “The Social Network” (2010)

It’s one of those perfect films, like “All the President’s Men” or “Dazed and Confused” or “Sweet Smell of Success,” that you can watch again and again and again. It hurtles, fascinates, scintillates, and resonates; every moment is nimbly entertaining and essential. Tapping into the tale of Facebook’s creation, this David Fincher/Aaron Sorkin masterpiece touches the inner story of our time: how the new mode of connecting to others via the Internet was invented by people — like the visionary geek Mark Zuckerberg, played with a magnetic fast-break chill by Jesse Eisenberg — who had serious problems connecting in any other way. So they invented a brave new world by syncing it to the spirit of their own detachment. “The Social Network” is bracing and funny, tragic and exhilarating, told with the kind of effortless high-wire panache that makes you believe in the power of movies.

2. “La La Land” (2016)

The most joyful movie of the decade, and joy is not a quality we should take for granted (especially these days). But in great musicals like “Singin’ in the Rain” or “Moulin Rouge!” or “The Umbrellas of Cherbourg,” joy is often the flip side of a kind of rapturous melancholy, one that allows us to take stock of how beautiful (and fleeting) life and love can be. And Damien Chazelle’s new-style version of an old-school Hollywood musical has a core of sublime sadness that lets it blossom into a bittersweet symphony. The film’s magic is there in its entrancing musical numbers (think Jacques Demy staged with the eagerness of young Spielberg), in the wistful tale of two lovestruck entertainers (Ryan Gosling and Emma Stone) who fall for each other yet can’t seem to get their passion on track, and in Chazelle’s devotion to the wonder of Old Hollywood, which makes every moment of “La La Land” feel like another day of sun.

3. “Mad Max: Fury Road” (2015)

A film so fast and furious that as much as I loved it the first time, on further viewings I felt myself learning how to watch it, training my eye to take in each razory leap and split-second cut. There has never been an action poet like George Miller, who returns to the hell-on-wheels grandeur of “Mad Max” and “The Road Warrior” to create a movie that builds on their nihilistic excitement, using speed, once again, not just to generate thrills (though God knows he does that) but to express a vision of existence — of men and women hurtling past the void, hanging on for dear life, wondering what besides the power of their velocity will save them. (In the Miller vision, speed = God.) In “Fury Road,” Miller creates a demolition-derby spectacle for the 21st century, as Max (Tom Hardy), a blunted shell, makes way for the women warriors (led by Charlize Theron) who now lead the fight for freedom as the rubber hits the road.

4. “Before Midnight” (2013)

“Marriage Story” is a great drama about divorce, but the third and most powerful of Richard Linklater’s ”Before” films is something even more naked and transporting: a journey through the emotional labyrinth of a relationship that is holding on even as it’s begun to hit the skids. After sharing a moony night of conversational bliss in “Before Sunrise,” then a reunion that takes stock of the love they didn’t have enough belief in in “Before Sunset,” Jesse (Ethan Hawke) and Céline (Julie Delpy) are now a veteran couple, with twin girls, a backlog of memory, and a love so marbled with affection and resentment that they can see each other completely … and, in another way, not at all. Linklater’s dialogue workds on the level of Bergman and Rohmer and ”Who’s Afraid of Virginia Woolf?,” and the actors transform their descent from sunset to midnight into something miraculously spontaneous. They’re just two people in a room, their love flickering like a candle that may or may not go out.

5. “Hell or High Water” (2016)

Surga film genre belaka. It's about two brothers, one noble (Chris Pine) and one no good (Ben Foster), and it's also about stealing, gambling, racism, the thorny destiny of family, and the stubborn mystique of West Texas, as embodied by an aging Texas Ranger (Jeff Bridges) yang mungkin merupakan pemecah kejahatan lambat yang paling lezat sejak Columbo. Efek utamanya adalah film klasik noir yang diceritakan di bawah sinar matahari, dengan pukulan kemanusiaan yang akan menjatuhkan angin dari Anda.

6. "Pengiring Pengantin" (2011)

Pengakuan Sejati: Saya tidak tertawa terbahak -bahak dengan banyak komedi layar, karena saya selalu merasa seperti saya telah melihat lelucon sebelumnya. Tetapi tidak peduli berapa kali saya menonton kisah persahabatan ini di zaman satu-upmanship pasif-agresif dan ketidakseimbangan kelas yang kocak, saya tertawa tak terkendali. Itu karena Kristen Wiig, yang ikut menulis skenario dan berperan sebagai Annie, seorang pengiring pengantin yang teman lama yang akan datang dari teman lama yang akan dipentaskan sebagai konspirasi untuk membuatnya merasa seperti kegagalan, telah menciptakan komedi layar loserom neurotik sebagai masokis yang sangat gila-gilaan karena unsur dan romantis. Ini bukan film pertama yang membuktikan bahwa wanita dapat memainkan game komedi yang cabul, tetapi itu adalah satu -satunya film yang mengubah Remunch menjadi seni screwball.

7. "Amour" (2012)

Dalam sebagian besar filmnya, sutradara Austria Michael Haneke menggunakan voyeurismenya yang cukup dingin untuk bermain game lucu dengan penonton. But in this staggering tale of an octogenarian Paris couple, played by the legendary Emmanuelle Riva and Jean-Louis Trintignant, Haneke takes his drop-dead style — the probing silences, the gawking camera, the suspense built out of the fear of what's coming next - Untuk menceritakan kisah misteri usia tua yang didorong oleh arus horor dan patah hati yang bergantian. Setelah karakter Riva menderita stroke, dia ada di sana dan tidak ada di sana, dan apa yang dibuka oleh permainan mimpi oleh Stanley Kubrick tentang bagaimana cinta menemukan ekspresi utamanya dalam kematian. Ini adalah film yang akan menyedot napas Anda dalam empati.

8. “The Tree of Life” (2011)

Setelah mengambil cuti panjang 20 tahun dari bioskop, Terrence Malick kembali dengan "The Thin Red Line." Tapi itu di "The Tree of Life," sebuah kisah luar biasa tentang tumbuh di Texas kota kecil selama tahun 1950-an, Malick, pada akhirnya, membuat drama yang hidup sampai pijar gelap dari dua filmnya yang dongeng dari itu 70 -an. Urutan penciptaan yang luar biasa-Pikirkan Kitab Genesis bertemu "2001," semuanya dilakukan dalam 17 menit-menetapkan panggung untuk apa yang pada dasarnya, merupakan visi transenden pengalaman sehari-hari. Kamera Malick membelai setiap momen, mengubah kehidupan di tahun 50 -an menjadi diorama kepedihan Proustian, dan pertunjukan Brad Pitt (sebagai ayah yang sangat menuntut) dan Jessica Chastain (sebagai ibu yang kelembutannya membuat kemarahannya tertahankan) memiliki efek yang tak terhapuskan) memicu perasaan primal tentang orang tua kita sendiri ketika mereka cukup muda untuk menghantui kita dalam kepolosan mereka yang cacat.

9. “Mission: Impossible - Ghost Protocol” (2011)

Saat Tom Cruise, mengenakan sarung tangan cangkir-cup elektronik, merangkak seperti laba-laba di atas permukaan kaca yang menjulang dari burj Khalifa di Dubai (dan jangan salah, dia benar-benar di atas sana, di gedung tertinggi di dunia), dia seperti satu pria biasa Hitchcock dalam keadaan luar biasa; Seperti superhero buku komik yang kekuatannya dari bumi ini; Seperti bintang film yang melakukan kebalikan dari gerakan - dia menjalani gerakan, mengubahnya menjadi ukuran ketenarannya. Urutan Vertigo Knockout itu adalah klasik instan, tetapi sutradara Brad Bird, dalam petualangan "M: I" yang cerdik, tidak beristirahat di set-piece-nya. Dia menopang kegembiraan caper yang dibangun di sekitar serangkaian ilusi besar yang (seperti pekerjaan aksi Cruise) mungkin hanya nyata. Hasilnya adalah blockbuster paling menggembirakan dari zamannya.

10. “Lady Bird” (2017)

Beberapa pemirsa yang tidak terhubung ke kemegahan drama Greta Gerwig tentang seorang siswa sekolah menengah Sacramento yang menjalani tahun seniornya yang penuh dengan hal-hal seperti, “Ini adalah film usia yang baik. Tapi apakah kita belum pernah melihatnya sebelumnya? " Ya, tapi kami belum pernah melihatnya seperti ini: sebagai serangkaian snapshot memori yang dipentaskan dengan indah, semua melompat ke depan untuk menciptakan jauh lebih besar dari jumlah bagian -bagiannya. Christine, a.k.a. Lady Bird, diperankan oleh Saoirse Ronan dengan karisma yang beragam yang merupakan bagian yang sama cinta, kebingungan, dan keganasannya, pergi dari satu anak laki -laki ke anak laki -laki berikutnya, kesalahan untuk menghadapi kesetiaan yang mendefinisikan persahabatan, dan melakukan perang suci terhadap ibunya ( Laurie Metcalf) karena masalah apakah dia akan meninggalkan sarang California ketika dia pergi ke perguruan tinggi. Apa yang benar -benar dia temukan, dalam sebuah film yang ternyata sama religiusnya dengan yang berduri, bersemangat, dan mengharukan, adalah kemuliaan hidup itu sendiri.

10 film terbaik Peter DeBruge

1. “The Tree of Life” (2011)

Seniman bioskop seperti Carl Theodor Dreyer dan Ingmar Bergman memeriksa pertanyaan tentang spiritualitas dan hati nurani dengan melucuti karya mereka yang berlebihan. Terrence Malick melakukan yang sebaliknya, menanamkan tindakan penerapan diri & nbsp yang menusuk ini; dengan teknik yang menarik perhatian ketika pembuat film berusaha untuk mendamaikan kematian saudaranya dengan pemahamannya tentang kekuatan yang lebih tinggi. Mengingat sifatnya yang sangat pribadi, saya mengerti mengapa begitu banyak penonton merasa itu menantang, sangat tidak dapat dipahami dalam begitu banyak detailnya (seperti adegan dinosaurus). Namun, dalam memamerkan keprihatinan jiwanya, auteur eksistensialis mengundang kita untuk mengeksplorasi subjek yang paling universal: iman, keluarga, dan kehilangan. Dalam retrospeksi, saya kira Malick bisa memiliki urutan asal-usul kehidupan kosmik ke dalam salah satu filmnya untuk menambah bobot metafisik, tetapi ini adalah yang cukup berani untuk melakukannya-& nbsp; dan makna- Film hidup tidak akan pernah sama.

2. "Secret Sunshine" (2010)

Sutradara Korea Lee Chang-Dong menerobos pemirsa Amerika tahun lalu dengan "Burning," tetapi mahakarya aslinya adalah film 2007 ini-tidak dirilis di AS hingga 2010, yang menjelaskan dimasukkannya dalam daftar ini. Pemenang Hadiah Aktris Terbaik di Festival Film Cannes, Joen Do-Yeon memberikan kinerja dekade ini sebagai janda yang dipadukan oleh beberapa tragedi. Pada awalnya, dia menemukan penghiburan dalam agama, bahkan melangkah lebih jauh untuk mengunjungi penculik putranya di penjara, tetapi ketika dia menolak pengampunannya, dia membentak lagi, mendorong kembali ke imannya yang baru ditemukan. Untuk alasan apa pun, film menghindar dari subjek agama, yang memainkan peran utama dalam kehidupan banyak orang. Tidak ada film abad ke -21 yang menawarkan pemeriksaan yang lebih kompleks tentang perjuangan pribadi itu daripada perjalanan epik jiwa ini.

3. "Amour" (2012) (2012)

Sebuah panutan dari pengekangan, master Austria Michael Haneke sangat mempercayai para pendengarnya sehingga ia menyajikan dilema manusia yang memilukan dengan gangguan gaya minimal: tidak ada gerakan kamera yang menyapu, tidak ada isyarat musik melodramatik untuk memicu simpati atau memanipulasi emosi. Sebaliknya, "Amour" bergantung pada kekuatan situasi intinya-seorang suami yang berbakti (Jean-Louis Trintignant) memutuskan bagaimana cara terbaik untuk membantu istrinya yang tidak valid (Emmanuelle Riva) dalam mengakhiri hidupnya, sementara putri dewasa mereka (Isabelle Huppert) dengan egois berpendapat dengan egois Untuk memperpanjang penderitaannya - dan penampilan bernuansa tiga aktor terkuat Prancis, memaksa kita untuk mengisi celah dengan detail dari pengalaman pribadi kita sendiri. Tidak semua orang siap untuk film yang tidak memberi tahu Anda apa yang harus dipikirkan atau dirasakan, tetapi sedikit yang memahami kekuatan ambiguitas lebih baik daripada Haneke, yang pendekatannya telah menginspirasi orang lain, di antara mereka “Toni Erdmann,” “Force Majeure,” dan “Roma . ”

4. "I Am Love" (2010)

Diabaikan dalam Italia asli Luca Guadagnino, romansa yang mewah dan subversif ini - tentang seorang istri imigran (Tilda Swinton) dalam keluarga kelas atas yang menyerah pada perselingkuhan dengan sahabat putranya - merangsang semua indra kita tanpa menggunakan gimmicks seperti 4DX dan kotak-D yang mencekik kursi dan parfum spritz Anda di wajah Anda. Seperti yang kemudian dialami penonton dengan "Call Me By Your Name," Guadagnino memanipulasi penglihatan dan suara - alat kembar yang ada di tangannya - untuk memperluas pengalaman kami dengan penuh semangat, sehingga kami dapat merasakan masakan, merasakan belaian mereka, dan mencium bau bidang di mana mereka bercinta. Sementara itu, politik radikal film bertentangan dengan nilai -nilai budaya Barat, yang disanggah oleh gagasan bahwa seorang ibu mungkin meninggalkan keluarganya untuk mengikuti hatinya, sedangkan karakter Swinton memilih hasrat daripada patriarki, meskipun dengan biaya emosional yang sangat besar.

5. "The Rider" (2018)

Ini adalah hal terdekat dengan film Marvel yang akan Anda temukan di daftar saya-hanya karena indie kepentingan manusia yang puitis ini meyakinkan studio superhero untuk mempekerjakan sutradara, Chloe Zhao, untuk memimpin "The Eternals" yang akan datang. Alih-alih menjual fantasi, "The Rider" berkaitan dengan kerapuhan kehidupan dan keterbatasan impian Amerika sebagai koboi rodeo muda yang tampan di Pine Ridge Indian Reservation menolak untuk menerima bahwa cedera otak yang hampir fatal berarti bahwa ia tidak boleh mendapatkan di atas kuda lagi. Kisah yang hampir benar terinspirasi oleh pria terkemuka Zhao, Brady Jandreau, yang memainkan versi headstrong dari dirinya sendiri-sebuah praktik yang menjadi semakin umum sebagai teknik dokumenter yang sesuai dengan pembuatan film fiksi dekade ini. (Lihat juga Sarah Polley "Stories We Tell," sebuah runner-up untuk daftar ini, untuk inovasi lebih lanjut di bagian depan itu.)

6. “Son of Saul” (2015)

Selama dekade terakhir, kata yang mengganggu telah menyusup ke percakapan tentang film, terutama di Twitter: "bermasalah." Lebih sering daripada tidak, eufemisme memenuhi namanya karena itu digunakan untuk mengkritik karya seni tanpa benar -benar menentukan bagaimana dengan mereka yang dianggap tidak menyenangkan. Saya menyebutkan tren di sini karena sutradara Hongaria László Nemes mendekati debut fiturnya sepenuhnya menyadari bahwa dia melangkah ke ladang ranjau. Ketika datang ke penggambaran Holocaust, sutradara "Shoah" Claude Lanzmann telah cukup jelas tentang apa yang ia anggap masalah, dengan alasan bahwa tidak ada penciptaan ulang yang dapat melakukan keadilan terhadap kekejaman yang mendasarinya. Secara pribadi, saya pikir dunia "Daftar Schindler" karya Steven Spielberg (yang Lanzmann dijuluki "Kitschy Melodrama"), tetapi saya sama-sama berlantai oleh kerja keras Nemes, di mana ia memeriksa hati nurani yang disiksa dari seorang Yahudi sonderkommando di Yahudi, di mana ia memeriksa hati nurani seorang Yahudi sonderkommando di Yahudi di Yahudi di Yahudi di Sonderkomando di Yahudi, di mana ia memeriksa hati nurani Yahudi sonderkommando di Yahudi di Yahudi di Yahudi di Yahudi sonderkomando di Auschwitz tanpa mengeksploitasi tragedi atau sejarah yang salah mengartikan melalui akhir yang baik.

7. “Inside Llewyn Davis” (2013)

Film terbaik The Coen Brothers karena "Fargo" bukanlah hal yang menyenangkan: Llewyn Davis (peran pembuatan bintang untuk Oscar Isaac) adalah orang brengsek yang berpusat pada egois dengan karier folk-musik yang berantakan sendiri daripada Perasaan orang-orang di sekitarnya. & Nbsp; Tetap saja, kualitas yang sulit untuk membuat film begitu mendalam. Meskipun para coens tidak pernah mengatasi apa yang mereka “coba katakan” dengan sebuah film, ada pelajaran kehidupan vital yang terkubur dalam penghormatan mereka yang dibuat dengan cermat untuk adegan rakyat Greenwich Village awal tahun 60-an: dibutuhkan sejumlah narsisme untuk a 60-an orang yang cenderung kreatif untuk menutup semua gangguan dan menciptakan seni, yang mungkin dapat dibenarkan untuk seseorang yang berbakat seperti Bob Dylan, tetapi untuk penyanyi yang kurang berbakat/beruntung seperti Davis (model setelah Dave Van Ronk), pada titik tertentu, ia harus tumbuh naik dan terlibat dengan tanggung jawab dunia nyata.

8. "Beasts of the Southern Wild" (2012)

Sebuah karya seni rakyat Amerika yang luar biasa yang dibingkai melalui mata seorang anak liar yang dilapisi tumbleweed bernama Hushpuppy, debut sutradara Benh Zeitlin yang memadukan gaya indie mentah dengan ambisi mistis (melalui auroch metaforisnya), berdiri sendiri di tengah-tengah mereka Adegan film Amerika akhir -akhir ini dalam penggambarannya tentang mereka yang merasa dikeluarkan dari media, politik, dan wacana publik. Mengembangkan proyek dengan aktor nonprofesional dan penduduk komunitas pedesaan Bayou di mana mereka merekam, Zeitlin dan rekan penulis Lucy Alibar mengalihkan perhatian kita ke kantong di luar jaringan (imajiner) yang terancam oleh pengaruh industri dan dunia luar. Delapan tahun kemudian, kami masih menunggu fitur kedua Zeitlin, meskipun saya dapat dengan mudah mengingat kegembiraan awal saya, dari semburan pembukaan skor string yang penuh semangat, karena terjerumus ke dalam mikrokosmos yang tidak dikenal ini dan disapu bersama untuk perjalanan.

9. “12 Years a Slave” (2013)

Sepanjang sejarahnya, bioskop telah menjadi alat yang luar biasa untuk mengungkap ketidakadilan, tetapi Amerika - dan Hollywood khususnya - lambat menghadapi rasa malu terbesar di negara itu: perbudakan. Dalam kesuksesan populer bergaya arthouse ini, sutradara Inggris Steve McQueen memberikan akun yang tidak berkedip tentang pengalaman itu melalui mata seorang pria kulit hitam, Solomon Northup, yang dilahirkan bebas tetapi ditipu dan dijual kepada pemilik perkebunan selatan yang kejam. Untungnya, Northrup hidup untuk membagikan kisahnya dengan orang lain, yang merupakan kuncinya: fantasi revisionis seperti "Django Unchained" Tarantino mungkin bersifat katarsis, tetapi kami mengakui mereka sebagian besar fiksi, sedangkan film McQueen dibumikan pada kenyataannya dan diaktifkan kembali dalam mengerikan, benar- True- detail untuk kehidupan. Tentunya akan ada beberapa yang membaca daftar ini, menghitung jumlah sutradara perempuan atau minoritas yang saya pilih, dan bagi mereka saya katakan: ketika industri merangkul keragaman yang lebih besar di belakang kamera, mengharapkan lebih banyak perawatan tengara dari subjek yang kurang terwakili dalam beberapa dekade mendatang ke depan .

10. "Waves" (2019) (2019)

Para penonton bioskop lambat menemukan potret listrik Trey Edward Shults dari keluarga Amerika kelas menengah ke atas-mungkin mereka tidak akan pernah, meskipun saya memperkirakan bahwa "gelombang" pada akhirnya akan menemukan penontonnya. Dengan narasinya yang terpisah dan gaya yang sangat jenuh, mendalam, film ini telah menarik perbandingan dengan "Moonlight" Barry Jenkins (yang nyaris tidak melewatkan potongan): kedua film ditetapkan di Florida Selatan, keduanya fokus pada pengalaman Afrika-Amerika, meskipun di Afrika ujung spektrum ekonomi yang berbeda. Apa yang mengejutkan saya tentang "gelombang" adalah betapa jelasnya shults menangkap detail dari apa artinya hidup pada saat yang tepat ini. Kamera yang gelisah dan dinamis dan pilihan musik yang berdenyut menunjukkan bahasa film yang berkembang untuk mencerminkan pola pikir milenial. "Waves" membahas tekanan yang diberikan pada kaum muda oleh media sosial, toksisitas narsisme, dan, dalam menghadapi tragedi, kekuatan transenden dari hubungan manusia yang baik dan kuno.

Baca lebih lanjut tentang:

Apa 10 film teratas sekarang?

30 film paling populer sekarang..
#1. Halloween berakhir (2022) 39% 41% #1. ....
#2. Amsterdam (2022) 34% 57% #2. ....
#3. SMILE (2022) 78% 76% #3. ....
#4. Gadis paling beruntung Alive (2022) 46% 75% #4. ....
#5. Werewolf pada malam hari (2022) 90% 92% #5. ....
#6. Terrifier 2 (2022) 89% 88% #6. ....
#7. Hellraiser (2022) 67% 61% #7. ....
#8. Jangan khawatir sayang (2022) 38% 69% #8 ..

Film apa yang keluar dalam 5 tahun terakhir?

200 film teratas yang diakui secara kritis dari lima tahun terakhir..
Parasite (2019) r | 132 mnt | Drama, thriller. ....
Roma (2018) r | 135 mnt | Drama. ....
Nomadland (2020) r | 107 mnt | Drama. ....
The Irishman (2019) r | 209 mnt | Biografi, Kejahatan, Drama. ....
Minari (2020) ....
Licorice Pizza (2021) ....
Perang Dingin (2018) ....
Kekuatan anjing (2021).

Apa film terbaik dalam dekade terakhir?

Film terbaik dalam dekade terakhir..
The Shape of Water (2017) ....
Black Panther (2018) ....
Tempat yang tenang (2018) ....
Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) ....
Blackkklansman (2018) ....
US (2019) ....
Avengers: Endgame (2019) ....
Parasite (2019).

Apa 5 film teratas yang paling banyak dilihat?

Sebagian besar film menonton sepanjang masa..
Titanic (1997) ....
E.T.The Extra-Terestrial (1982) ....
The Wizard of Oz (1939) ....
Star Wars: Episode IV - A New Hope (1977) ....
The Lord of the Rings: The Return of the King (2003) ....
Snow White and the Seven Dwarfs (1937) ....
Terminator 2: Judgment Day (1991) ....
The Lion King (1994).